JUMAT, PEKAN BIASA XXVI
PERINGATAN WAJIB ST. FRANSISKUS DARI ASSISI
Ayb 38:1.12-21; 39:36-38; Mzm 139:1-3.7-8.9-10.13-14ab; Luk 10:13-16

Berhadapan dengan Allah yang Maha kuasa dan Maha tahu Ayub merasa sangat kecil dan hina. Ia tidak mampu mengatakan apa-apa. Ia hanya bisa berpasrah di hadapan Allah yang mengenal segala seluk beluk kehidupan. Ia berpasrah pada penyelenggaraan Ilahi dalam sikap tobat.

Kepada Khorazim dan Betsaida, Yesus menyerukan penegasan celaka kepada mereka. Sebab mereka telah mengalami mujizat, tetapi mereka tidak bertobat. Mereka menolak warta gembira yang disampaikan para murid Yesus. Penolakkan itu menjadi tanda dan bukti bahwa mereka menutup diri terhadap Yesus dan lebih lagi terhadap Allah sumber dan arah serta tujuan hidup.

Pada diri Santo Fransiskus dari Asisi, kita menemukan contoh hidup tuntutan perutusan Yesus tersebut. Ia secara bebas dan berani menanggalkan dan meninggalkan segala jaminan dunia, yaitu harta kekayaan, kehormatan keluarganya. Ia memilih hidup miskin, sederhana, dan menderita. Ia digelari sebagai “Poverello” ( lelaki miskin), namun justru dalam kenyataan itulah daya Allah bekerja secara luar biasa di dalam diri dan hidupnya. Kebesarannya terpancar dalam sukacitanya melalui cara hidup yang sederhana, menderita kelaparan dan sakit serta cintanya yang merangkul segala ciptaan Allah.

Sejauh mana aku telah mengandalkan dan berpasrah kepada penyelenggaraan Ilahi Allah? Bagaimana aku telah membina sikap tobat di hadapan warta gembira Allah?
Mari meneladani St. Fransiskus dari Asisi mengandalkan dan berpasrah kepada penyelenggaraan Ilahi Allah dengan membina sikap tobat kita dihadapan warta gembira Allah.
Tuhan memberkati. *RD AMT