Renungan Harian

MINGGU BIASA XXIX
Yes. 45:1,4-6; Mzm. 96:1,3,4-5,7-8,9-10ac; 1Tes. 1:1-5b; Mat. 22:15-21.
Koresh adalah raja Persia yang sedang berkuasa. Ia mengalami kemenangan yang gemilang berhadapan dengan bangsa-bangsa sekitarnya. Dalam keadaan “mabuk” kemenangan, ia membebaskan semua tawanannya. Tanpa sadar Koresh masuk dalam rencana Allah untuk membebaskan umat-Nya. Dengan cara itu, Allah sedang menandaskan bahwa Ia adalah yang Esa bagi keselamatan umat pilihan-Nya. Melalui Koresh, raja kafir Allah bekerja dengan cara-Nya yang melampaui perhitungan manusia. Setiap orang yang percaya kepada-Nya ditantang dan dituntut untuk belajar dan menyelami Kebijaksanaan Allah itu bagi kehidupan berimannya.

Penulis Injil Matius menampilkan Yesus yang berada dalam jebakan para murid orang-orang Farisi dan kaum Herodian. Yesus dimintai pendapat tentang membayar pajak kepada Kaisar: apakah hal ini diperbolehkan atau tidak. Bila mengatakan boleh maka Yesus akan menyalahi rasa kebangsaan orang Yahudi. Tetapi bila mengatakan tidak, Ia pun akan berhadapan dengan penguasa Romawi yang waktu itu menguasai negeri orang Yahudi. Berhadapan dengan jebakan itu, Yesus tidak mau tinggal pada level permainan seperti itu saja. Yesus membawa mereka kepada persoalan yang lebih dalam dan fundamental lagi. Dengan tegas Yesus mengatakan: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.” Dengan jawaban ini Yesus membuat mereka memikirkan sikap mereka sendiri baik terhadap “urusan kaisar” maupun keprihatinan mereka mengenai “urusan Allah” dan sekaligus menghindari jerat yang dipasang lawan-lawannya. Belajar dari sikap Yesus dalam menghadapi persoalan tersebut, Yesus hendak menekankan kepada setiap murid-Nya tentang perlunya integritas batin. Bila kehidupan agama diutamakan, maka hendaklah dijalankan juga dengan tulus dan jujur. Sebab, bila mau jujur, setiap murid Yesus mau tak mau akan memeriksa diri adakah ia sungguh percaya dalam imannya atau sebetulnya menomorsatukan kepentingan diri sendiri dengan memperalat agama atau iman yang dimilikinya. Sebagai pengikut Yesus, setiap murid harus membangun sikapnya yang terarah pada kepentingan Allah. tetapi Yesus juga menunjukkan secara jelas tegas bahwa sikap itu bukan sikap menutup diri terhadap urusan duniawi dan bahkan memusuhinya. Yesus menyadarkan setiap murid-Nya untuk menyadari bahwa peduli terhadap urusan duniawi, juga menjadi cara untuk membuat kehidupan rohani lebih berarti. Itulah kebijaksanaan Yesus yang dapat dikaji dan diikuti para pengikutnya dalam mewujudkan tugas perutusannya di dunia ini berhadapan dengan berbagai persoalan dunia ini.

Dalam suratnya kepada jemaat di Tesalonika, Paulus menyatakan syukurnya yang amat besar atas kerasulannya di tengah jemaat itu. Sebab, umat Tesalonika menjadi “peniru Paulus dan kawan-kawannya dan menjadi peniru Tuhan” yang teladan-Nya diikuti oleh Paulus. Berkat daya Roh Kudus orang Tesalonika hidup dalam tiga rangkaian keutamaan Kristen, yaitu iman, harapan, dan kasih. Dengan itu jemaat Tesalonika menjadi teladan bagi jemaat lainnya.

Siapakah Allah itu bagiku sebagai orang beriman? Apakah aku selalu membuka hati, pikiran dan perasaan, serta kehendakku untuk menimba kebijaksanaan Allah bagi hidupku? Sejauh mana imanku telah menjadi dasar, arah dan tujuan hidupku?
Mari, membangun iman… membuka hati, pikiran dan perasaan, serta kehendak kita untuk menimba kebijkasanaan Allah bagi hidup iman kita sehari-hari.
Tuhan memberkati. ( RD  AMT}