Syering Injil Lukas 10 : 38 – 42

Injil ini berkisah tentang Marta dan Maria yang menerima Yesus mampir di rumah mereka, dalam perjalanan pewartaan-Nya. Kita juga mengenal kedua saudari ini sebagai sahabat-sahabat Yesus bersama Lazarus saudara mereka. Marta sibuk melayani, keperluan Yesus dan para murid-Nya sampai ngomel-ngomel, mungkin karena lelah atau barangkali juga iri karena melihat Maria saudarinya duduk manis di kaki Tuhan Yesus  mendengarkan Yesus berkisah.

Kisah unik ini berulang kali didengar dan direnungkan, namun kali ini, ingatan saya justru kepada Maria Bunda Yesus, bukan Maria saudari Marta. Mungkin karena ini bulan Rosario, ingatanku lebih kepada  Bunda Maria. Yang saya bayangkan kalau Maria saudari Marta begitu terpikat mendengar Yesus bersabda, apalagi Bunda  Maria.

Saya merasa bahwa selama puluhan tahun di  rumah Nasaret, BUnda Maria selalu duduk di kaki Yesus dan setia memandang-Nya, mendengar apa yang dikatakan Yesus. Seluruh gerak-gerik Yesus, begitu menarik perhatian bahkan menyedot seluruh energi Bunda Maria untuk menaruh hati kepada YEsus sepenuh-penuhnya.

Saya membayangkan, bahkan jauh sebelum Yesus pandai bicara, Maria sudah begitu setia memandang dan memerhatikan Yesus. Dalam timangannya, dalam gedongannya, sedang menyusui-Nya, menyuap-Nya makanan, meninabobokan-Nya, pasti semuanya dilakukan Maria dengan penuh cinta dan perhatian. Saya meyakini semua ibu, yang memiliki bayi pasti demikian. Seluruh indranya siap sedia, terjaga untuk seluruh kebutuhan bayinya. Bunda Maria pasti juga seperti itu. Dan mungkin seperti bayi-bayi umumnya, senyum manis, ketenangan dalam tidur si bayi, telah memberikan hiburan tersendiri bagi setiap ibu, dan merupakan obat mujarab dari segala kelelahan dan keletihan. Maria yang memiliki Bayi Istimewa tentu memiliki keistimewaan yang luar biasa dalam memandang dan mendengar Putranya.

Bagiku, Bunda Maria, Bunda Yesus, sedemikian rupa setia memandang dan mendengarkan Yesus dengan penuh minat dan cinta. Yesus memiliki daya pikat luar biasa. Yang mendengar-Nya sulit beranjak, dan setiap kata-Nya mengobarkan jiwa, menentramkan hati, memberi semangat, dan semuanya. Kalau Maria saudari Marta begitu terpikat mendengar Yesus, bagiku, Bunda Maria adalah teladan utama dalam memandang dan mendengarkan Yesus. Bahkan, apa yang tidak dikatakan Yesus pun, Bunda Maria tahu dan mengerti dengan hati keibuannya yang penuh cinta, apa yang dikehendaki-Nya. Setiap gerakan tangan, tatapan mata, erangan kecil, senyuman  manis, semuanya memiliki arti yang istimewa bagi Bunda Maria. Dan Bunda tahu apa yang mesti dilakukan untuk Putranya.

Maria, Bunda yang setia mengkonteplasikan seluruh hidup dan gerak-gerik Yesus selama bertahun-tahun, kurang lebih 30 tahun di Nasaret. Kisah-kisah di antara mereka, barangkali juga diselingi humor bijak, tetapi terutama tentang cinta kasih Allah. Dan saya berani meyakini dengan imanku yang kecil ini, bahwa kesetiaan Bunda Maria mendengarkan Yesus, duduk di kaki-Nya, telah membuat Maria mengerti, memahami dalam hatinya, merenungkannya dan semakin berserah diri pada kehendak Ilahi. Saya meyakini jalan kesetiaan Maria dalam mendengarkan Sabda Yesus ini, telah membuatnya kuat dan tegar, siap menghadapi penderitaan, teguh berdiri di kaki Salib, menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri seluruh derita Yesus Putranya dan bahkan memangku jenazah Putranya ketika hidup-Nya usai di kayu Salib.

