Hidup  bersama dalam komunitas merupakan hakekat hidup bakti kita.  Dalam komunitas dan bersama komunitas, kita  mencari dan melakukan kehendak Allah yang telah memilih dan memanggil kita dari tengah keluarga kita masing-masing. Kita dipersatukan karena panggilan dan visi misi yang sama yakni keinginan kita masing-masing secara pribadi  untuk mengikuti Kristus menurut Injil dan menjalankan tugas perutusan berdasarkan semangat Keluarga Suci ( Konstitusi no. 148).

Roh Kudus Pemersatu Komunitas

Roh Kudus yang mempersatukan kita dalam kesatuan yang menyucikan, yang menghidupkan dan menggerakkan kesatuan secara keseluruhan. Roh Kudus mempersatukan kita melalui karisma-karisma yang berbeda-beda. Keanekaan anggota dalam kesatuan dipandang sebagai kekayaan dalam hidup  bersama yang saling melengkapi satu sama lain  ( Konstitusi no. 150).

Seorang spiritualist  D. Bonhoeffer yang berpengalaman mengungkapkan demikian : “ Barangsiapa menyukai komunitas ia merusak komunitas. Barangsiapa mencintai saudaranya membangun komunitas”. Kiranya ungkapan ini mudah untuk dipahami. Kalau kita mengartikan hidup berkomunitas  hanya sebagai sebuah kebersamaan yakni hidup  bersama dalam satu rumah, berdoa bersama, makan bersama, rekreasi  bersama dan acara  bersama lainnya, maka kita hanya menekankan segi lahiriah saja dari sebuah komunitas dan mempersempit arti hidup berkomunitas itu sendiri. Kita mungkin menjadi tidak mau tahu atau tidak mau peduli dengan situasi sesamanya dalam komunitas. Mungkin juga dalam komunitas  orang akan mudah untuk saling menilai, saling menghakimi, bila ada  anggota yang tidak ikut dalam kebersamaan.

Bila kita memahami dengan baik kedua  butir Konstitusi  kita tentang hidup berkomunitas, maka kita tentu akan lebih mengutamakan kasih persaudaraan, bukan sekadar hal  lahiriah, meskipun memang yang lahiriah sungguh perlu sebagai perwujudan kasih terhadap  sesama. Bila hidup komunitas  dibangun atas  dasar kasih persaudaraan  yang sejati, dengan berlandaskan atas kesadaran bahwa kita dipanggil dan dipilih oleh Tuhan sendiri untuk membangun  hidup  berkomunitas yang berkualitas kristiani. Maka komunitas kita merupakan sebuah komunitas  transformative di mana di dalamnya setiap anggota saling memperkembangkan diri.

Komunitas menjadi tempat bagi kita untuk saling berbagi suka dan duka. Komunitas menjadi tempat yang nyaman dan aman untuk mengungkapkan keresahan dan kegelisahan diri. Komunitas tidak hanya sekedar tempat bagi kita untuk mencurahkan kegembiraan dan sukacita tetapi lebih menjadi sebuah rumah, sebuah suasana di mana kita dengan bebas tanpa malu atau ragu untuk mencucurkan air mata dan mengungkapkan kekecewaan kita. Komunitas  di mana kita bebas mengekspresikan diri tanpa takut dinilai dan dihakimi. Komunitas  di mana  kita  dapat mengungkapkan rasa sakit dan penyakit kita sekaligus membiarkan diri kita dilayani, disembuhkan dan dipulihkan. Komunitas  juga yang menjadi tempat bagi kita untuk saling menghapus air mata, saling  menggembirakan, serta  tempat  di mana kita belajar untuk saling menyembuhkan, saling memaaafkan dan saling menyucikan.

Komunitas  yang dibangun dengan semangat persudaraan sejati, dihiasi dengan cinta kasih sejati, memungkinkan kita untuk menikmati betapa indahnya hidup bersama  sebagai Saudara. Tidak ada tempat  di dunia yang sangat indah bagaikan  taman Firdaus  di dunia ini selain komunitas yang dibangun dengan semangat cinta kasih sejati. Komunitas yang demikian memungkinkan kita sungguh menikmati  kebersamaan, di mana beban hidup terasa ringan, penderitaan  diri  dapat ditanggung dengan sukarela dan tiada seorang pun yang merasa kesepian atau terasing  di tengah kebersamaan. Langkah dalam pelayanan terasa lebih ringan. Semangat  missioner terpupuk subur dalam komunitas.

Hanya dalam suatu semangat  lepas bebas dari keterikatan diri dengan berbagai kepentingan diri dan kecenderungan yang tidak teratur, kita akan mampu mengasihi saudara kita dalam komunitas. Dan hanya dengan bekal pengalaman kasih yang kita terima, kita bagikan dalam komunitas, kita  akan menjadi duta-duta komunitas yang penuh semangat  menjalankan tugas perutusan. Hanya dalam semangat inilah, ungkapan  Bonhoeffer menjadi sebuah kenyataan yang secara real kita alami dalam komunitas yakni barangsiapa mengasihi sesamanya membangun komunitas.   Kesadaran bahwa Roh Kudus telah mempersatukan kita harus  tetap menjadi landasan utama untuk membangun dan mengembangkan komunitas.

