Tercatat dalam biografi Mgr Vitus Bouma, bahwa selama tahun-tahun sebagai Prefek, Bouma mengusahakan membangun sebanyak mungkin gereja, pertama-tama di Pangkalpinang, pusat perusahaan timah Bangka. Telah Bouma melihat bahwa stasi Sambong merosot dalam hal ekonomi, sehingga tambang-tambang timah di Sambong mulai ditutup. “Sambong telah mati”, begitulah Bouma menulis dalam ikhtisar tahunan pada tahun 1928. Lokasi Sambong kurang bagus, yaitu di tengah-tengah tambang-tambang yang sudah ditutup. Maka sekolah di sana ditutup juga pada bulan Agustus. Stasi Sambong tak berguna lagi, dan Bouma mengambil inisiatif untuk berpindah ke Pangkalpinang secepat mungkin. Bouma memutuskan untuk tinggal di Pangkalpinang. Dibelinya sebidang tanah yang luas, dekat pasar ikan, demi bangunan-bangunan nanti. Tetapi baru pada tanggal 24 Mei 1931 gereja baru dan juga gedung paroki selesai dibangun.Pada tanggal itu gedung-gedung diberkati, dan Mgr Bouma pinga dari Sambong ke Pangkalpinang. ( Buku MVB hal.19).
Sepenggal kisah ini, menjadi bukti sejarah dan mengingatkan kita untuk membangkitkan kenangan akan kasih setia Tuhan dalam seluruh perjuangan Bouma dalam karya misi di Bangka. Dalam konteks tahun syukur yang dirayakan oleh Keuskupan Pangkalpinang, kita mempunyai kesempatan untuk napak tilas sejarah masa silam, yang memiliki kaitan erat dengan karya misi Gereja Keuskupan Pangkalpinang. Bagi para suster KKS, antara Sambong dan Pangkalpinang, memiliki makna yang mendalam. Tulisan yang dikutip tersebut di atas dari buku yang ditulis tentang Mgr Vitus Bouma, memberi penegasan bahwa betapa luasnya pandangan Bouma, betapa tajamnya perspektifnya akan masa depan. Sungguh Bouma seorang visioner, yang tidak hanya melihat ke depan, tapi merangkul realitas dan menuntunnya menuju masa depan yang lebih baik. Sebuah keputusan misi yang bijaksana dan tepat.
Sambong sudah mati, stasi Sambong tidak berguna, itu tulisannya dalam laporan kepada pimpinannya. Menarik sekali untuk direnungkan, bagaimana seorang pemimpin yang mampu menyadari situasi sekitar, mempu memandang ke masa depan, dan tahu apa yang harus dilakukan. Tidak lama menunggu, atau menunda. Berpikir dan bekerja sistematis, cara kerja dengan gerak cepat dan kerja cerdas, telah membuahkan hasil pembangunan yang luar biasa. Bouma meninggalkan Sambong dan pindah ke Pangkalpinang, setelah gedung gereja baru di Pangkalpinang diberkati pada tanggal 24 Mei 1931.
Dalam napak tilas jejak misi Bouma, dalam tahun Syukur Keuskupan Pangkalpinang, kita berkenan menjejakkan kaki di atas puing-puing gedung gereja di stasi Sambong, pastoran dan sekolah yang lumayan luas. Masih tersisa, fondasi di area sekitar dan tanah bekas Gereja sudah menjadi milik masyarakat. Di tengah-tengah puing fondasi, masih tersisa sedikit tembok sebuah ruang kecil yang masih dipertahankan oleh pemilik tanah, karena masih kuat, sebuah sumur yang airnya tidak pernah mengering, sejuk dan bersih, yang boleh kami timba dan rasakan kesejukannya sambil membayangkan hampir 100 tahun yang silam. Di tempat ini, sekitar 90-95 tahun yang lalu, adalah tempat yang menorehkan banyak kisah dan sejarah misi. Di tempat ini, mengalir kasih dan menyebar cinta ke seluruh Bangka Belitung. Dari Sambong sebagai stasi misi, telah tumbuh benih-benih iman akan Kristus. Sambong telah mati, seperti yang telah ditulis Bouma, tapi api iman masih terus menyala. Tenpat boleh pindah, tapi semangat misi tetap membara untuk mewartakan Kerajaan Allah.
Dalam napak tilas tanggal 12 Oktober 2023, pada hari jadi yayasan Vitus Bouma ke-8, dengan berkeliling sambil membawa patung MGr Vitus Bouma, ziarah dimulai dari kuburan Mgr Vitus Bouma di kompleks bruderan Budi Mulia, ke kompeks kuburan Paulus Tjen On Ngi, ke Sambong dan kebun Sahang, kami ingin menghidupkan kembali ingatan akan jejak-jejak Bouma di masa silam. Menarik dan sangat mengesankan, ibu pemilik rumah bekas gereja dan pastoran Sambong, mengatakan berkali-kali, ketika patung Mgr Bouma ditempatkan di meja di sebelah sumur peninggalan stasi Sambong bahwa dia merasa bukan patung, tapi orang hidup yang datang, dia merasa Bouma hadir, dan dengan penuh sukacita si ibu menggendong patung Bouma, sambil berkisah masa lalu ketika masih kecil,bersama pastor-pastor SSCC yang umumnya orang dari Eropa, di kebun Jeruk, Kebun Sahang.
Kami terkagum-kagum, bukan karena melihat puing-puing, tapi karya Allah yang sedemikian besar melalui Mgr Bouma, atas jiwa visioner yang misioner, yang telah mengambil keputusan penting dalam karya misi pada masanya. Tahun syukur ini, sungguh penuh dengan syukur dan sukacita yang kiranya menularkan semangat misioner dalam diri setiap anggota gereja Keuskupan Pangkalpinang, dan khususnya menginspirasi semua suster KKS dalam melanjutkan karya misi Bouma, membangun harapan bagi keluarga-keluarga dan Gereja setempat. *hmartine
Recent Comments