Kita sudah melewati beberapa tema rekoleksi yang berbicara tentang suka cita, berbicara tentang kerasulan atau misi, juga tentang keluarga kudus.  Dalam tema tentang suka cita seperti keluarga kudus kita belajar bahwa  suka cita adalah buah Roh yang merangkul kita dalam kesulitan serta kebosanan harian. Dalam tema kerasulan atau misi, kita juga dapat belajar dari Keluarga Kudus yang dalam kesederhanaan sangat tekun dan setia pada tugas yang diemban.  Pada rekoleksi bulan ini kita diajak kembali untuk mendalami bagaimana sukacita bertanggungjawab dalam kerasulan. Kita bisa membuat korelasi singkat dari tema ini. Sukacita artinya “sebuah perasaan kesenangan dan kebahagiaan yang besar.” Tanggung jawab adalah kesanggupan untuk menetapkan sikap terhadap suatu perbuatan yang diemban dan kesanggupan untuk memikul resiko dari sesuatu perbuatan yang dilakukan. Pengertian tanggungjawab ini juga mengandung makna kerasulan, artinya siap untuk melakukan sampai akhir. Dengan demikian, kitab bisa memberi arti bahwa suka cita bertanggung jawab dalam kerasulan berarti konsistensi dalam melaksanakan dan menyelesaikan sebuah keputusan yang tentu didalamnya terkandung tantangan dan  resiko.

Tanggung jawab sebagai pribadi yang mengabdi

Berbicara tentang tanggung jawab, kita akan berpikir tentang orang yang tangguh, kuat, gagah perkasa, dan bekerja siang malam tiada henti. Jika kita memiliki pemahaman ini maka masih sampai pada “orang” atau “person” bukan pribadi atau “ self” yang bertanggung jawab. Orang yang bertahan bekerja sekuat tenaga sepanjang hari belum bisa dikatakan bertanggungjawab jika sepanjang bekerja tidak mengalami sukacita yang hakiki. Ia dapat bekerja rajin namun belum memiliki aspek-aspek kepribadian yang menolongnya bukan hanya sampai pada level bekerja tetapi merasul. Berikut adalah beberapa kriteria pribadi yang bertanggung jawab.

Memiliki Kesadaran. Seseorang baru dapat diminta tanggung jawab, bila ia sadar tentang apa yang diperbuatnya. Seseorang yang sadar pastilah paham akan resiko yang akan datang pada setiap perbuatan yang dilakukannya. Pribadi yang memiliki kesadaran mampu bertindak berdasarkan kebenaran dalam setiap keputusan dan tindakannya.

Kecintaan atau Kesukaan. Cinta berarti dorongan untuk melakukan sesuatu yang luhur; tidak terikat pada benda-benda duniawi. Cinta menimbulkan rasa patuh, rasa rela, dan rasa rela berkorban. Dengan cinta, sesuatu yang awalnya terasa berat menjadi ringan, didasari karena manusia suka dan rela melakukan hal tersebut. Sebagai balasannya, manusia terkadang tidak mendapatkan hal-hal yang konkrit dan fana seperti uang, namun ia mendapatkan hal yang lebih luhur, seperti kepuasan batin dan perasaan dicintai. Dengan kerelaannya untuk mencintai sesuatu yang ia lakukan, seorang professional tentu juga rela untuk bertanggung jawab atas tindakan yang telah ia lakukan dengan penuh cinta tersebut

Keberanian.Kita sering mendengar quates “berani berbuat dan berani untuk bertanggungjawab”. Keberanian didorong oleh rasa keikhlasan. Keikhlasan disini adalah tentang menerima resiko yang dihadapkan kepadanya (berlapang dada). Ia tidak takut dan ragu-ragu dalam menghadapi halangan dan rintangan yang muncul sebagai konsekuensi dari perbuatan yang dilakukannya. Ia tidak berusaha untuk menghindari atau mengakali dampak yang timbul setelah dirinya mengambil sebuah tindakan; ia dengan berani mempertanggungjawabkan perbuatannya hingga tuntas. Keberanian ini kemudian perlu untuk didasari dengan pertimbangan yang matang, sehingga kemudian ia tidak menjadi keberanian kosong atau membabi buta. Keberanian yang baik adalah keberanian yang dilandaskan pada kesadaran dan cinta.

