RABU, PEKAN BIASA XXXIV “
Dan. 5:1-6,13-14,16-17,23-28 ; MT Dan. 3:62,63,64,65,66,67; Luk. 21:12-19
Warna Liturgi Hijau
Hari ini kita diajak merenungkan kesombongan manusia, kesetiaan dalam penderitaan, dan keberanian menjadi saksi Kristus. Bacaan dari Kitab Daniel dan Injil Lukas menyuarakan satu pesan kuat: Tuhan menulis sejarah kita, dan kita dipanggil untuk membacanya dengan iman.
Dalam bacaan pertama (Daniel 5), Raja Belsyazar mengadakan pesta besar dan menggunakan perkakas Bait Allah untuk minum anggur dan memuliakan dewa-dewa buatan. Di tengah pesta itu, muncul tangan misterius yang menulis di dinding: Mene, Tekel, Parsin —tanda bahwa kerajaan sang raja akan berakhir karena ia tidak memuliakan Tuhan.
Ini adalah peringatan bagi kita semua: jangan bermain-main dengan hal-hal kudus. Ketika kekuasaan, harta, dan kesenangan menjadi berhala, kita bisa kehilangan arah. Di tengah kemajuan ekonomi dan budaya, kita diingatkan untuk tidak melupakan Tuhan dalam pesta kehidupan.
Daniel, seorang muda yang bijak dan setia, berani menafsirkan tulisan itu. Ia tidak takut berkata jujur kepada penguasa. Ini adalah teladan keberanian moral dan spiritual: berani menyuarakan kebenaran di tengah sistem yang korup. Daniel adalah contoh sosok beriman yang tetap teguh setia dalam imannya. Ia berani bersaksi menyatakan kebenaran imannya di hadapan raja yang congkak dan sombong. Ia mempertaruhkan hidupnya demi kebenaran imannya.
Menjadi pengikut Kristus berarti selalu memberi kesaksian iman secara setia. Sebab, setiap murid akan selalu mengalami hambatan, tantangan, bahkan perlawanan. Yesus menegaskan bahwa dalam keadaan seperti itu setiap murid tidak usah gelisah dan takut. Sebab, tumpuan kekuatan dan harapan mereka adalah Yesus, sang kepala. Ia yang telah mengalami semua itu dan telah mengalahkan serta menang atas semuanya itu. Yesus memberi jaminan: “Tidak sehelai pun berambut kepalamu akan hilang. Kalau kalian tetap bertahan kalian akan memperoleh hidupmu”. Ini adalah janji bagi kita yang berani menjadi saksi Kristus di zaman ini. Di tengah tekanan sosial, tantangan moral, dan godaan dunia, kita dipanggil untuk bertekun dan setia. Kesaksian kita bukan hanya lewat kata-kata, tetapi lewat kejujuran, kasih, dan keberanian.
Bagaimana kesetiaan imanku? Sejauh mana aku meyakini jaminan Allah bagi perjuangan dan hidupku? Beranikah aku memberikan kesaksian kebenaran imanku di dalam setiap situasi, bahkan dalam situasi yang paling sulit sekalipun?
Dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa menghidupi pesan ini dengan: Membaca “tulisan Tuhan” dalam peristiwa hidup: sakit, kegagalan, keberhasilan, semuanya bisa menjadi pesan ilahi. Menjadi Daniel zaman kini: berani berkata benar, meski tidak populer. Menjadi saksi Kristus di tempat kerja, sekolah, dan keluarga: lewat integritas dan kasih. Mengajak orang muda untuk tidak larut dalam pesta dunia, tetapi membangun hidup di atas nilai-nilai kekal.
Tangan Tuhan masih menulis hari ini—bukan di dinding istana, tetapi di hati kita. Pertanyaannya: apakah kita berani membaca dan menafsirkan tanda itu dengan iman?
Mari membangun kesetiaan iman kita, meyakini jaminan Allah bagi seluruh perjuangan dan hidup kita. Mari berani memberikan kesakian kebenaran iman kita, kapan dan di mana pun kita berada.
Tuhan memberkati. * RD AMT
Recent Comments