Syering Injil : Matius 20 : 17-28

Saya sangat tertarik dengan ayat  20 – 21. Maka datanglah ibu anak-anak Zebedeus  serta anak-anaknya itu kepada Yesus, lalu sujud di hadapan-Nya untuk meminta sesuatu kepada-Nya. Kata Yesus: “Apa yang kaukehedaki? Jawabnya; ” Berilah perintah supaya kedua anakku ini boleh duduk kelak dalam Kerajaan-Mu, yang seorang di sebelah kanan-Mu dan yang seorang lagi di sebelah kiri-Mu.”

Sepintas lalu jika membaca kutipan Firman Tuhan ini, bisa jadi merasa ibu kedua putra ini  sepertinya nekat dan agak lancang di depan Yesus. Tidak tanggung-tanggung, yang dimintanya kepada Yesus untuk kedua putranya adalah tempat istimewa di samping Yesus. Sepertinya posisi manis di samping Yesus  ini agak jarang  dipikirkan untuk dimohonkan kepada Tuhan. Barangkali pernah menginginkannya dan mungkin diungkapkan dalam hati.Jika secara terang-terangan di hadapan orang banyak, sepertinya tidak banyak orang melakukannya. Kira-kira begitulah, yang saya amati dari kebanyakan orang dan sesekali menjadi pengalamanku juga.

Jujur,  saya hampir tidak ingat, berapa kali saya pernah minta untuk  memperoleh tempat di surga jika kelak tiba saatnya. Permintaan yang umum saja, yang berkaitan dengan kebutuhan hidup harian dan juga kepentingan orang lain, dan banyak jiwa. Jarang pula saya meminta kepada Yesus secara sungguh-sungguh dan intens untuk duduk bersama Yesus barang sejenak waktu  dalam waktu berkualitas saya dalam sehari. Semuanya berlalu begitu saja dengan aneka kegiatan dan pekerjaan yang sudah direncanakan sebelumnya atau yang secara otomatis dilakukan.

Membaca dan merenung Firman Tuhan hari ini, membuat  batinku tersentak.Rhema Firman Tuhan hari ini   tentang  permintaan  sang ibu Yakobus dan Yohanes. Keberaniannya  pergi menghadap Yesus menginspirasi aku. Sikap  hormat dengan sujud  di hadapan Yesus, bagiku sangat istimewa dan berkenan di hati Tuhan Yesus, sehingga Yesus berkenan bertanya kepadanya, apa yang dikehendakinya dari Yesus. Sikapnya yang terbuka, polos, jujur, apa adanya  di hadapan Yesus dengan mengungkapkan keinginannya agar kedua putranya mendapat tempat di sisi kanan dan kiri Yesus dalam Kerajaan-Nya.  Menarik, Yesus menghargai permintaan ibu ini, meski sepertinya  keterlaluan. Kalimat indah meluncur dari bibir Yesus :” Kamu tidak tahu, apa yang kamu minta.”   Tentu saja, ibu ini sudah siap mendengar segala hal yang akan diungkapkan Yesus. Tidak masalah, sebab baginya sudah cukup puas sebab sudah mengungkapkan kerinduannya  untuk kehidupan kedua putranya kelak kepada Yesus. Soal setuju atau tidak setuju, dikabulkan atau tidak, bukan urusan ibu ini. Baginya, sudah mengutarakan isi hatinya kepada Yesus, itu sudah cukup. Selanjutnya, terserah Tuhan yang mengatur dengan bijaksana.

Lama, sejak dulu, jika mendengar kisah Injil ini, sikap dan perhatian saya mirip dengan  murid lain yang  memarahi kedua rasul bersaudara itu atas kelancangan ibu mereka dan barangkali keinginan mereka yang terselubung yang tidak berani diungkapkan secara langsung kepada Yesus tapi melalui perantaraan ibu mereka. Kita tidak tahu, apakah ini keinginan ibu atau keinginan kedua murid itu, yang menjadikan ibu mereka sebagai juru bicara kepada Yesus?   Aku tidak terlalu mempedulikannya. Yang sangat menginspirasiku dan meluluhlantakan gerak batinku dan mengubah pola pikirku yang sudah lama tertanam dengan suatu  pencerahan yang baru adalah sikap dan disposisi batin sang ibu. Begitu istimewa.