Pengabdian atau Pengorbanan. Pengabdian berasal dari kata dasar “abdi” yang berarti memperhambakan atau menyerahkan diri. Pengorbanan berasal dari kata dasar “korban” atau “kurban” yang berarti mempersembahkan atau dengan kata lain memberikan diri (Kon. 40). Dengan demikian, kedua istilah diatas memiliki arti yang hampir sama, yaitu kesediaan seseorang untuk mengabdikan diri dengan mengorbankan segala hal yang dimilikinya untuk mengerjakan sesuatu.

Kita bertanggung jawab sebagai kawan sekerja Allah

Bertanggung jawab dalam menjalankan hidup adalah bagian yang tak terlepaskan dari karya penciptaan Allah. Bukan hanya manusia yang diminta untuk bertanggung jawab, Allahpun tidak lepas dari tanggung jawab. Justru pertama-tama Allahlah yang mencipta dengan penuh tanggung jawab. Walau Ia menciptakan segala sesuatu dengan begitu baik dan sempurna, Ia tidak meninggalkan dan membiarkan ciptaanNya dalam kesendirian. Ia senantiasa ada bagi ciptaanNya, memelihara dan memberkati seluruh ciptaanNya. Hal tersebut membuktikan bahwa Ia adalah Allah yang bertanggung jawab.

Hadirnya Yesus di tengah dunia adalah bentuk tanggung jawab Allah akan ciptaanNya. Ia menjadi Allah yang begitu peduli, sehingga tidak membiarkan kita mengalami kegagalan demi kegagalan terus menerus. Ia hadir memberikan kita teladan hidup, menyatakan bagaimana cara melepaskan diri dari ikatan dosa, dan juga melepaskan diri dari dosa. Merupakan hal yang luar biasa apa yang dilakukan Allah tersebut, karena itu semua dilakukanNya bukan dalam rangka bertanggung jawab atas kegagalanNya sebagai pencipta, namun karena kegagalan kita untuk taat akan perintahNya.

Allah mau kita juga meneladani tanggung jawabNya. Bukan semata-mata karena Allah sudah bertangung jawab secara luar biasa dalam kehidupan manusia. Tanggung jawab yang kita lakukan bukan untuk Allah, tapi untuk kita sendiri. Kita yang akan menikmati hidup, bila kita hidup bertanggung jawab. Kita hidup tanpa rasa takut, kuatir, tanpa tekanan dan dampak dosa. Ikuti apa yang menjadi kehendak Allah dalam segala perkara. Dahulukan apa yang Allah inginkan, daripada apa yang kita inginkan. Cobalah merespon layaknya Allah merespon. Jadi sebenarnya hidup bertanggung jawab itu tidak sulit, hanya mengikui cara hidup Allah dalam diri Yesus Kristus AnakNya yang Tunggal. Yang menjadi sulit adalah karena kita lebih suka mengikuti apa yang kita inginkan ketimbang yang Tuhan inginkan.

Bertanggung jawab dalam Kerasulan Kongregasi

Kerasulan kongregasi adalah unsur konstitutif yang berarti kita bersatu karena panggilan dan visi misi yang sama . Kesatuan kita dalam kongergasi ini adalah untuk kerasulan. Sebagai suster KKS, dalam pelayanan bagi gereja dan masyarakat kerasulan kita hendaknya didasari oleh kesedehanaan, ketaatan, dan kesiapsediaan. Kongregasi dalam persekutuan dengan gereja selalu memupuk dan menghayati semangat misioner dalam pewartaan, maka semua suster perlu memiliki kesadaran akan tanggung jawab bersama terhadap hidup dan karya kongregasi (Kon. 133). Kerasulan suster KKS pertama-tama terletak pada kesaksian hidup. Tujuan kerasulan kita adalah untuk menyelamatkan manusia baik dalam gereja maupun masyarakat, meskipun mengalami resiko ditolak, dan tantangan yang lain. Itulah arti dari mengikuti Kristus secara lebih dekat dalam perjuangan-Nya mewartakan kerajaan Allah. Namun, kerasulan hidup kita tidak hanya sampai pada level pemahaman menjadi cara hidup melainkan juga sampai pada cara kerja. Dengan meneladan Mgr. Vitus Bouma kita bekerja secara sistematis : ada perencanaan, terarah, dan terorganisir.

