Keluarga Kudus adalah cerminan,acuan dan teladan hidup bagi kita suster KKS yang menapaki jalan kemuridan Yesus Kristus.Bagi kita Keluarga Kudus merupakan tatapan dalam membangun “Kesatuan” untuk melaksanakan misi di tengah realitas nyata dunia kehidupan ini.Keluarga Kudus menjadi tempat kita untuk belajar.Beberapa hal yang perlu kita belajar dari Keluarga Kudus.

Yesus Kristus sebagai Pusat:kita bisa membuat serta melaksanakan apa saja tetapi jika kita tidak menempatkan Yesus sebagai pusat,maka kita berjalan ke arah yang salah,kita kehilangan orientasi dan landasan hidup yang tepat dan kuat.Oleh karena Paus Fransiskus mengatakan:”perlu meninggalkan keberpusatan pada diri sendiri, semacam langkah pengosongan diri, untuk masuk ke dalam Kristus sebagai pusat dan dasar utama serta segalanya.Kita perlu menempatkan Yesus sebagai pusat kehidupan kita dan menyadari bahwa  peran kita adalah mendukung karya keselamatan Allah dalam diri Yesus Kristus dan menjadi rekan kerja Yesus dalam melaksanakan kehendak Bapa.Dalam melaksanakan misi perutusan Yesus titik pusat pewartaan kita adalah Yesus.Yesus menjadi kriteria serta kerangka pandang  misi kita.Entah apapun bentuk karya kita dan bentuk hidup kita.

Misi Kita Mewartakan Sukacita Injil: Dalam Evangelii Gadium Paus Fransiskus mengundang kita semua:untuk mengalami dan merasakan kegembiraan dalam Tuhan dan karenanya lalu kita mewartakan.Sukacita injil adalah sesuatu yang tak dapat dirampas dari kita oleh siapa pun atau oleh apapun Yoh 16:22.Sukacita itulah yang harus dihidupi,sehingga kita semua,semakin mampu membawa wajah missioner,sehingga terangnya bersinar dan garamnya menjadi asin.Perlu kesediaan terus menerus mau belajar mendengarkan dan menggali dalam suatu perziarahan iman yang tak pernah mengenal kata akhir,selain di dalam kesatuan dengan-Nya.Disini doa adalah perutusan yang paling pertama dan utama bagi semua pewarta.Doa dipupuk dengan pencecapan sabda  dan pendalaman bacaan rohani,sehingga misi kita berakar pada Kristus dan dalam Kristus.

Membangun Kesatuan:Kita semua dipanggil untuk hidup bersama.Tidak baik kalau kita sendirian (Kej 2:18).Hidup bersama dengan yang lain adalah satu hakekat dasar hidup umat manusia.Mereka yang menjalani hidup selibat bahkan kaum Eremit,pertapa pun tetap memiliki saat kebersamaan.Yesus datang ke dunia masuk ke dalam hidup keluarga. Bersama kedua orang tua-Nya.Keluarga Kudus membangun kebersamaan hidup saling meneguhkan dan membantu.Semuanya terlibat dalam mengemban tugas perutusan bersama.Hidup dalam kebersamaan seperti itu tumbuh karena kita membutuhkan satu sama lain,Menanggung satu sama lain.Hal itu berakar dalam kenyataan kasih bahwa kasih itu saling berbagi dan memberi.Kasih senantiasa mengandaikan ada yang lain untuk membangun kesatuan.

Di masa ini kenyataan hidup dalam kebersamaan ditantang oleh marak dan menguatnya gejala individualisme, dimana orang lebih sibuk dan mementingkan kepentingan, kehendak dan cinta diri.Hidup seakan dibangun dalam keterpisahan satu sama lain, kemudian perbedaan ditonjolkan, keragaman dijauhi,sehingga konflik dan perpecahan terjadi.Kesadaran dan kebutuhan akan kebersamaan mudah pudar,sehingga seakan dipahami saling bertentangan dan berhadapan.Jika kita ingin misi kita dan kesatuan kita tercapai maka kita perlu belajar dari Keluarga Kudus kita selalu diajak untuk menjaga ruang kebersamaan baik dalam komunitas maupun di lingkungan masyarakat.

