Hidup Kaul Yang Apostolik yang kita renungkan bersama dalam bulan ini, mengajak kita untuk menyadari dengan sungguh inti dari hidup kita sebagai Religius. Inti hidup religius adalah persembahan diri kepada Tuhan. Persembahan diri yang didasari oleh cinta kepada Tuhan. Persembahan diri ini, terwujud dalam pemberian diri yang total melalui penghayatan ketiga kaul berdasarkan Karisma dan Spiritualitas masing- masing Kongregasi atau tarekat. Persembahan diri religius didasari oleh Cinta Tuhan yang lebih dulu mencinta manusia. Untuk membalas cinta Tuhan tersebut, kaum Religius atau biarawan – biarawati menanggapinya dengan menghayati nasehat- nasehat injil.

Ketiga kaul yang kita hanyati bersumber pada inspirasi Yesus. Yesus hidup tidak kawin, kita hayati dalam kaul kemurnian ( Kons.no.31 ). Yesus yang hidup tidak terikat pada harta benda ( Mat 8 : 20; Filipi 2:5 – 7 ), kita hayati dalam kaul kemiskinan ( Kons. No.37 ). Yesus merelakan kehendak bebasnya ( Yoh 4:3; Yoh 6:38; Filipi 2 : 8 ), kita hayati dalam kaul ketaatan ( Kons.N0. 46 ). Tolak ukur hidup kita sebagai Religius adalah mengikuti Kristus menurut injil ( PC 2). Artinya yang menjadi patokan bagi kita dalam menghayati ke-tiga kaul adalah cara hidup Yesus sendiri. Ketiga kaul yang kita hidupi merupakan karunia Ilahi yang kita terima dan dipelihara dengan bantuan rahmat Tuhan ( Kons. No 27 – 28 ). Untuk itu kesetiaan kita menghayati ke-tiga nasehat injil bukan prestasi manusia yang perlu kita banggakan, tetapi harus kita syukuri sebagai anugerah Allah bagi kita yang dipanggil-Nya.

Menurut Katekismus Gereja Katolik kaul adalah : Janji kepada Allah yang dibuat dengan tekad bulat dan bebas mengenai sesuatu yang lebih mungkin dan baik, harus dipenuhi demi keutamaan agama. Kaul adalah suatu tindakan penyerahan diri, yang dengannya warga Kristen menyerahkan diri kepada Allah atau menjanjikan suatu perbuatan baik pada-Nya. Dengan memenuhi kaulnya, ia mempersembahkan kepada Allah, apa yang telah ia janjikan atau ikrarkan ( KGK 541 ). Kaul merupakan anugerah dan sarana agar kita yang terpanggil, dapat memberikan diri dengan penuh  kebebasan seperti Kristus memberikan diri-Nya kepada  Gereja dan manusia. Maka kaul merupakan suatu perjanjian manusia kepada Allah. Perjanjian tersebut pertama-tama diprakarsai oleh Allah, yang membutuhkan tanggapan dari manusia ( Darminta, SJ ).

Berkaul berarti mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan. Maka Motivasi terdalam dari hidup berkaul hanyalah karena cinta Tuhan yang lebih dahulu mencintai kita. Penghayatan akan hidup Kaul merupakan ungkapan syukur kepada Tuhan yang telah memberikan diri-Nya melalui Putra-Nya Yesus Kristus, bagi keselamatan manusia. Untuk itu melalui Kaul yang kita ikrarkan menuntut kita untuk melakukan hal yang sama seperti Yesus, mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah, sesama dan Gereja demi kemuliaan Allah dan keselamatan sesama( kons. No 28 ).

Anjuran Paus Fransiskus

Paus Fransiskus dalam suratnya pada tahun Hidup Bhakti mengajak kita semua yang hidup membiara untuk merefleksikan panggilan kita dan menghidupi panggilan kita dengan gembira dan sukacita. Secara singkat ada 5 hal yang ditekankan oleh Paus ( Pope Francis, 2014 ) :

  1. Merefleksikan Sejarah Kongregasi

Sejarah Kongregasi yang perlu direfleksikan adalah : Spiritulitas, Visi – Misi Kongregasi dan Karisma Pendiri. Dengan merefleksikan kembali Sejarah Kongregasi,  kita melihat kembali bagaimana Tuhan menggerakkan hati Pendiri sehingga menanggapi panggilan Tuhan dengan penuh semangat di tengah tantangan dan pergulatan yang dilalui. Kita dapat menimba gerak Roh yang dialami Pendiri. Kita disadarkan dan bersyukur kepada Tuhan yang terus menyertai dan menguatkan  pengalaman perziarahan Kongregasi hingga saat ini.

