Tritunggal yang Maha Kudus, aku mengandalkan-Mu yang tak terbatas. Allah adalah Bapa-ku! Oleh karena itu, aku, anak-Nya, memiliki hakuntuk minta apa saja kepada Hati ilahi-Nya. Dan, semakin pekat kegelapanku, keyakinanku (trust) selayaknya semakin menyeluruh.
358 – Aku tidak memahami bagaimana mungkin orang tidak mengandalkan Dia yang dapat mengerjakan segala sesuatu. Bersama Dia, segala sesuatu mungkin; tanpa Dia, segala sesuatu mustahil. Ia Tuhan, Ia tidak akan membiarkan orang yang sepenuhnya mengandalkan-Nya, dikecewakan.
(BHF 357-358)
Membaca dan merenung, aku terpukau, sangat luar biasa kasih karunia Allah kepada Faustina. Seruan yang bagiku adalah sebuah madah, doa dan syair yang indah, yang memuat segala pujian, kemuliaan, keagungan kasih Allah yang maha agung dan kekal, kekal dan berkuasa yang sungguh tampak nyata bagi Faustina dalam Sakramen Maha Kudus, Hosti Kudus, Allah sendiri yang maha rahim, penuh kasih dan maha murah hati yang tersembunyi namun nyata kasih dan kehadiran-Nya dirasakan Faustina. Indah dan mengagumkan. Madah terindah dari seorang yang papa namun rendah hati dan mendapatkan anugerah perkenaan di hadapan Allah.
Semua madah itu makin nyata dan seolah terangkum dalam pernyataan dan pengakuan iman Faustina akan kemahakuasaan kerahiman Allah “Aku mengandalkan kerahiman-Mu.” Semua yang diserukan, dalam syair O Hosti Kudus, menguraikan keindahan kasih Allah dari segala aspek kehidupan , bahwa sungguh hanya ALLAH saja yang selayaknya diandalkan bukan kepada ciptaan apa pun.
Faustina begitu teguh pada keyakinan imannya sebagai seorang anak yang memiliki hak untuk.meminta apa saja kepada Hati Bapa Ilahi. Ini mengandaikan pengenalan dan relasi yang snagat mendalam dengan Allah sebagai Bapa. Suatu pengenalan dan relasi yang bukan hanya diketahui dari sisi pengetahuan, atau merasa tahu atau sudah mengenal Allah, namun lebih kepada suatu pengalaman nyata, pengalaman iman, pengalaman spiritual, yang tak terlukiskan. Mengalami dan merasakan sendiri secara langsung relasi itu. Saya dapat mengerti jika Faustina tidak memahami “bagaimana mungkin orang tidak mengandalkan DIa yang dapat mengerjakan segala sesuatu”. Benar sekali. Tapi itulah, bagiku ini bisa jadi tergantung pada kedalaman pengenalan akan ALLAH dan relasi dengan Allah. Mengetahui banyak, menulis, merenung banyak “tentang Allah” cukup jauh beda dengan bagaimana seseorang bergaul “dengan ALLAH”.
Saya merenung sambil periksa batin. Termangu dengan semua pengalaman Faustina. Ingin rasanya meniru Faustina dalam segala hal. Saya juga selalu berdoa Yesus Kau andalanku. Saya percaya, saya mengimani dan mengandalkan kerahiman Allah. Namun, ada saatnya, ketika berhadapan dengan situasi tertentu, doa-doa, syair indah, renunganku yang bagus seperti tidak berdampak apa pun dalam situasi tersebut. Aku tenggelam dalam problemku. Sisi kerapuhan manusiawiku begitu menonjol dan sesaat untuk berseru kepada Tuhan yang selalu kuandalkan menjadi tidak mudah. Ada sisi-sisi gelap iman, di mana harus meraba-raba mencari Tuhan dalam kegelapan. Kadang cepat, kadang lambat, baru tersadar dan menemukan kembali arah bahwa ALLAH yang memang harus diandalkan. Dalam hal ini, bukan mau bela diri, dari yang dimengerti Faustina, tetapi memang ada saat demikian yang bisa terjadi. Menanti sampai “terang iman itu datang menghampiri”. Saya belajar untuk berdamai dengan situasi, dan terutama dengan kelemahan, kerapuhan dan kepapan, yan sesekali tidak mudah juga. Puji Tuhan, selalu saja seperti yang diimani, “segala sssuatu mungkin bagi Tuhan” Dan benar kalimat Faustina di akhir nomor 358 ” Ia tidak akan membiarkan orang yang sepenuhnya mengandalkan-Nya dikecewakan”. Sungguh benar dan terbukti.
Maka, bagi saya, doa dan seruan-seruan yang dengan tekun dilantunkan. Tetap berjuang untuk selalu mengandalkan kerahiman-Nya. Entah kapan suatu waktu akan “diuji secara spesial” sampai akhirnya jiwa benar-benar mengakui, mengamini bahwa sungguh segalanya adalah kasih karunia dan kerahiman-Nya, bukan karena jasa dan doa-doaku, atau apa pun itu. Bagiku, selama masih bernapas, aku harus terus belajar membuka hati dengan segala cara dan terutama dengan rendah hati agar Allah yang maha rahim, mengerjakan segala sesuatu bagiku, dalam diriku, juga bagi jiwa-jiwa melalui aku atau pun bagiku dan dunia melalui jiwa-jiwa yang dipakai-Nya untuk keselamatanku.
Aku percaya tidak ada yang mustahil bagi Allah, meski pun saat kini barangkali betapa kecil dan lemahnya imanku dan betapa dangkal dan sedikitnya pengenalanku akan kuasa kerahiman-Nya. Pada saatnya dengan cara istimewa, yang hanya Allah sendiri yang tahu, semua terjadi sesuai kehendak-Nya. Yesus, aku mengandalkan kerahiman-Mu.*hm
Recent Comments