Syering Injil Bulan Kitab Suci Nasional 2023 :” Allah sumber kasih dan keselamatan.
Bacaan Injil Lukas 7 : 1 – 10
Saya sangat tertarik dengan ayat 6 – 8 : “Lalu Yesus pergi bersama-sama dengan mereka. Ketika Ia tidak jauh lagi dari rumah perwira itu menyuruh sahabat-sahabatnya untuk mengatakan kepada-Nya : Tuan, janganlah bersusah-susah, sebab aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku; Sebab aku sendiri seorang bawahan, di bawahku adap pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu : Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi : Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambatku : Kerjakanlah ini! maka ia mengerjakannya.”
Bagi saya, ungkapan si perwira ini sangat luar biasa yang menggambarkan hati yang penuh kesadaran akan keberadaan diri di hadapan Yang lebih berkuasa darinya; ungkapan yang lahir dari kerendahan hati yang dalam. Meski hanya sekedar baru mendengar tentang Yesus, yang membuat banyak mukjizat di seluruh wilayah Kapernaum dan sekitarnya, saya yakin, perwira ini menaruh kepercayaan besar akan kuasa Yesus, bukan seperti tabib biasa pada umumnya, tetapi sebagai ‘Tuan yang berkuasa’ sehingga dia menganggap dirinya sama sekali tidak layak menerima Tuan yang berkuasa di rumahnya.
Di sisi lain, perwira ini sangat yakin bahwa kekuasan Sang Tuan yang namanya Yesus itu, yang sudah didengarnya pastilah dapat melakukan apa saja. Tidak perlu Tuan itu datang untuk menjamah, menyentuh karena itu cukup repot. Sang Tuan yang namanya Yesus, kekuasaann-Nya sangat besar, maka bagi si perwira, cukup saja dengan mengeluarkan perintah. Tentang kekuasaan ini, si perwira mengangkat dari pengalamannya sendiri, yang memiliki wewenang untuk memerintah anak buahnya hanya dengan berkata Pergi, atau datanglah atau mengerjakan ini dan itu, pastilah bawahannya dengan segera taat melakukannya. Di hadapan Yesus, dia merendahkan diri dan mengakui kemahakuasaan Yesus. Perwira tidak hanya mendapatkan apa yang diharapkannya yakni kesembuhan bagi hamba yang sangat ia hargai, tetapi mendapat pujian dari Yesus yang kagum atas imannya.
Merenung pengalaman perwira ini, saya diingatkan kembali, bagaimana sikap hati dan disposisi batin saya di hadapan Tuhan yang maha kuasa, ketika saya datang dengan doa-doa dan permohonan, dengan beban kehidupan dan harapan. Apakah saya memiliki sikap iman, percaya penuh akan kemahakuasaan Allah dan kasih-Nya yang tak terbatas yang pasti akan memberikan yang aku perlukan. Apakah saya cukup rendah hati di hadapan Allah, mengakui ketidaklayakan saya untuk memperoleh semuanya, sebab hidup saya penuh dosa, dan selalu saja dan ada-ada saja hal yang menyakitkan hati Allah bahkan menjauhkan saya dari Allah. Allah begitu berkuasa dan kudus, kekudusan-Nya kekal dan abadi, kasih setia-Nya tak berkesudahan. Segala malaikat dan pasukan bala tentara surga tiada henti memuji dan memuliakan dan mengagungkan nama-Nya yang luhur. Lalu, saya manusia pendosa yang malang ini, bagaimana saya memosisikan diri ketika datang pada-Nya?
Saya merasa sangat tersentuh dan menyadari, jangan-jangan sikap hati saya ketika datang kepada Tuhan, kurang hormat, kurang menunjukkan ketakwaan, yang tidak hanya ada dalam hati, tetapi tercermin dalam kata dan tindakan. Saya ingat, dalam setiap perayaan Ekaristi atau Ibadat Sabda, selalu didahului dengan sesal dan pernyatan tobat, dengan sikap badan menundukkan kepala, dan menepuk dada, bahkan berlutut. Karena itu, saya diingatkan untuk mengawali setiap doa saya dan perayaan liturgi lainnya dengan merendahkan diri di hadapan Tuhan. Apalagi menjelang komuni Kudus, saat persatuan dengan Yesus, Gereja telah memakai kalimat perwira ini, untuk terus diulang “Ya Tuhan saya tidak pantas, Engkau datang kepada saya, tapi bersabdalah saja maka saya akan sembuh”. Kalimat yang mestinya saya hayati dengan sungguh-sungguh sebelum menyambut Tubuh Kristus.
Saya pun terdorong untuk kembali menata sikap batin dalam doa-doa saya di hadapan Tuhan. Saya harus selalu mulai kembali hari demi hari, mengakui dengan rendah hati kemahakuasaan kasih Allah yang tak terbatas. Mengakui kekuatan sabda-Nya yang penuh daya. Saya mesti selalu membaharui ungkapan iman saya dan pola tingkah laku yang mencerminkan rasa takwa yang mendalam. Semoga Tuhan Yesus yang mendengar niat hati ini, juga berkenan akan semua itu. Saya percaya, kasih-Nya akan membimbing dan mengajar saya, sebab Dialah Allah sumber kasih dan keselamatan, yang selalU menghargai setiap niat baik dan berkenan menerima semuanya serta memberkatinya.*hm
Recent Comments