  1. Menjalani hidup sekarang dengan semangat

Paus mengajak kita semua untuk menghayati hidup berkaul di zaman ini dengan semangat, gembira dan tabah hati. Kita bergembira dan bersemangat bukan karena sekedar karena keberhasilan. Kita bergembira karena Tuhan yang selalu mencintai, menyertai,dan tidak pernah meninggalkan kita.Bergembira karena dekat dengan Tuhan. Kita bersemangat karena menjalankan penggilan dan perutusan Tuhan sendiri.

  1. Menatap ke depan dengan penuh harapan

Paus mengajak kita untuk menatap ke depan dengan penuh harapan. Banyak tantangan dan hambatan  di masa depan. Kita harus tetap memiliki harapan. Harapan bukan hanya sekedar bertambahnya anggota dan berkembangnya pelayanan. Namun lebih dari itu, kita selalu berpengharpaan, karena kita mengikuti Tuhan yang selalu memberikan harapan. Tuhan yang kita ikuti selalu menyertai kita ( Mat. 28 : 20 ).

  1. Menjadi tanda sukacita dunia.

Secara khusus Paus Fransiskus mengharapkan kita semua kaum  berkaul, hendaknya hidup gembira dan penuh sukacita. Hanya dengan itu, kita  dapat menjadi tanda sukacita bagi umat manusia. Kita gembira dan bersukacita karena mengikuti panggilan Tuhan. Kesatuan kita dengan Tuhan yang memampukan kita mengalami sukacita. Kasih persaudaaraan, cinta yang saling menguatkan dalam komunitas, membuat kita semakin gembira. Melaksanakan tugas perutusan dengan tekun dan setia, membawa sukacita yang semakin besar. Kita  mengalami kepenuhan hidup sebagai manusia. Kegembiraan dan sukacita dalam diri sendiri akan memampukan kita menjadi pembawa sukacita dan kegembiraan bagi orang lain dan  dunia. Kita diajak  untuk “keluar”, pergi dari rumah biara membawa kegembiraan kepada manusia yang banyak tidak bahagia di zaman sekarang. Mereka adalah orang- orang yang ditinggalkan saudaranya, disingkirkan, yang terbuang, sakit, miskin, lemah dan tak berdaya. Dengan membantu mereka, kita akan dibantu. Dengan memberi kepada mereka, kita akan menerima. Dengan membahagiakan mereka, kita bahagia.Dengan menyembuhkan mereka, kita disembuhkan.

  1. Tanda persaudaraan bagi dunia. Paus mengajak kita untuk menjadi pembawa persaudaraan bagi dunia yang banyak konflik dan permusuhan.

Penyerahan Diri Dalam Bentuk Tiga Kaul

Kaul Kemurnian.  Dengan Kaul kemurnian yang kita ikrarkan adalah kita ingin menyerahkan diri penuh kepada Yesus.Yesus menjadi satu-satunya yang bernilai dalam hidup kita.Yesus menjadi yang paling utama dalam hidup kita.( Konst. no 30 – 31 ). Dalam praktek hidup setiap hari, kita selalu diajak untuk semakin menyatu dengan Tuhan dengan membangun relasi yang akrab dengan Tuhan. Maka, hidup doa bagi seorang Biarawan atau Biarawati  adalah mutlak, karena lewat doa itulah kita membangun relasi dekat dengan Tuhan yang memanggil kita ( kos. No. 32 ). Dengan kaul keperawanan, kita tetap boleh membangun persahabatan dengan siapa pun, namun persahabatan itu tidaklah eksklusif, dan tidak mengurangi kedekatan dan kesatuan kita dengan Tuhan.