Keluar Dari Diri Sendiri: Pada masa ini tendensi orang cenderung narsis,tertutup.Orang lebih suka sibuk sendiri,seakan tidak bisa selesai dengan dirinya sendiri,cinta diri menjadi penguat.Orang seperti  ini cenderung tertutup akan sesama pun akan pengalaman susah dan derita.Segala yang menyenangkan baginya itulah yang dicari.Diistilahkan hal itu sebagai “self-referensial person” pribadi yang hanya mau dan berpusat pada diri sendiri.Yang hilang dari pandangannya ini menurutnya adalah pemahaman akan makna cinta atau kasih yang memuat aspek pemberian diri,keluar dari diri,keluar dari diri sendiri,terarah pada sesama.Di sini cinta berbicara dalam aspek korban, dalam sikap kemurahan hati.Cinta adalah suatu proses, ziarah bagi pemurnian diri.

Dengan semakin mencinta, seseorang diajak untuk semakin keluar dari diri sendiri,memberikan diri kepada orang lain,sampai akhirnya pemberian diri kepada Allah.Cinta harus memuat sensibilitas akan kebutuhan sesama dan kesediaan hati untuk mau berbagi.Aspek menerima dan memberi perlu senantiasa hadir dan tumbuh dan kehidupan manusia.Oleh karena itu,dalam esiklik Deus Caritas est Paus Fransiskus:mengenai perspektif lebih luas dan mendalam,terlebih dalam wujud nyata:”Kasih akan sesama,cinta tidak lagi sekedar menjadi pencarian diri namun pula pemberian diri dan perhatian dan kesediaan untuk berkurban.Undangan untuk keluar dari diri sendiri lebih pada orientasi  pelayanan kepada sesama dan Tuhan.

Keluarga Kudus bisa menjadi teladan tempat kita belajar.Maria dan Yosef memberikan diri segera bagi kehendak Allah.Maria pun setelah menerima kabar gembira bergegas ke rumah Elisabeth.Maria selalu menempatkan diri sebagai hamba Tuhan.Sebagai tukang kayu Yosef bersedia membantu tetangga disekitarnya.Pada saat tidur pun Yosef berjaga siap diutus untuk dipakai oleh Allah.Yosef adalah pengabdi yang tekun dan setia.Demikian Yesus yang hatinya penuh dengan belaskasihan dan mudah tergerak hati untuk melayani dengan murah hati.Ada pengorbanan serta pemberia diri bagi sesama (Lih Yoh 15;13). Semakin matang dan mendalam hidup seseorang akan semakin melayani dan memberikan diri.Dia sudah selesai dengan dirinya sendiri tidak lagi menyibukkan diri untuk dirinya sendiri tetapi hidupnya bagi orang lain.Kita belajar perlu belajar terus menerus menjadi pribadi bagi sesama,pribadi yang peduli serta melayani.Yang menjadi pokok perhatian kita adalah keselamatan jiwa-jiwa dan kesejahteraan umum.Apa yang menjadi kesejahteraan umum dan kebaikan sesama itulah yang kita upayakan.Belajar dari Keluarga Kudus peduli dan mau berbagi,belajar agar memiliki hati yang mencintai serta tangan yang melayani.

