Nisi Dominus Aedificaverit”  Kalau bukan Tuhan yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya ( Mazmur 127 :1). Inilah moto kegembalaannya sebagai seorang Prefek Apostolik Bangka-Billiton ( 1928 – 1945). Mengapa  Bouma mengambil moto demikian? Tak ada yang tahu apa isi hatinya saat itu. Dari riwayat hidupnya, dari hasil kerja kerasnya, kita dapat melihat semuanya. Moto itu bukan sekedar yang harus ada sebagai seorang gembala, yang lahir dari sebuah refleksi mendalam, namun mencakup juga merupakan arah, tujuan, cita-cita Bouma yang hendak dicapai. Moto tersebut merupakan spirit yang menyemangati dirinya untuk terus membangun.

“Nisi Dominus Aedificaverit”,  memiliki makna, keyakinan diri  Bouma, yang   mengakui betapa besar dan sentralnya peran Tuhan dalam seluruh gerak kehidupannya, dalam pelayanaan dan kegembalaan. Bahwa Tuhanlah pelaku utama, bukan dirinya. Bahwa Tuhanlah perancang bangunan, sekaligus membangunnya, Bouma bagaikan ‘buruh bangunan” yang hanya tahu melakukan, apa yang dititahkan oleh si perancang. Karena itu, dia harus selalu siap sedia mendengarkan titah, melihat contoh, meniru cara kerja Si pembangun yakni Allah sendiri. “ Sebab setiap rumah yang dibangun oleh seorang ahli bangunan, tetapi ahli bangunan segala sesuatu ialah Allah” ( Ibrani 3 : 4).

Rumah bagi Bouma bukan sekedar bangunan  gedung, tempat bernaung, tempat bekerja, tempat berkumpulnya sebuah keluarga. Sebuah rumah, merupakan sebuah kehidupan. Maka bagi Bouma, membangun rumah berarti membangun kehidupan. Karena kehidupan itu adalah melulu milik Allah, maka pantaslah, kalau bukan Allah yang membangunnya, maka sia-sialah usaha manusia. Di dalam rumah ada kehidupan. Seluruh kehidupan terangkum dalam rumah. Rumah menjadi saksi suka duka seluruh kehidupan penghuninya. Di dalam rumah tersimpan segala khazanah kehidupan seorang anak manusia. Jika sebuah rumah dibangun dengan fondasi kasih, akan kokohlah bangunan kehidupan seorang anak bahkan semua penghuninya.

Sejak awal, Bouma pasti sadar, bahwa  kebahagiaan, keselamatan, kesejahteraan sebuah kehidupan ada dalam rumah, yach dalam rumah tangga, dalam keluarga. Maka tak mengherankan, bagi Bouma, rumah tangga itu harus dibangun dengan kokoh, maka akan kokoh dan teguhlah kehidupannya. Rumah akan indah, sebuah kehidupan yang indah, hanya jika semua penghuninya selalu belajar memandang dan mendengarkan titah  Allah yang merancang dan membangunnya dan mereka belajar untuk mencontohinya.

Bouma tentu meyakini bahwa untuk membangun rumah, membangun kehidupan, setiap rumah tangga harus memandang , mencontoh, meneladani, sebuah rumah yang indah, dengan pesona keindahan yang tak terkatakan, yakni Rumah Nasaret. Dalam rumah Nasaret, diam Yang Ilahi, yang menjadi sumber kehidupan itu.  Barangsiapa yang memandang Rumah Nasaret, akan memperoleh kebijaksanaan. Yang meneladani kehidupan rumah Nasaret, akan mengalami suatu kehidupan yang membahagiakan.

Bouma memimpikan agar semua rumah tangga di seluruh wilayah prefektur Bangka-Billiton bahkan  di seluruh dunia, menjadi seperti  rumah di Nasaret, yang pesona keindahannya  menggetarkan setiap jiwa; yang suasananya teduh dan nyaman, tentram dan damai karena dibangun atas dasar fondasi kasih Ilahi. Dalam Rumah Nasaret ini, yang ada hanya kehidupan, yang terus menghidupkan, terus mengubah dan selamanya menyelamatkan. Untuk mematrikan semua impian membangun sebuah kehidupan yang layak bagi setiap umatnya, setiap rumah tangga, Bouma mencari “buruh-buruh bangunan” untuk turut bekerja membangun kehidupan rumah tangga agar sesuai dengan rancangan  Allah sejak semula. Kami inilah, kita semua adalah putri-putri yang diikutsertakan untuk membangun kehidupan, agar setiap rumah tangga menjadi bangunan kehidupan yang kokoh kuat serta indah karena berlandaskan akan fondasi kasih dan berpolakan pada Rumah Nasaret.

Allah sang perancang, sekaligus pembangun segala bangunan kehidupan di dunia ini, membutuhkan banyak orang untuk ambil bagian dalam pembangunan Kerajaan-Nya di bumi ini.  Bouma sadar, tidak pernah dapat bekerja sendirian dan memang tidak mampu bekerja sendiri, apalagi untuk jangka panjang, sebab membangun kehidupan merupakan sebuah proyek raksasa, proyek Allah sang Pemilik kehidupan, yang tidak akan pernah habis dan usai. Jika untuk membangun sebuah gedung rumah sangat sederhana saja, membutuhkan banyak bahan dan peran serta tukang dan buruh bangunan, demikian juga  membangun kehidupan.

Bouma telah memulai dengan sangat giat membangun gedung antara lain gedung sekolah, asrama, pastoran, biara, di seluruh wilayah prefekturnya. Rumah, gedung yang dibangun, hanyalah sarana untuk membangun sebuah kehidupan yang lebih layak bagi setiap anak manusia. Namun visi dasar Bouma adalah membangun kehidupan setiap rumah tangga, agar semakin banyak yang mengimani Kristus, membentuk suatu persekutuan hidup dan menjadi Gereja Setempat. Rumah tangga yang meneladani pesona keindahan, kekokohan, kesempurnaan Keluarga Kudus Nasaret, Yesus Maria Yosef. Dari rumah tangga, terbentuk  Gereja yang senantiasa membangun dan berkembang. Gereja yang senantiasa memuliakan Allah kini dan selamanya.

Terima kasih, bapa Bouma atas visi indahmu yang termaktub dalam moto indah “Nisi Dominus Aedificaverit” yang mengarahkan kami untuk membangun kehidupan kami atas fondasi kasih dan meneladan  Keluarga Kudus Nasaret; yang mendorong kami untuk selalu bertekun ikut serta membangun kehidupan keluarga-keluarga untuk memuliakan Allah. , *hmartine