Kaul Kemiskinan. Dengan kaul kemiskinana semangat yang kita kembangkan dan  miliki adalah lepas bebas,terhadap barang, hal apa pun dan siapa pun. Karena Yesus adalah satu-satunya yang utama dan bernilai dalam hidup kita. Maka barang, fasilitas, keadaan, kedudukan, teman adalah sarana bagi kita untuk semakin dekat dengan Yesus.( Filipi. 3 : 7 -8 ) Kita dengan gembira meninggalkan semuanya demi ikut panggilan Tuhan ( kons.no 35, 37 ). Dalam hidup setiap hari semangat kemiskinan yang kita hayati secara nyata harus meniru dari semangat Yesus yang menjadi miskin untuk memperkaya orang lain. Maka kemiskinan kita diwujudkan dalam pelayanan keluar, yaitu berkarya bagi orang lain terutama yang miskin dan kecil. Kemiskinan kita akan menjadi tidak berguna, ketika tidak ada dampak bagi keselamatan orang lain. Semangat yang kita kembangkan adalah semangat murah hati seperti Tuhan sendiri murah hati kepada kita. Kita diajak untuk murah hati kepada orang lain dalam karya pelayanan kita. Kita telah menerima dengan cuma-cuma, maka bagikanlah pula dengan cuma- cuma ( Mat 10 : 8b ).Salah satu praktek semangat kemiskinan yang perlu dikembangkan zaman sekarang adalah kesadaran akan dosa sosial. Kita  berdosa bila mempunyai kemampuan, bakat, barang dan lain –lain, hanya didiamkan saja, tidak berdampak bagi orang lain, padahal orang banyak membutuhkan.( kons no.40 )

Kaul Ketataan. Semangat ketaatan yang kita ikrarkan dan hidupi adalah menaati kehendak Tuhan sama seperti Yseus (Kons.no 44 ). Kita mencari dan menaati kehendak Tuhan lewat Kongregasi. Maka meskipun gagasan kita sehebat apa pun dibandingkan dengan gagasan Kongregasi, namun pada akhirnya kita harus rela meninggalkann gagasan kita dan menuruti gagasan Kongregasi lewat pemimpin Kongregasi ( kons.no 46 ). Dalam praktek ketaatan hidup setiap hari, sebagai anggota diharapkan terbuka menyampaikan gagasan, ide, serta apa yang kita rasakan dalam hati dan karya kita. Lewat keterbukaan akan membantu pemimpin untuk berdiserment dan mengambil keputusan yang tepat dalam mengutus kita ( kons no.50 ). St Ignatius Loyola menganjurkan tiga sarana melatih ketaatan:

  • Senantiasa melihat Tuhan dalam diri superior, siapa pun orangnya
  • Membenarkan perintah atau nasehat superior
  • Menerima setiap perintah sebagai perintah dari Tuhan, tanpa meneliti ataupun mempertimbangkannya.

Tantangan Penghayatan Kaul

Tantangan dari diri sendiri. Ada banyak hal yang dapat menjadi tantangan bagi kita dalam menghayati hidup membiara dengan ketiga kaul. Dalam pengalaman tantangan dari diri sendiri dirasakan lebih berat dan membutuhkan daya tahan dan kekuatan yang besar untuk mengalahkannya, karena tantangan dari diri sendiri sulit untuk diobjektifkan. Beberapa  contoh tantangan dari diri sendiri :

  • Relasi dengan Tuhan tidak mendalam

Beberapa orang dalam hidup membiara relasi dengan Tuhan kurang mendalam atau dangkal. Hal ini disebabkan karena hidup doa dan hidup rohani tidak diusahakan, terlalu sibuk dengan bekerja. Karena relasi dengan Tuhan dangkal dan tidak mendalam, maka tidak peka pada kehendak Tuhan dan tidak peka pada godaan yang dialami. Akibatnya mudah jatuh dalam godaan.

  • Malas atau Kemalasan

Dalam hidup membiara ada orang yang sering kelihatan malas dalam bekerja, dalam melakukan tugas perutusan bahkan dalam berdoa. Malas berarti orang tidak punya semangat untuk melakukan sesuatu dalam hidupnya, tidak ada gairah dalam hidup, dan tidak mau mengerjakan yang menjadi tugasnya. Orang yang malas bekerja berarti melanggar kaul kemiskinan. Malas melakukan tugas perutusan berarti tidak taat kepada Kongregasi yang menugaskan. Kemalasana menjadi jalan masuk setan untuk menggoda agar tidak setia pada hidup membiara.