Dalam merasul pada zaman modern ini hal pertama yang harus dimiliki oleh religious KKS adalah sikap taat. Kita bisa saja memiliki ide, inspirasi, perencanaan, serta banyaknya bakat dan kemampuan, namun jika tidak memiliki ketaatan dalam melakukannya maka hal ini bukanlah sebuah tanggung jawab terhadap kerasulan tetapi tanggung jawab atas keinginan. Kita sejenak melihat situasi-situasi komunitas tentang tanggung jawab terhadap kerasulan yang dibahas dalam dokumen kapitel umum. Situasi-situasi tersebut merupakan perjuangan terus menerus yang dibangun oleh seluruh anggota Kongregasi dalam hal tanggung jawab. Rela berkorban VS cuek. Semangat  VS malas memacu diri.Berani VS takut terhadap resiko. Kreatif VS kerja berdasarkan SK.Segera VS menunda.Bertahan VS Lelah hati.Taat VS memberontak (langsung dan tidak langsung).Dengan semangat Keluarga Kudus, semua hal positif tersebut menjadi motivasi  untuk bergerak bersama dalam kesatuan mewujudkan rasa tanggungjawab terhadap perkembangan kerasulan kongregasi.

Keluarga Kudus sebagai model sukacita dalam bertanggungjawab

Belajar dari St. Yosef. Melalui Surat Apostolik “Patris corde” (“Dengan Hati Seorang Bapa”), Paus Fransiskus memperingati 150 tahun deklarasi Santo Yosef sebagai Pelindung Gereja Semesta.  Ada tujuh  karakteristik Santo Yosef dari surat “Patris Corde”  salah satunya adalah Bapa Yang Bekerja.Yosef sering dijuluki sebagai “ pelindung para pekerja” karena Yosef adalah seorang pekerja keras. Yesus dan Maria hidup dari nafkah Yosef yang berprofesi sebagai tukang kayu. Ia menjalani dengan penuh rasa syukur karena Ia tahu bahwa yang dihidupi bukanlah keluarga biasa melainkan ibu dan Anak Tuhan yang dititipkan kepadanya. Santo Yusuf sangat melindungi dan memelihara Keluarga Kudus. Ia merupakan sosok yang pekerja keras dan berusaha menyediakan segala kebutuhan yang diperlukan oleh keluarganya. Ia mendapat makanan dari hasil kerja kerasnya dan tidak memikirkan kebutuhan dirinya sendiri, melainkan mengusahakan diri untuk mampu memenuhi kebutuhan yang terbaik bagi keluarganya. Inilah bentuk tanggungjawab St. Yosef.  Bagaimana saya sebagai suster KKS  dalam mengikuti teladan hidup  St. Yosef?

Belajar dari  Bunda Maria. Tanggungjawab Maria dimuai  sejak menerima kabar hingga Yesus dimakamkan. Artinya seluruh hidup Yesus ada ditangan Maria. Sebagai ibu Maria tidak melarikan diri tetapi berdiri kokoh dan kuat didasarkan iman dan harapan untuk siap menghadapi dan menerima konsekuensi dari keputusannya dihadapan Allah. Ini adalah tanggung jawab Maria. Bagaimana saya sebagai suster KKS dalam mengikuti teladan hidup Maria?

Belajar dari Yesus. Yesus bertanggung jawab kepada BapaNya sebagai bukti kecintaan pada Allah dan manusia yang berdosa. Dalam berkarya Yesus menghayati sebagai pribadi yang merasul bukan sekedar orang yang bekerja. Sebagai suster KKS kita belajar dari Yesus, bahwa kita adalah pribadi yang merasul yang didalamnya meniru cara berpikir, cara merasa, dan cara bertindak Yesus

Refleksi

  1. Bekerja dan merasul adalah dua hal yang berbeda. Bagaimana usaha saya untuk menerima dan menanggapi tugas perutusan sebagai bagian dari kerasulan?
  2. Manakah teladan Keluarga Kudus yang menjadi landasan bagi saya untuk bersukacita dan bertanggung jawab dalam kerasulan?
  3. Buatlah niat-niat baru untuk menghayati sukacita bertanggung jawab dalam karya kerasulan Kongregasi?