“Bouma cukup sadar, bahwa dalam periode permulaan karya misi dibuat kesalahan besar, yaitu bekerja tanpa sistematis.Tulisannya :” Antara tahun 1853 dan
tahun 1880 di daerah Bangka, Belitung dan Riau telah tinggal ribuan orang katolik. Kebanyakan dari mereka kembali ke China sesudah beberapa tahun, dan dari yang lain hanya tinggal deretan-deretan makam-makam di pekuburan.Jadi, dalam abad ke-19 sudah ada misi yang cukup berhasil di Bangka, tetapi akhirnya gagal karena kekurangan sistematis.'( Buku MVB hal 26-27)
Kemampuan Bouma membaca realita dengan tajam bukan bualan. Bouma memang sangat cerdas sedari mula dan perhatian kepada misi merupakan pasionnya. Pendahulunya, Mgr Henkenrath berpandangan pesimis terhadap realitas ini. Tetapi Bouma sebaliknya sangat optimis. Bouma menemukan akar masalah utama yang membuat kegagalan dalam misi periode awal.Bouma menamainya “bekerja tanpa sistematik.” Dapat dipahami, pada masa itu, tidaklah semudah masa kini dengan segala kemudahan. 100 tahun yang lalu, semua serba terbatas dan banyak kendala.
Bouma sendiri mengalami berbagai macam problem dalam misi, antara lain yang paling nyata adalah bahasa, yang menjadi pintu masuk untuk berkomunikasi satu sama lain. Kesulitan berbahasa China, membuat Bouma menerapkan kebijakan agar setiap misionari harus menjadi fasih dalam bahasa China yang sulit dipelajari itu. Bahkan Bouma membebaskan para misionarisnya dari tugas-tugas di sekolah supaya ada lowongan( waktu) untuk belajar bahasa China. Untuk tujuan yang sama Bouma mengutus mereka belajar di Malakka, bahkan ke China.( Buku MVB hal.27)
Sungguh suatu kebijakan yang cerdas dan berani, meskipun nanti pada akhirnya tidak mudah bahkan menimbulkan konflik karena kesulitan belajar bahasa China yang sering membuat sakit kepala( hal 39-40). Bagaimana pun sulitnya, suatu terobosan yang berani dilakukan dengan penuh iman sekaligus siap menanggung resiko. Keberanian untuk mengambil resiko dan memecahkan akar masalah yang sulit, menjadi ciri khas istimewa dari Bouma. Dibuangnya jauh-jauh sikap pesimistis, dibangunnya suatu daya juang dalam dirinya untuk tetap optimis dan berpengharapan. Tentu saja, apapun yang ditetapkan tidak sepenuhnya berhasil, namun setidaknya apa yang telah ditabur, pasti membuahkan hasil. Misi harus tetap berlangsung terus dan maju. Berpikir dan bekerja secara sistematis, mesti mengikuti setiap langkah perjalanan misinya. Bouma tidak pernah takut untuk mencoba. Lebih baik mencoba yang akan memberikan kemungkinan untuk berhasil dari pada tidak pernah mencoba dan menyerah sebelum melakukan apa-apa. Bouma ingin menghidupkan kembali warta kasih Kabar Gembira, yang telah ada sebelum kehadirannya di tanah Bangka, bahwa sudah tinggal ribuan orang Katolik, dan kini hanya tinggal deretan makam-makam di pekuburan. Bouma memandang bahwa jika periode misi sebelumnya, sudah ada karya misi yang sangat berhasil, pasti sesudahnya juga akan berhasil. Bagi Bouma, kesalahan besar hanyalah pada pengelolaan yang tidak sistematis.