  • Ketidakjujuran dan ketertutupan

Beberapa orang dalam hidup membiara sulit maju dalam penghayatan akan ketiga kaul karena sikap dan sifatnyanya yang tidak jujur dan tertutup. Orang yang tidak jujur, yang integritasnya rendah, seringkali  mudah untuk menipu dan menutupi dirinya yang kurang baik dalam penghayatan kaul, sehingga sulit berkembang. Orang yang tertutup tidak akan berani untuk mengungkapkan apa yang dialami, dirasakan dan dipikirkan kepada orang lain termasuk kepada pembimbing dan pemimpin. Akibatnya kalau mengalami kesulitan dalam penghayatan kaul, sulit untuk dibantu karena orang lain tidak pernah tau apa yang dipikirkan atau dirasakan.

  • Mencari enak

Ada beberapa orang dalam hidup membiara suka mencari enak, tidak suka akan hal yang sulit. Dalam menjalankan tugas dan memilih pekerjaan, yang menjadi ukurannya adalah enaknya. Maka ketika ditempatkan didaerah sulit dan tidak enak dengan mudah menolak atau mudah frustrasi.  Sikap mencari enak ini bertentangan dengan semangat ketiga kaul.

  • Semangat Matiraga kurang

Dalam zaman sekarang, semangat mati raga dianggap tidak penting dan aneh. Anak zaman sekarang tidak suka mati raga karena dianggap kuno. Inginnya menikamti kehidupan yang makmur dan serba ada.

Tantangan dari luar diri

  • Kemajuan Teknologi Informasi. Kemajuan teknologi informasi yang luar biasa dapat menghambat dan memperlemah penghayatan hidup berkaul, untuk itu membutuhkan sikap kritis dan diserment yang baik dari kaum religius.
  • Komunitas tidak Kondusif. Salah satu tantangan dalamg penghayatan tiga kaul dari luar diri adalah Komunitas yang tidak kondusif. Komunitas sangat penting dalam biara. Apabila komunitas baik maka akan membantu anggotanya menghyatai hidup Kaul dengan baik, namum sebaliknya Komunitas yang jelek akan menghambat anggota dalam menghayati hidup kaul.
  • Budaya instan. Budaya ini dapat menjadi hambatan dalam hidup membiara, dimana orang ingin cepat berhasil tanpa usaha yang keras. Padahal dalam hidup membiara tidak semua hal adapat diselesaikan dengan cepat.
  • Tawaran harta benda dari sahabat atau donatur yang tidak sesuai dengan semangat kaul. Dalam kehidupan sekarang tidak menutup kemungkinan banyak sekali keluarga atau donator yang sering memberikan bantuan kepada kaum religius, berupa barang mewah, makanan mewah, uang saku yang besar, atau hal lain yang bisa membuat kehidupan religius menjadi serba enak. Hal ini bila tidak direfleksikan dan dikritisi dengan baik, maka mengahambat dalam penghayatan akan ketiga kaul.

Tantangan dalam Karya. Tantangan dalam mengahayati hidup berkaul tidak hanya berasal dari diri sendiri, tetapi bisa juga berasal dari karya di mana kita bekerja atau diutus.

  • Manajemen Karya yang jelek atau tidak professional. Ketika karya yang dikelola, tidak secara professional maka sering kacau dan mengakibatkan boros., yang tentunya melanggar kaul kemiskinan.
  • Tidak taat pada yang tidak disukai. Salah satu hambatan dalam menghayati kaul adalah tidak taat pada pemimpin yang tidak disukai ditempat karya. Ketika hal ini terjadi, maka yang ada adalah keseluruhan karya menjadi macet.
  • Kecanduan Kerja ( Workaholic ). Beberapa religius karena diberi tanggung jawab oleh Kongregasi untuk menangani suatu karya ingin sungguh-sungguh bekerja bagi karya itu agar maju dan berkembang, namun yang menjadi eksterm adalah ketika kerja itu menjadi dirinya sendiri. Hidupnya adalah bekerja dari pagi sampai malam. Seluruh waktu digunakan untuk bekerja. Akibatnya menjadi kecanduan kerja. Dirinya disamakan dengan pekerjaannya. Maka ketika disinggung karyanya akan cepat bereaksi, seakan-akan yang disinggung hidupnya. Kerja terus menerus, sering membuat seorang religius melupakan sisi lain dari hidup membiara yakni relasi dengan Tuhan dan hidup berkomunitas. Hal inilah yang membuat penghayatan hidup membiara menjadi tidak seimbang.

