Baru-baru ini seorang anak muda menelpon dan bertanya padaku: “Apakah Suster pernah merasa rindu?”  Sedikit kaget dengan pertanyaannya dan takut terjebak, aku balik bertanya:  “ Maksudmu, apa? Dia menjawab: :”Rindu yang seperti kangen seseorang”. “Oh..kalau seperti itu aku sering merasakan rindu. Rindu orang tua, rindu papaku yang sudah meninggal, rindu pulang kampung, pokoknya rindu macam-macam, jawabku  dengan sedikit penjelasan. “Pernahkah rindu Tuhan, Suster?”  Aku menjawab : “Yach, selalu rindu Tuhan.” Karena rindu Tuhan maka aku ingin dekat-dekat Tuhan.” Orang muda ini penasaran dengan jawabanku dan bertanya: “Bukankah kalau sudah dekat dengan seseorang yang dirindukan, maka hati sudah puas. Kalau Suster setiap hari, sudah dekat Tuhan, pasti tidak rindu lagi. Nach….kalau Suster masih rindu Tuhan, berarti Suster belum dekat dengan Tuhan, Suster tidak berjumpa Tuhan, dong! Makanya bisa rindu terus.”

Meskipun sedikit kaget dengan pernyataannya, saya memujinya. “Benar, pernyataanmu. Aku juga kadang berpikir demikian. Kadang seseorang yang berkata dan kelihatan rajin berdoa,  dekat Tuhan, belum tentu berjumpa Tuhan. Mungkin lihat Tuhan dari jauh saja. Berjumpa dengan Tuhan itu berarti bercakap-cakap dengan Tuhan, mendengarkan Tuhan dan berada bersama Tuhan. Kalau berada bersama Tuhan, maka hati terasa puas dan bahagia. Lalu timbul keinginan untuk terus berada bersama Tuhan. Besok juga ingin lagi seperti itu, berjumpa Tuhan,berbicara dengan Tuhan, mendengarkan Tuhan. Begitu terus-menerus.”

Penuh rasa penasaran, dia bertanya lagi. “Suster, mungkinkah kita bisa merindukan orang yang tidak kita kenal? Aku menjawab : “Mungkin saja. Misalnya Anda pernah melihat foto atau videonya atau mendengar ceritanya.Lalu Anda tertarik.Karena tertarik maka bisa timbul rasa rindu. Tetapi umumnya tidak kenal yach tidak rindu.” Tiba-tiba, anak muda ini bergumam : “Pantasan, saya kok merasa tidak rindu Tuhan. Mungkin karena saya belum mengenal Tuhan.” Saya pengen seperti teman-teman saya yang rajin ke Gereja, membaca Kitab Suci, ikut berbagai kegiatan rohani dan bakti sosial. Tapi aku kok belum tertarik, belum begitu kenal Tuhan. Maaf, yach Suster. Berarti Suster sudah sangat kenal Tuhan, maka setiap hari rindu Tuhan, dekat Tuhan berjumpa Tuhan, siang malam seperti tidur bersama Tuhan, bahkan hidup untuk Tuhan. Saya juga pengen seperti Suster-suster, selalu berada bersama Tuhan.” Percakapan kami masih panjang. Namun, saya cukupkan penggalan kisah ini saja.

Bagiku kisah kami sangat menarik. Menjadi menarik karena anak muda ini mengingatkan aku akan hidupku. Anak muda ini dengan sendirinya  menyadari bahwa ketidaktertarikan, kelesuan semangat untuk mengikuti kegiatan rohani seperti teman-temannya karena belum mengenal Tuhan dengan baik dan sungguh-sungguh.Dia mengakui hidup seperti asal hidup saja, di sini senang, di sana senang. Kalau tak senang, tak mau pilih meski bernilai untuk masa depannya. Kalau senang, apapun dilakukan, meski hal terlarang dan tidak bernafaat atau mendatangkan resiko. Maklum masih muda. Sekarang dia sedang rindu untuk hidup lebih baik. Dia juga menyakini bahwa kalau seseorang sudah mengenal Tuhan dengan baik seperti Suster-suster, maka pasti akan selalu merindukan Tuhan dan selalu ingin dekat dengan Tuhan. Kesadarannya ini, yang seolah menampik nubariku. Benarkah suster-suster sudah mengenal Tuhan dengan lebih baik dari orang lain? Harapannya demikian. Anak muda tadi sangat yakin bahwa demikian.

