Aku mengasihi Allah dan Allah mengasihi aku.
Aku merasa bahwa aku mengasihi Allah dan bahwa Ia mengasihi aku. Karena sudah pernah mengecap Allah, jiwaku tidak dapat hidup tanpa Dia. Satu jam berada di kaki altar dalam kegersangan roh yang paling besar lebih menyenangkan hatiku daripada seratus tahun kenikmatan duniawi. Aku lebih senang berada di dalam biara sebagai orang yang dipermainkan dan sama sekali tidak dihargai daripada menjadi seorang ratu di dunia. (BHF 254)
Aku merasa bahwa aku mengasihi Allah dan bahwa Ia mengasihi aku. Sungguh, ungkapan Faustina ini seperti mewakili perasaanku juga. Aku pun merasa bahwa aku mengasihi Allah dan bahwa Ia mengasihi aku. Tentang kasih Allah yang sedemikian besar dan tak terbatas padaku, tidak diragukan lagi. Nyata, dalam semua hal, sejak aku dikandung ibuku sampai detik ini. Kalau bukan karena Allah mengasihiku, tidak mungkin aku masih dapat hidup.
Betapa bahagianya, ketika aku mengetahui, menyadari, mengalami, merasakan, dan merayakan kasih Allah dalam hidupku.Tidak ada yang lebih indah, menarik dan mengagumkan selain kasih Allah yang dialami dan dirasakan jiwaku.Aku hanya dapat termangu, tertegun, tercengang, bersyukur, bersujud, mana kala menyadari, merasalan kasih Allah. Ya…sungguh indah, tiada duanya. Tidak tergantikan oleh apa pun. Pantas pemazmur berkata : ” Lebih baik satu hari di pelataran-Mu, dari pada seribu hari di tempat lain.” Pantas jika Faustina mengidungkan mazmurnya :”Satu jam berada di kaki altar dalam kegersangan roh yang paling besar lebih menyenangkan hatiku daripada seratus tahun kenikmatan duniawi.” Mengapa? Saya sangat yakin karena Faustina sudah mengetahui, menyadari, menemukan, merasakan, mengalami betapa agung, kasih Allah. Betapa panjangnya, lebarnya, luasnya, dalamnya kasih Allah yang tak terukur. Ini bukan pengetahuan tentang kasih tetapi pengalaman kasih Allah yang sungguh dialami.
Salah satu keindahan kasih itu, bagiku adalah kemahakuasaan kasih-Nya kepadaku, misteri kasih Kerahiman Ilahi. Tentang cintaku pada Allah. Memang aku selalu merasa aku mengasihi Allah. Tetapi kadang, aku sendiri ragu-ragu. Benarkah aku mengasihi Allah dengan sungguh-sungguh? Merasa mengasihi bagiku, beda dengan sungguh-sungguh mengasihi Allah. Penting merasa dikasihi dan mengasihi Allah karena ini dasar dari iman dan pengharapan kepada Allah. Saya harus sadar penuh dan merasa pasti dengan keyakinan bahwa Allah mengasihiku dan aku mengasihi Allah.
Bagaimana perjuanganku mengasihi Allah agar tetap terpelihara dan berkobar rasa kasihku akan Allah, inilah pergumulanku. Jatuh bangun, aku belajar mencintai-Nya.
Merenung tema ini, aku ingat akan Petrus saat ditanya Yesus, “Simon, anak Yohanes, apakah mengasihi-Ku lebih dari yang lain. Simon menjawab dengan lantang tanpa pikir. “Ya Tuhan, aku mengasihi-Mu.” Yesus bertanya sampai tiga kali, dan saat yang ketiga kalinya, Petrus jadi sedih, lalu menjawab :”Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu. Engkau tahu aku mencintai-Mu.” Bukan mau meniru Petrus tetapi aku sadar, dalam hal belajar mengasihi Allah, aku seperti Petrus.
Beberapa bulan aku lalu menonton film “The Last Supper”..Aku sangat suka justru dalam adegan antara Petrus dan Yesus tentang pertanyaan ini ( Yohanes 21 : 17). Bagiku, adegan yang sangat indah dan aku sangat terharu setelah Yesus yang bangkit menemui Petrus. Dengan terbata-bata Petrus, berkata : Aku mengira imanku tidak goyah, …tetapi saat pencobaan, aku mengkhianati-Mu. Yesus demgan penuh kasih menatap Petrus. Sangat indah, aku merasakan cuplikan film ini adalah antara aku dan Tuhan Yesus. Petrus ingin mengatakan sesuatu, namun tidak jadi karena tampaknya Yesus sudah tahu semuanya dan dialihkan ke hal lain. Tak terasa air mataku mengalir, hatiku berbisik, “Tuhan, itulah aku.”
Itulah aku. Aku yang merasa mencintai Tuhan tetapi selalu juga mengkianati-Nya. Namun kerahiman-Nya besar tak terhingga untukku.
Bagaimana mungkin aku lari dan menjauh? Benar, pilihan Faustina , aku lebih senang berada di dalam biara sebagai orang yang dipermainkan dan sama sekali tidak dihargai daripada menjadi seorang ratu di dunia. Sebab Faustina tahu, dia dicintai secara istimewa. Aku juga sama, tidak akan kulepaskan Tuhanku yang telah kupegang meski berlaksa kali aku memgkhianati-Nya, karena aku percaya cinta-Nya abadi untukku. Cukup bagiku untuk terus belajar mencintai-Nya, menghayati kasih kerahiman-Nya yang selalu mengampuniku. Tuhan, ajarlah aku bagaimana mencintai-Mu dari waktu ke waktu. Yesus, Engkau andalanku. Terima kasih atas cinta-Mu.*hm
Recent Comments