Kehidupan yang kita jalani, suka duka silih berganti, yang kadang membuat rasa syukur dan sukacita kita mengalami fluktuasi, naik turun. Ada saat -saat puncak rasa syukur dan sukacita yang kita rayakan, namun ada pula kala pencobaan dan penderitaan menerpa seolah hilang lenyap rasa sukacita. Duka dan kecemasan, sakit dan penderitaan  salah satu orang dalam komunitas atau Kongregasi, menjadi duka dan kecemasan, sakit dan penderitaan kita bersama sebagai satu tubuh dalam Kristus. Dalam keadaan demikian, beragam respon  memengaruhi  sukacita kita yang terasa berat untuk dijalani. Dalam keadaan demikian apakah kita  sadar bahwa kita tidak sendirian, Tuhan yang berada dan tinggal beserta kita, juga turut mengalami penderitaan yang kita alami. Sadarkah kita, bahwa kehadiran  Tuhan yang kekal dan abadi justru untuk menemani kita lebih erat , lebih dekat bahkan menggendong kita saat kita lemah, tak berdaya, menjerit kesakitan dan tidak mampu berbuat apa-apa. Apakah pada kondisi demikian, pertama-tama kita alami kita berlari dan bersujud di hadapan Tuhan, berseru kepada-Nya dengan suara nyaring, atau duduk diam tanpa kata, hanya air mata dan kesesakan rasa yang menjadi ungkapan hati? Apakah pada saat seperti itu, kita berani memeluk kaki-Nya, menarik tangan-Nya untuk berjalan di depan kita? Ataukah kita memersalahkan Tuhan yang mengizinkan semua itu terjadi yang tidak kita kehendaki, dan kita tidak rela menerima dan sedikit mengalami  kesulitan, kesukaran, penderitaan?

Keluarga Kudus sama sekali tidak dibebaskan dari kesukaran dan penderitaan besar dan kecil. Bahkan sejak awal mula inkarnasi Yesus Kristus dalam keluarga Kudus telah membawa penderitaan bagi Yusuf dan Maria. Mereka tidak dibebaskan dari derita, meski menjadi orang-orang pilihan Allah untuk keselamatan umat manusia dan dunia. Bagaimana mungkin, kita yang meneladan Keluarga Kudus mau menghindari diri dari kesukaran dan kesulitan dan derita? Tidak ada jalan lain kepada keselamatan, kebangkitan dan kemuliaan selain melalui jalan salib, jalan penderitaan yang telah dialami oleh Yesus, oleh Keluarga Kudus. Yesus bahkan taat pada seluruh kehendak Bapa, sampai wafat bahkan wafat di kayu Salib.

Dalam menanggapi kesukaran, kesulitan dan derita, kita perlu lebih dekat, lebih sering, lebih lama dan berlama-lama dengan Yesus, Bunda Maria dan Bp Yosef. Sebab yang kita alami telah mereka lalui, dan kita yakin dalam iman bersama Keluarga Kudus semua pasti teratasi, terlewati  dan berakhir dengan baik. Dalam seluruh Sejarah Kongregasi sejak awal, sampai hari ini, tidak kurang kesulitan dan tantangan, namun sungguh sangat bersyukur bahwa sampai hari ini semua masih baik-baik saja dalam lindungan Tuhan.Sejak awal hidup kita setiap pribadi, tidak kurang kelemahan, kekurangan, sakit penyakit, duka derita, tantangan dan hambatan, tetapi..lihatlah semua sudah terlewati dan baik-baik saja dalam perlindungan Tuhan? Mengapa? Karena Tuhan selalu bersama kita, telah menjaga dan melindungi, memulihkan dan menyembuhkan, membebaskan dan menyelamatkan.  Maka, kita semua diundang untuk tetap berani maju penuh keyakinan iman yang berpengharapan untuk mengabdi Allah, mengasihi-Nya, melayani-Nya dalam diri sesama kita melalui tugas perutusan kita masing-masing. Tidak ada yang terlalu sulit untuk dijalani jika berjalan bersama Tuhan. Terkecuali memang kita sendiri yang memilih berjalan sendiri, menyendiri, melepaskan diri dari komunitas, menjauhkan dari doa bersama dan kebersamaan. Ibarat api unggun, jika setumpuk kayu dinyalakan, akan berkobar nyalanya, dan kehangatannya terasa jauh menyebar, tetapi jika salah satu kayu ditarik keluar menjauh dari  kumpulannya sudah pasti akan padam. Demikian juga, setiap kita yang sudah pasti mengalami pasang surut hidup ini, ada saat bosan, jenuh, malas dan berbagai-bagai hal lainnya, yang menarik kita keluar untuk berjalan sendiri, berpikir sendiri, bekerja sendiri. Mungkin raga ada bersama, tetapi pikiran, perasaan, hati di tempat lain, kita menjadi asing dengan diri sendiri dan sesama, barangkali juga asing dari Tuhan. Ini juga salah satu penderitaan, suatu realitas manusiawi, suatu pengalaman krisis.