Membangun Perjumpaan Kasih: beberapa kali Paus Fransiskus menyampaiakan: soal perkembangan budaya penyingkiran, sehingga dipromosikan kultur perjumpaan, di tengah maraknya individulisme dan perkembangan teknologi informatika yang malahan lebih mengasingkan dari pada menghubungkan umat manusia,dikempanyekan supaya membangun jembatan penguhung bukan tembok pemisah antar umat manusia.Maka pemanfaatan media komunikasi dalam penyebaran apa yang disuarakan dan dilakukan kaum beriman menjadi sangat penting.Yang hendak dibangun semua ini terutama agar terjalin perjumpaan antar pribadi,sehingga ruang-ruang perjumpaan perlu semakin diperluas dan ditata.Perkembangan kultur globalisasi cenderung cuek,tidak peduli dan tidak mau tahu.Kalaupun ada kepedulian sering kali lebih pada soal “klik” komentar dan “share” dalam media sosial seakan dengan itu sudah merasakan keterlibatan dan berbuat sesuatu.Faktanya lalu orang tidak bersentuhan langsung dengan realitas,tidak terbangun pejumpaan secara konkret.Hidupnya cukup dibangun dalam keberjarakan dengan kenyataan,sentuhan yang seakan virtual belaka.Orang lain dan sesama tidak menjadi orientasi.

Luk 10:25-37:Kisah orang Samaria Yang murah hati memiliki aspek universal, menuntut kesediaan untuk membangun kerjasama yang melintas sekat-sekat batas,wujud konkret adalah kasih dan perhatian serta pembelaan terhadap mereka yang miskin, menderita, kesepian dan kelaparan.Lewat kasih akan sesama ini menemukan jalan menuju Allah dan berpijak pada kasih Kristus,kasih yang melampaui batas.Kita dapat mengasih seseorang betapun dia kita tidak kenal maupun sukai.Yang terjadi mencintai bukan berdasarkan keinginan atau perasaan pribadi namun mencintai dari dalam dan dengan Kristus.Kasih sejati tidak bisa dilepaskan dari Allah, sehingga mengasihi berarti kita mengasihi seperti Allah yang mengasihi.Ini merupakan sumbangan terbesar karya misioner Gereja.

Kita sadari bahwa budaya kasih menjadi krisis di zaman ini,pengalaman tidak dikasihi sering ditemukan dibelahan dunia ini terlebih dikalangan generasi muda.Perasaan sepi dan sendirian banyak dialami oleh orang-orang muda.Maka kita sebagai seorang suster KKS perlu membangun perjumpaan yang dilandasi dalam kasih dalam kita melaksanakan misi,sebagaimana Yesus berkeliling untuk mengajar dan membuat mujizat.Dia menemui dan dikelilingi oleh banyak orang.Dia mengajar dan mendengarkan,sehingga hati-Nya mudah tergerak oleh belas kasihan.Tentu Yesus akan hal itu juga dari orang tua-Nya,dari pengalaman bersama kelurga-Nya di Naseret.Keluarga Kudus Nasaret adalah keluarga yang menumbuhkan budaya perjumpaan,perjumpaan yang mendatangkan kepedulian kasih kepada sesama dan segenap ciptaan.

Semua Demi Kemuliaan Allah:belajar dari Keluarga Kudus adalah menempatkan Allah  sebagai segala dalam segala,sehingga Dia menjadai satu-satunya dasar dan landasan,arah serta tatapan.Yang hendak diupayakan adalah agar semakin nyata kehadiran Emanuel,allah beserta kita serta semakin nyata karya penebusan-Nya bagi penyelamatan jiwa-jiwa.Keluarga Kudus Nasaret menempatkan Allah menjadi pusat.Dia satu-satunya menjadi pusat hidup dan pusat arah langkahnya.Apa pun yang dilakukan agar kemuliaan Allah lebih besar dan lebih terwujud.Hal itu menjadi gambaran kita dalam bermisi:Allah dan bukan manusia,kemuliaan-Nya dan bukan kejayaan atau kebesaran dirinya.

Dalam Dekrit Pendirian Kongregasi, yang isi pokoknya memuat tujuan Kongregasi kita didirikan yakni pertama-tama untuk semakin besarnya kemuliaan Allah, yang kedua : demi pengudusan hidup anggota dan yang ketiga, demi penyebaran Injil atau pewartaan Kerajaan Allah. Misi kita mesti menjangkau  semua orang, terutama keluarga-keluarga, dan seluruhnya terarah sesuai tujuan keberadaan kita.*Lusie