Bagiku, ibu ini hebat. Kehebatannya terletak pada kehendaknya yang baik untuk mengusahakan segala yang terbaik bagi kedua putranya. Ibu ini hebat, sebab dia tahu, kepada siapa dia harus meminta dan menyerahkan kedua putranya. Hebat, dia memiliki keyakinan iman, bahwa Yesus yang empunya Kerajaan dan kuasa, yang memiliki kedaulatan penuh sehingga punya hak istimewa dan penuh dalam kerajaan-Nya. Ibu ini hebat, memiliki keberanian yang luar biasa besar, namun kerendahan hati yang mendalam. Dia tahu kepada siapa dia menaruh harapan. Dia sadar kepada siapa dia sujud menyembah dengan penuh kekaguman dan harapan. Hebat, dia tidak pergi sendirian tetapi bersama kedua putranya. Hebat, karena permintaannya bukan secara tersendiri tetapi di hadapan anaknya dan murid Yesus yang lain.

Yesus, lebih hebat lagi. Super hebat. Sebab begitu menghargai dan bersikap lemah lembut berhadapan dengan ibu yang datang dengan permohonan yang hampir tidak mungkin dan sulit dijawab. Yesus tidak melukai hatinya atau menertawakan apalagi memarahinya seperti para murid. Sebagai guru yang hebat, Yesus memberi penjelasan yang sangat luar biasa tentang  mekanisme dalam Kerajaan-Nya. Saya merasa sangat beruntung, karena permintaan ibu ini, akhirnya Yesus memberikan penjelasan panjang lebar, soal hak duduk di sisi kanan dan kiri-Nya dalam  Kerajaan surga. Tanpa pertanyaan si ibu ini, barangkali  kisahnya menjadi lain.

Saya belajar dari kisah ibu ini, tentang keberanian menghendaki segala sesuatu yang baik bagi orang yang dikasihi. Menghendaki segala yang baik bagi masa depan orang yang dikasihi, bagi semua orang lain juga. Tidak hanya sampai pada kehendak baik saja, tetapi berjuang dan berupaya keras agar  kerinduan akan kebaikan terhadap orang lain itu terwujud. Keberanian meminta , tanpa memaksa. Keberanian memohon penuh harapan tanpa paksaan pastilah ada buahnya. Buah permintaan ibu ini, nyata jelas bagi  Yakobus yang setia sampai akhir dan Yohanes murid yang sangat dikasihi Yesus. Meski kita tahu, tanpa meminta pun, Yesus telah menyediakan segala yang terbaik bagi setiap orang yang dikasihi-Nya.

Saya belajar dari kisah ibu ini, bagaimana membentuk hatiku yang hanya seorang teman bagi temanku dengan rasa hati seorang ibu,  Bagaimana berpikir, dan menghendaki segala yang terbaik untuk teman dan para sahabatku. Bagaimana membentuk hatiku sebagai hati ibu untuk orang-orang di sekitarku, rekan kerjaku, orang-orang yang dipercayakan kepadaku dalam kehidupan kerja dan pelayanan. Bagaimana membentuk hatiku untuk tetap menghendaki dan mengharapkan yang baik  terhdap orang-orang yang mungkin memusuhiku atau yang tidak aku sukai, yang melukai atau menyakiti hatiku, yang membuat aku menderita.

Saya belajar, bagaimana membentuk hatiku untuk tetap berpikir baik, menghendaki yang baik bagi semua orang lain dan segenap ciptaan, dengan membawanya kepada Tuhan dan memohonkan sesuatu kepada Tuhan yang empunya kuasa? Bagaimana  belajar untuk tetap menghendaki segala yang baik hari demi hari  bagi diriku sendiri dan semua orang lain terutama  orang yang kujumpai? Sesungguhnya menghendaki dan mengusahakan yang baik bagi orang lain  merupakan sebuah doa tulus. Doa-doa verbal yang dipanjatkan tanpa menghendaki yang terbaik terjadi pada orang lain, belumlah lengkap. Kehendak yang baik mendahului  segala sikap dan perilaku yang diwujudnyatakan.

Saya belajar, bagaimana  seharusnya bersikap ketika datang kepada Tuhan dengan suatu permohonan dan harapan?  Bukan dengan paksaan. Cukuplah dengan penuh keyakinan dan harapan. Tuhan jauh lebih mengerti dan memahami yang diperlukan. Tuhan Sang Kebijaksanaan akan mengatur dengan bijaksana segala hal yang diperlukan, mungkin saat ini dijawab, tetapi suatu saat nanti pada saat yang tepat. Sama seperti kedua putra ibu  hebat ini, pada akhirnya semua indah pada waktunya. Terbersit sebuah pertanyaan dalam hatiku, “Jika aku menghendaki segala yang baik dan bisa mengusahakannya untuk orang lain, mengapa  tidak segera datang kepada Tuhan dan menyampaikan kepada-Nya. Sesungguhnya, Tuhan tak akan pernah  mengabaikan permintaanku, sesederhana atau selancang apapun, asal aku memiliki iman dan rendah hati di hadapan-Nya. Terima kasih ibu hebat, ibu Yakobus dan Yohanes. Semoga kita semua menjadi saudara seperjalanan yang memiliki hati ibu. *hm