Menyikapi Tantangan Dalam Hidup Membiara

Beberapa sikap yang dapat membantu kita untuk menyikapi berbagai tantangan dalam penghayatan hidup berkaul :

  1. Persatuan pribadi dengan Tuhan

Dasar hidup berkaul adalah persatuan akrab dengan Tuhan. Kesatuan dengan Tuhan akan memberikan daya tahan dan kekuatan yang besar bagi kita dalam mengahadapi berbagai tantangan. ( Yoh.15 : 1-8 ). Dengan bersatu pada Yesus kita akan menimba kekuatan, kehidupan, semangat dan daya tahan dalam menghadapi tantangan. Kalau kita sedang jenuh, sedang banyak tantangan kita menghadap Tuhan dan berteriak kepada-Nya memohon kekuatan. Keuntungan yang kita peroleh ketika kita berteriak kepada Tuhan :

  • Menjadi lega karena dapat meluapkan persoalan hidup
  • Didengarkan dan tidak dipermalukan oleh Tuhan
  • Diberi kekuatan untuk dapat memikirkan dan mencari pemecahan persoalan yang sedang dihadapi
  1. Sikap Diskretif

Dengan adanya banyak tantangan yang berasal dari berbagai sumber, yang sangat penting kita kembangkan adalah kemampuan ber-diserment. Mempertimbangkan setiap persoalan dan tantangan dengan matang, kritis, mendalam, tenang, sehingga dapat mengambil keputusan secara benar sesuai dengan kehendak Tuhan.

  1. Tegas terhadap Godaan

Sikap yang sangat penting dikembangkan dan dilatih dalam menghadapi tantangan dan tawaran adalah tegas terhadap godaan, tegas terhadap hal-hal yang tidak baik. Kalu kita nerasakan bahwa tawaran itu tidak baik, bahkan jahat, kita harus berani tegas menolaknya. Kita belajar dari Tuhan Yesus waktu digoda di Padang Gurun.

  1. Saling sharing dan saling menguatkan

Pengaruh dari luar yang kadang membingungkan. Salah satu hal yang perlu dikembangkan adalah budaya dan kebiasaan saling sharing atau bercerita dengan teman sekomunitas, sehingga ada masukan yang dapat membuat keputusan lebih tepat. Juga dibutuhkan budaya saling menguatkan dan meneguhkan dalam hidup dan karya kita. Dengan cara ini, kita dan karya kongregasi akan lebih maju dan menjadi ringan. Kita dapat belajar dari cara hidup jemaat perdana.

Kaul yang kita hidupi dan selalu kita renungkan kembali pada dasarnya membebaskan kita. Dengan berkaul kita semakin bebas untuk mencintai Allah. Kita bebas untuk mengabdi dan melayani Allah melalui pengabdian kepada sesama. Hidup kaul kita baru bermakna apostolik jika memberi arti bagi hidup orang lain. Demikian kita dipanggil dalam hidup berkaul untuk semakin bebas melayani dengan sepenuh hati, sepanjang saat dan seluruh kemampuan.*Fidel

Pertanyaan Refleksi

  1. Apa makna cara hidup Yesus untuk hidup membiara yang dijalani sampai sekarang bagi Suster ?
  2. Sejak awal masuk menjadi Suster KKS hingga saat ini, apakah ada rasa menyesal? Mengapa? Bagaimana cara mengatasinya?
  3. Apakah saat ini Suster merasa senang, gembira dan bahagia dengan hidup membiara dan penghayatan kaul yang dihidupi? Apa saja yang membuat Suster bahagia?
  4. Hal apa sajakah yang perlu dibangun, dan dikembangkan baik secara pribadi maupun Komunitas untuk mendukung penghayatan hidup berkaul dalam hidup apostolik ?
  5. Tantangan terbesar apa yang suster alami dalam penghayatan hidup berkaul dalam tugas pengutusan? Bagaimana cara mengatasinya?

Sumber Bahan : Paul Suparno, SJ. “ Hidup Membiara di Zaman Moderen “. Kanisius.Yogyakarta. 2016;Katekismus Gereja Katolik. Arnoldus.Ende. 1995,Kitab Suci; Konstitusi KKS