“Sudah sering aku tidak bisa tidur sepanjang malam. Badan lelah, penat, namun mata tidak terpejam. Serasa tidak ada beban pikiran. Tapi mengapa aku sulit tidur, bahkan tidak bisa tidur. Sepertinya tidak ada beban apa-apa dalam pikiran. Tapi aku juga merasa pikiranku penuh dengan beragam hal. Berat badanku, sudah turun enam kilo selama enam bulan terakhir ini. Aku sudah berobat ke dokter tetapi dokter menyatakan tidak ada masalah dengan fisikku. Aku sehat” demikian kisah seorang ibu kepadaku dalam sebuah sesi doa. “ Seorang rekan pendoa yang masih remaja bertanya : “Apa yang ibu butuhkan, supaya kita minta kepada Tuhan?” “ Supaya aku dapat tidur” jawabnya datar. Kami mendoakan ibu ini sebagaimana dia mengharapkan agar bisa tidur. Sesudah berdoa, si pemuda berkata kepada si ibu : “ Ibu jangan banyak pikir. Kalau ada godaan takut akan sesuatu, cemas atau gelisah, pikirkan hal-hal yang baik, yang bagus, yang menyenangkan.” Si Ibu terperangah mendengar pesan anak muda ini.Mungkin dalam hatinya agak heran, anak muda ini berani memberi nasihat pada orang tua tapi tidak mengerti apa yang sebenarnya dialami dan dirindukan.
Aku memilih mendengarkan daripada berbicara. Sebab aku tidak tahu apa yang dialami dan seluruh keadaan diri dan keluarganya. Aku memilih memahami keadaannya ketimbang memberi nasihat. Aku prihatin dengan keadaannya dan berharap agar Tuhan mendengarkan doa kami agar dia boleh pulih dan selalu bisa menikmati istirahat. Ketika mendoakan si ibu, aku ingin mengatakan kepadanya. Yang ibu butuhkan sebenarnya bukan supaya bisa tidur, tetapi iman akan penyertaan Tuhan. Tapi kuurungkan niatku, karena bagi si ibu, saatnya belum tiba. Saat ini yang dibutuhkan adalah bisa tidur.
Kubawa dalam doa khusus bagi ibu ini. Aku merenung. Sulit tidur tampaknya adalah hasil dari suatu keadaan tertentu sebelumnya yang tidak disadari. Mungkin ada masalah. Bisa jadi sebuah kecemasan, kegelisahan, atau ketakutan yang berlebihan. Aku dapat memahaminya. Ada sesuatu yang kurang, yang dia sendiri juga tidak tahu dan tidak menyadarinya. Yang dialami adalah takut, cemas, ragu, gelisah, dan akhirnya tidak bisa tidur.
Seandainya, ibu ini yakin bahwa ada Tuhan yang selalu jaga setiap saat, 24 jam sehari, tentu saja dia dapat menyerahkan dirinya. Pasti si ibu tahu, ada Tuhan. Maka minta didoakan. Namun kesadaran akan perlindungan, pertolongan serta kehadiran Tuhan, yang seolah-olah masih ‘jauh’ tak terjangkau. Seandainya si ibu tahu bagaimana cara menyerahkan diri kepada Tuhan, tentu tidaklah berkepanjangan kecemasan dan kegelisahannya. Namun, boleh jadi, melalui peristiwa ini, Tuhan sedang melakukan suatu karya agung bagi si ibu dan segenap anggota keluarganya. Mereka mesti belajar mencari-Nya, meminta pertolongan orang lain.Mereka mesti berjuang dengan segala cara, sampai akhirnya menemukannya.
Pengalaman singkat ini mengingatkan aku bahwa betapa penting bagiku untuk menyadari , menghargai dan memaknai kehadiran TUhan dan kehadiran sesama dalam hidupku. Betapa malangnya jika aku kehilangan kesadaran akan kehadiran Tuhan. Betapa tidak mudah mencari Tuhan. Tidak mudah memperoleh ketenangan, jika bukan dianugerahi Tuhan. Tuhan hadir untukku. Betapa malangnya jika aku seorang diri tanpa sesama di sekitarku. Sesama ada untukku. Aku juga ada untuk Tuhan dan sesamaku. AKu bersyukur, sehari-hari selalu ada bersama Tuhan dan sesamaku. Kehadiran Tuhan , kehadiran sesama tak tergantikan bagiku. Mereka selalu ada untukku. Aku berharap, si ibu segera mengalami dan merasakan kehadiran Tuhan. Aku ada untukmu. Tenanglah, Aku ini, jangan takut…istirahatlah dengan damai.” *hm
Recent Comments