Sudah biasa aku datang ke tempat ini. Sudah sangat lama aku tahu, kalau tempat ini , sebuah pemakaman kecil tempat para misionaris. Sesekali aku menyalakan lilin atau menaburkan kembang di setiap pusara ini. Namun lebih banyak kali , hanya lewat sambil lalu saja, padahal deretan makam-makam ini juga berada bersama makam yang selalu kutuju. Mungkin karena sudah sangat lama dan tidak mengenal nama-nama dalam makam, tidak begitu menarik perhatianku. Makam – makam yang seragam, sudah berusai tua, dengan tulisan dalam bahasa Belanda.
Entah bagaimana hari ini, sesuatu yang berbeda terjadi saat aku memandang pusara-pusara itu, perasaanku jadi lain. Pusara-pusara itu sudah dicat kembali, suatu intensi yang luhur pada bulan Orang Kudus ini. Semakin jelas terlihat dan terbaca nama-nama pemilik pusara tersebut. Aku tertarik untuk membaca satu-persatu. Beberapa nama tidak begitu asing karena ada dalam buku sejarah kami yang kubaca, yang lainnya aku tidak tahu. Sebagian besar masih berusia muda. Mereka tidak sempat menjadi tua dan menikmati masa tua. Mereka adalah para imam dan para bruder misionaris dari negeri Belanda. Pasti misionaris imam SSCC dan bruder SSCC atau BM.
Ketika membaca nama mereka satu-persatu, muncul suatu perasaan haru dalam hatiku. Mereka ini, sungguh pahlawan di masa lalu. Dari negeri yang jauh mereka berlayar untuk mewartakan Injil di tanah negeri ini. Segala yang indah dan menyenangkan ditinggalkan. Orang tua , sanak saudara, negeri dan tanah air ditinggalkan. Mungkin juga tidak ada satu pun dari keluarga mereka yang pernah melihat pusara mereka ini. Mungkin juga sudah lama tak mengingat lagi, aku berharap masih ada yang mendoakan mereka.
Lama kupandang pusara –pusara itu, dan hatiku mengerti. Mereka datang untuk mati di tempat ini. Sebelum mati fisik, mereka telah mati bagi dunia ini. Tidak ada yang lebih menarik bagi mereka selain Allah dan misi-Nya. Tidak soal, seberapa panjang usia. Tidak masalah akan mati seperti apa dan dimakamkan di mana. Tidak ada. Sebab baik hidup maupun mati, mereka yakin mereka milik Tuhan. Tidak soal mati muda, tapi mereka telah menjadi tua dalam kesetiaan di masa muda sampai mati.
Kurasakan sesuatu yang hangat dalam hatiku, seolah tersentuh oleh semua itu. Kuangkat wajah dan kupandang tempat utama di pemakaman ini, yakni sebuah salib besar dengan Yesus yang tergantung. Kututup mata dan kupandang dalam angan. “Ya Tuhanku, dan Allahku, demi Engkau mereka ada dan hidup.Untukmu mereka hadir dan telah mati. Kini mereka di sisi-Mu. Sekarang, Kau lihat aku ada di sini. Selalu ada ketika saat hatiku terdorong untuk datang meski sejenak saja. Aku merasa dari surgaMu, aku dipandang dengan penuh kasih sayang. Rasanya aku diingatkan untuk melihat hidup yang telah hampir usai sudah. Untuk apa engkau datang? Apakah negerimu sudah sungguh kautinggalkan? Apakah kau sudah sungguh mati, untuk sebuah hidup baru dan kekal?” Suara-suara pertanyaan itu menggema dengan kencang dalam batinku yang tak mampu kujawab.
Aku berbalik arah dan menatap ke arah Bunda. “Bunda, engkau lebih tahu semua jawaban hidupku. Apa yang harus kujawab? Lama aku berdiam diri. Sayup terdengar dalam relung jiwaku : “ Perbuatlah apa yang dikatakan-Nya kepadamu”. ( bdk Yoh 2 :5). Rasa hatiku, tenang, setenang pagi itu. Kutatap kembali pusara – pusara itu. Aku berkata kepada mereka yang telah mendahului aku dalam pusara-pusara itu: “Berbahagialah kalian yang telah melaksanakan apa yang dikatakan-Nya kepadamu. Tolong ingatkan aku untuk melakukan apa yang dikatakanNya kepadaku.Biarkan suatu saat kita bertemu, seperti kita selalu bertemu di sini.” Bantu aku dengan doa-doamu agar di usia mudaku, aku boleh menjadi tua dan mati dalam kesetiaan kepada Tuhan,AMIN.*hm
Recent Comments