Bukan Sekadar Tempat Hidup Bersama

Menurut  Vita Consecrata No. 42, hidup berkomunitas  diartikan sebagai hidup bersaudara yaitu hidup bersama dalam cinta kasih. Di sana ada shering kasih. Seluruh hidup diabdikan untuk saling mengasihi dengan mengikuti teladan Tuhan Yesus Kristus. Ia memberikan diri-Nya demi kasih bahkan rela mengorbankan diri-Nya  untuk mewujudkan budaya kasih. Tanpa kasih yang tanpa syarat, tidak pernah ada kesatuan yang benar dan kokoh.

Tidak dipungkiri, bahwa dalam komunitas yang kita bangun bersama, selalu ada kemungkinan dan kesempatan  terjadinya  berbagai hal manusiawi yang tidak sesuai dengan hakekat  hidup religious kita. Hal ini akan sangat nampak ketika masing-masing anggota komunitas  tidak memahami dengan baik hakekat terdalam hidup religious itu sendiri. Kurangnya pemahaman dapat  mengakibatnya dangkalnya penghayatan hidup berkomunitas  yang benar dan sejati. Komunitas mungkin hanya sekadar tempat bernaung, tempat berlindung  atau mungkin juga semacam tempat menyembunyikan diri untuk merasa aman dan nyaman.

Karena melihat betapa memprihatinkan hidup berkomunitas kaum religious, seorang atheis bernama Voltaire pernah berkata : “ Komunitas religious adalah kumpulan orang yang tidak saling mengenal; mereka hidup bersama tanpa saling mengasihi;tidak ada rasa sedih  bila di antara mereka ada yang meninggal dunia”. Tentu saja, kita yang mengalami hidup berkomunitas, tidak serta merta menerima pernyataan Voltaire. Namun baik sekali jika ungkapan dari seorang atheis  ini menjadi  bahan refleksi kita dalam membangun dan menikmati hidup berkomunitas. Jangan sampai ungkapan Voltaire menjadi kenyataan pahit yang kita alami. Amat sayang dan sungguh rugi, bahwa kita telah berlelah-lelah berupaya dan telah meninggalkan komunitas keluarga kita masing-masing, harus mengalami pengalaman pahit. Kita selalu memiliki kans untuk selalu berbagi kasih setiap saat, asalkan tidak ditunda-tunda dan menunggu keadaan yang memprihatinkan terjadi hanya karena benturan-benturan kepentingan diri.

Kita semua mengangankan hidup dalam komunitas yang ideal.  Komunitas ideal adalah komunitas  di mana setiap orang hidup dalam kasih Kristus;  di mana semua aktivitas diarahkan untuk menciptakan  kebaikan bersama. Kehidupan doa diberi tekanan bagi setiap anggota. Kuasa doa itu akan dialami oleh semua orang dan ini mengubah sikan dan kebiasaan anggota komunitas. Karya kerasulan harus seiring dengan semangat doa dan ini akan menghasilkan buah yang melimpah.  Setiap anggota komunitas harus hidup dalam Kristus supaya dapat membawa Kristus dan memberikan Kristus kepada sesamanya”. Impian  ini nampak sangat ideal sekaligus  memuat harapan  kita semua dalam membangun hidup berkomunitas.

Impian hanya dapat diwujudkan dengan kesediaan untuk berkorban untuk mewujudkannya. Harapan  hanya akan dapat terwujud bila semua anggota dalam komunitas berani memperjuangkannya dengan semangat iman dan penuh cinta kasih yang tulus.

Anugerah yang layak disyukuri

Bagaimanapun  bagusnya harapan akan kehidupan berkomunitas yang idelal, atau betapa kurang bagusnya komentar  orang tentang hidup berkomunitas yang kelihatan, yang terpenting adalah keberanian dan kemauan baik yang terus-menerus  dipupuk dengan semangat kasih yang diawali dengan saling menerima  diri sendiri dan orang lain sebagai sesama. Sesama yang dianugerahkan Tuhan, yang ditempatkan Tuhan dalam komunitas kita  tanpa kita pilih sendiri. Sesama adalah hadiah istimewa dalam komunitas.

Komunitas ideal atau belum ideal  adalah juga anugerah Tuhan. Sebuah hadiah atau anugerah hanya layak disyukuri karena hanya dengan itulah, kita baru mampu menikmati hidup berkomunitas yang sejati. Tidak peduli, siapa dan dari mana sesama kita, apa kelebihan dan kekurangannya. Bila telah ada saling menerima, mengerti, memahami, maka segalanya akan menjadi ideal dengan sendirinya.  Tuhan yang telah mempersatukan kita dalam komunitas, tentu akan menyempurnakan segala kelemahan kita, meleburnya menjadi  suatu kekuatan yang memancarkan aksih sejati.***hm.