Saya meyakini, Maria telah mendengar dan merenung begitu lama, menyimpannya dalam perbendaharaan hatinya yang penuh cinta yang luas, tentang Sabda Putra-Nya dalam keseharian mereka. Sungguh, Bunda yang luar biasa. Duduk mendengar, merenungkan dalam hati, mempertimbangkan dengan bijak dan melangkah pasti  penuh penyerahan diri kepada kehendak Ilahi. Karena selalu mendengar, tidaklah heran, Maria nyaris tidak memiliki kata-kata apa pun atau bahan apapun untuk dikisahkan, sebab Sabda Yesus terlalu indah untuk didengar. Maria tidak perlu berkisah tetapi mendengar jauh lebih memberi sukacita.

Lebih dari itu, saya meyakini, bahwa setiap kali ketika mendengar Yesus berbicara, yang ada dalam hatinya adalah kobaran cinta yang makin besar kepada  Yesus, kepada Allah dan kehendak-Nya dan selalu dikidungkannya  nyanyian syukur kepada Allah. Bunda pasti selalu mengulang dan mendengungkannya daam hati “magnificat”-nya. Mengagungkan Tuhan yang memandangnya, dan melayakannya untuk setia mendengarkan dan melaksanakan Sabda Ilahi. Semuanya dalam hati, dalam permenungan yang dalam, dalam keheningan batin yang terpelihara tanpa noda.

Oh…BUnda yang setia mendengar Sabda Ilahi Putra-Mu. Ajar aku setia mendengar Sabda Putramu. Biarlah setiap saat, rhema sabda-Nya menggema dalam hatiku, mengarahkan pikiranku, mengendalikan kehendakku dan membimbing aku untuk merenung dalam hati, berdialog dalam cinta dengan Sang Putra dan gerakkan seluruh indraku untuk siap sedia mendengar-Nya dengan penuh minat dan cinta. Bialah pada saat-Nya, kakiku melangkah ke arah yang benar. Biarkan mataku  tertuju kepada kebenaran. Biarkan lidahku mengidungkan pujian dengan lantang dan penuh sukacita, biarkan telingaku mendengarkan suara-suara lirih jiwa-jiwa yang menderita. Biarkan tanganku bergegas melakukan apa yang benar di hadapan Tuhan, Dan terutama, Bundaku, biarkan hatiku terbuka untuk mengampuni diriku, mengampuni sesamaku.Biarkan hatiku dipenuhi cinta yang berkobar untuk mengasihi, terutama yang sulit dikasihi karena kelemahan dan kerapuhan manusiawi, yang merugikan dan meresahkan, yang lamban dan malas.

Biarkan aku duduk di kaki  Yesus Putramu seperti Maria saudari Marta, dan jangan pernah izinkan aku terlalu sibuk melayani sampai kehilangan waktu berharga bersama Putramu.Jangan biarkan aku dikuasai kecemasan dan kegelisahan karena merasa terbeban oleh pekerjaan pelayanan. Jangan biarkan aku menjadi iri dan cemburu terhadap mereka yang menghamburkan harta warisan iman dan waktu yang disia-siakan. Terhadap kepalsuan hidup dan  manipulasi  cinta diri, terhadap yang terjerat dalam ketidaktahuan atau acuh tak acuh.Yang matanya dibutakan oleh kebutuhan sesama dan mendewakan kepentingan diri dan golongannya.

Bunda, biarlah hatiku lapang seperti hatimu saja…mendengar dan merenung, menyimpan dalam hati, mendoakan dan menyerahkan semuanya kepada kebijaksanaan Ilahi. Biarkan hatiku siap dan tegar, untuk menghadapi berbagai-bagai pencobaan, baik bagi diriku maupun orang yang kukasihi , bagi komunitas dan tarekatku, supaya tumbuhlah iman dan berkembanglah kasihku akan Allah dan teguhlah harapanku di tengah tantangan hidup yang menerpa. Biarlah hatiku lapang seluas samudra, tidak menjadi tawar karena berbagai keadaan kudnegar dan kusaksikan. jangan izinkan hatiku dikuasai kepahitan karena derita jiwa dan kesukaran harian.

Maria, Bunda pendengar Sabda Allah yang  setia, pelaksana Sabda ALlah yang sempurna, Engkau yang mengandung Sabda Ilahi, menimang dan mengasuh-Nya bersama bapa Yosef dengan penuh kasih sayang, memangku jenazah-Nya ketika sudah tak bernyawa, jangan pernah tinggalkan aku dalam kemalangan dan ketidakberdayaan hidupku. Santa Maria, BUnda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan waktu kami mati, Amin,*hm