Pengalaman manusiawi yang perlu diakui di hadapan Tuhan dan di hadapan sesame agar mendapatkan pertolongan. Yesus di taman Getsemani, sungguh sendirian, berdoa sampai berpeluh darah, tidak ada jalan  lain selain menerima. Dan dalam diam dan sepi Allah mengutus malaikat-Nya untuk meneguhkan-Nya. Kehendak Allah tetap terus terjadi entah kita menerima, menolak atau berniat menundanya. Di hadapan Allah dan bagi Allah, tidak ada jalan untuk memanupulasi situasi, mensiasati diri, sebab kita berhadapan dengan Allah yang maha tahu. Semua ada dalam rancangan dan kendali Allah sendiri. Kita bukan apa-apa, maka dalam keadaan demikian yang bisa saja menerpa kita, jalan terbaik adalah mengulurkan tangan kepada Tuhan, seperti Simon Petrus yang berani berjalan diatas air, tapi setelah dirasakan tiupan angin, takut dan nyaris tenggelam, tapi segera sadar dan berteriak, “Tuhan, tolong aku”. Segera, Yesus mengulurkan tangan-Nya. Segala bentuk derita apa pun, kesukaran dan kesulitan, dipakai Allah sebagai “jalan untuk Kembali, jalan untuk mengandalkan Allah sendiri, jalan untuk mengakui dengan iman bahwa tanpa Allah, kita tak dapat berbuat apa-apa.

Tidak ada yang terlalu sukar jika berkarya bersama Allah.  Allah menghargai usaha dan perjuangan kita untuk karya keselamatan. Tuhan menghargai setiap tetes keringat dan mengubahnya menjadi tetes -tetes berkat bagi kita. Allah juga tahu kita sedang lelah, sakit, bosan dan jenuh. Allah tahu keberadaan kita, masih searah atau sudah menyimpang. Dan Allah tidak hanya menanti di persimpangan jalan menunggu kita bertobat, tapi berjalan bersama kita dan senantiasa berbisik dengna lembut agar kita Kembali. Hanya saja, sering kita tidak mendengar bisikan-Nya karena focus dengan diri kita dan masalah-masalah kita. Atau kita sengaja tidak mau mendengar karena masih senang dengan kesenangan palsu. Allah mendengar setiap keluhan dan rintihan dan berkenan mengubahnya menjadi nyannyian syukur gembira. Allah tahu setiap perjuangan  kita yang penuh pergulatan, sebab Dia menyelami lubuk hati dan menguji sanubari. Tuhan mengenal setiap gerakan batin kita, mengetahui semua rancangan kita, bahkan ketidakmurnian motivasi dan tipu muslihat kita, keengganan dan kemalasan kita. Sesungguhnya Tuhan mengenal secara detail, dan tak satu pun tersembunyi di hadapan-Nya yang maha tahu dan maha kuasa. Namun, demikian tak pernah sekali pun Tuhan menghukum kita, masih selalu diberi-Nya kita kesempatan untuk memperbaiki diri dan bertobat.

Refleksi:

  • Bagaimana selama ini kita merespon kesukaran, kesulitan komunitas dan Kognregasi? Apakah kita ikut prihatin dan mau dengan sukarela ikut menanggung beban komunitas dan Kongregasi”
  • Bagaimana respon atau tanggapanku terhadap sesama suster yang sedang alami penderitaan, mungkin sakit penyakit, yang membutuhkan perhatian dan perawatan lebih serius?
  • Bagaimana respon kita terhadap para suster senior yang telah mulai mengalaami kemunduran secara alami baik fisik, maupun mental?
  • Bagaimana respon kita terhdap sesama saudari kita yang karena kelemahan kodrati dalam hal-hal tertentu, mendukakan hati kita, merugikan sesama, mungkin membuat kita malu , tidak suka atau bahkan mungkin menyakiti kita?
  • Adakah kita pernah menyadari bahwa dalam saat tertentu, atau kesempatan di masa lalu atau nanti suatu waktu di masa yang akan datang, kita juga bisa saja jatuh dalam pengalaman sulit dan sukar yang sedang dialami oleh sesama kita? Kira-kira apa yang kita harapkan dari sesama kita? Bukankah setiap kita, sebenarnya selalu sjaa, hari demi hari membutuhkan sedikit perhatian dan cinta, penerimaan tanpa dihakimi, dan dituntun ke jalan yang benar? Dan apakah kita sendiri rela sedia untuk dirangkul kembali dengan penuh kehangatan kasih  oleh Tuhan dan sesama?