Aku merenung-renung ungkapan anak muda ini. Suster-suster pasti sudah sangat mengenal Tuhan, maka selalu rindu dekat dengan Tuhan. Benarkah karena mengenal Tuhan, maka aku selalu rindu untuk dekat dengan-Nya?  Merenung sejenak, aku malu sendiri melihat keadaan diriku. Selama ini aku bahkan tak berpikir, kalau berdoa, ikut kegiatan rohani, KBG, rekoleksi,retret , devosi dan aksi rohani lainnya adalah ungkapan kerinduan kepada Tuhan. Kadang tak terpikir juga kalau karena rindu maka mau dekat-dekat dan berjumpa Tuhan. Semuanya seperti sudah terbiasa aku lakukan. Kadang-kadang sadar. Banyak kali tidak sadar bahwa  rutinitas yang dilakukan adalah suatu perwujudan kerinduan yang mendalam dengan Tuhan.

Percakapan dengan orang muda ini mengingatkan aku kembali untuk merenung hakekat hidupku yang dipanggil untuk berada dan tinggal bersama Tuhan. Jangan-jangan seperti yang diungkapkan anak muda ini. Mengaku  dan berjanji hidup dekat dengan Tuhan, bersama Tuhan tetapi tidak kelihatan. Atau sebaliknya. Kalau sudah bertemu dengan Tuhan yang dirindukan,  mengapa mesti datang terus kepada-Nya? Bukankah hati sudah puas? Atau bisa jadi, tidak ada perjumpaan personal dengan Tuhan meskipun banyak sekali kegiatan doa, merenung, dan macam-macam lainnya. Jika demikian, sebenarnya apa yang kurang?

Orang muda ini mengingatkanku. Kalau tak kenal, maka tak sayang. Kalau tak sayang, tak ada cinta. Kalau tidak ada cinta, tidak ada rindu. Rindu dan cinta itu bagaikan dua sisi mata uang, saling melengkapi. Cintaku akan bertumbuh kembang seiring kerinduan. Kerinduan memacu segenap daya untuk semakin mencintai. Wujudnya bisa beragam cara yang ditempuh antara lain kesetiaan dan ketekunan dalam doa, karya cinta kasih dan memiliki karakter kristiani, karakter religius yang otentik.

Aku periksa batinku. Sejauh mana aku mengenal Tuhan dan Juru Selamatku, Allah Tritunggal Maha Kudus? Sejauh mana aku mengenal orang-orang dekatku, Keluarga Kudus Yesus Maria Yosef? Adakah kerinduan yang lebih besar di hatiku yang selalu berkobar untuk semakin mengenal, mencintai dan akhirnya mengabdi dan melayani Allah dengan sungguh-sungguh?

Sekarang aku tahu satu hal ini. Mengenal, mencintai dan mengabdi Allah adalah anugerah yang sekaligus mesti aku mohonkan setiap waktu. Sekarang aku tahu, tak seorang pun dipaksa untuk melakukan hal-hal yang mendekatkannya pada Tuhan, jika dia sendiri tidak memiliki kerinduan dan rasa cinta pada Allah. Sekarang aku tahu. Aku tidak bisa mengharapkan lebih banyak dari orang-orang untuk mencintai yang aku kasihi. Merindukan seperti yang aku rindukan dan melakukan yang dapat kulakukan. Sekarang aku tahu satu hal yang pasti. Aku sendiri yang harus berjuang untuk mengenal lebih jauh, lebih luas, lebih dalam, Allah Tuhan dan Juruselamatku. Mengenal-Nya harus menjadi kerinduan jiwaku selamanya. Sebab hanya dengan mengenal lebih sungguh, aku baru dapat tahu, bagaimana cara mengasihi, mengikuti jejak-Nya dan mengabdi-Nya dengan setia.

Tuhan, bangkitkan dan kobarkan rasa rinduku pada-Mu. Biarkan setiap saat  tiada henti  hatiku merindukanMu. Engkau tahu, betapa kecil dan lemahnya jiwaku. Setapak tak mampu kulangkah. Sejengkal tak mampu kutempuh. Secuil tak mampu kuberi. Bahkan sejenak tak mampu kuhaturkan syukur jika tidak ada rasa rindu dan cinta di hatiku. Engkau tahu rasa hati dan impianku. mencintai, mengikuti jejak-Mu dan mengabdi-Mu. Tambahkan rasa rinduku  padamu. Aku genggam rasa ini sampai  akirnya berjumpa dengan-Mu.*hm