Apa yang dinyatakan Bouma dalam tulisannya, tentang deretan makam-makam orang katolik yang telah ada antara tahun 1853 dan tahun 1880, telah kali jajaki juga dalam napak tilas karya misi Bouma. Dan kami berani memastikan, itulah deretan makam di pekuburan rasul awam Bp Paulus Tjen On Ngie di daerah Sungai Selan. Deretan makam sederhana namun rapi, yang tampak terawat rapi dan sudah diperindah kembali. Memandang dengan mata iman, deretan makam ini, membuat hati bersyukur, bahwa pada masa lalu dalam periode misi awal Gereja di pulau Bangka, Kristus telah diterima dan diimani sebagai Tuhan dan Juru selamat. Ada peluang besar untuk mewartakan Injil di tanah ini, ada bukti yang nyata dari deretan makam para pengikut Kristus.
Kami menjadi semakin mengerti dan memahami, bagaimana cara Bouma berjuang untuk menata kembali pola baru dalam misinya agar karya misi yang di matanya ada kesalahan besar karena kurang sistematis, menjadi hidup kembali. Pola misi itu dimulai dengan komunikasi yakni bahasa China sebagai pintu masuk untuk menjalin relasi dengan masyarakat. Pendidikan, pengajaran, pelayanan kesehatan, sekolah berasrama di pusat-pusat tambang timah didirikan, untuk melanjutkan misi yang telah diletakkan oleh para pendahulu. Di balik semua kebijakan misi, Bouma sadar bahwa kalau bukan Tuhan yang membangun kembali, sia-sialah para pembangun bekerja. Kesadaran ini terpatri dalam moto indah kegembalaannya sebagai Prefek Apostolik Bangka Biliton ” Nisi Dominus Aedificaverit”. Sehebat apapun usaha, secanggih apapun pikiran dan rencana, jika tidak mengandalkan Tuhan semua sia-sia belaka. Ada korelasi yang amat jelas, antara iman yang hidup akan Allah dan mengandalkan Allah di atas segalanya, dengan usaha-usaha misi dalam berbagai bidang. Kesalahan dan kegagalan terjadi banyak penyebabnya, barangkali salah satunya adalah keroposnya iman akan Allah.
Dalam bingkai Tahun Syukur Keuskupan Pangkalpinang, kami diingatkan dan disadarkan kembali, dengan sebuah sapaan halus dalam nubari kala merenungkan karya misi Gereja dalam 100 tahun terakhir ini, bahwa pola misi pewartaan Injil telah mengalami perubahan. Gereja Keuskupan Pangkalpinang, yang berkomiten untuk membangun Gereja partisipatif yang berpusat pada Kristus dan menjalankan misi tampaknya suatu pola baru penuh optimisme. Perjalanan ziarah napak tilas yang menggembirakan dengan merenungkan kembali jiwa dan semangat Bouma di masa silam, kami meyakini, para pimpinan pendahulu ini bersukacita menyaksikan perubahan dan perkembangan Gereja Keuskupan Pangkalpinang, Deretan makam-makam di pekuburan Sungai Selain di masa lampau, menjadi saksi abadi dan tanda nyata, Gereja harus selalu bangkit kembali penuh semangat mewartakan Injil. Orang-orangnya boleh mati tetapi semangat misi tidak pernah boleh mati bahkan redup. Sebab misi semuanya untuk Allah dan jiwa-jiwa.
Lalu apa relevansi dengan putri-putri Bouma ini? Jejak kasih kepemimpinan Bouma yang sistematis, menjadi pengingat bahwa berpikir dan bekerja sisitematis menjadi pola hidup yang selalu mewarnai setiap pola laku dan pola pelayanan. Berpikir dan bekerja sistematis ini, tidak hanya sekadar untuk sukses tetapi lebih kepada mempertahankan, meningkatkan, memperkembangkan kesinambungan karya pewartaan Injil dan pelayanan kasih, dalam ketekunan dan kesetiaan. Misi harus tetap berlanjut meski orang-orangnya sudah mati. Semangat misi yagn penuh pengharapan dan optimisme mesti tetap hidup meskipun pasti akan mengalami berbagai tantangan, kesukaran dan kesulitan. Percaya bahwa setiap kesulitan pasti ada solusi karena Allah pasti turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi setiap orang yang menaruh harapan dan kepercayaan kepada-Nya.*hmartine
Recent Comments