Seluruh hidup Keluarga Kudus memancarkan Kerahiman  Ilahi. Yesus dari Nazaret, dengan kata-kata-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya, dan seluruh pribadi-Nya menyatakan kerahiman Allah. Selayaknya kita merenungkan dan sekaligus meyakini, bahwa seisi rumah Nazaret, Maria dan Yosef juga kata-kata, perbuatan dan seluruh pribadi mereka menyatakan kerahiman Allah. Namun, dari berbagai sumber, ajaran Gereja dan pengalaman kontemplasi para santo-santa yang sangat dekat pergaulan mistiknya dengan Maria dan Yesus sewaktu masih hidup di dunia ini, yang menyatakan, bahwa Maria adalah guru  Yesus, tidak hanya sebagai Bunda yang melahirkan Putra Allah, tapi guru dari Yesus, Putra Allah.  Dapat dikatakan bahwa Yesus,  sejak dikandung oleh Roh Kudus dalam rahim Maria, dilahirkan, masa kanak-kanak dan seluruh masa remaja-Nya, Bunda Kudus, menjadi guru bagi Yesus, dalam kata dan perbuatan-Nya. Meski pun Gereja juga mengakui, bahwa sebagai guru bagi Yesus, Maria sebenarnya sejak awal telah memperoleh ‘rahmat kebijaksanaan Ilahi,yang berasal dari Allah sendiri, karena Maria memang penuh rahmat, segala rahmat Allah, dipunyainya, dalam prosi yang tepat sebagai Ibunda Putra Allah. Dengan mengkontemplasikan Yesus Putra Bapa, sepanjang hanyatnya, Maria juga memperoleh  “kebijaksanaan  dan intelektual ilahi” yang  sangat cukup sedemikian rupa  untuk “merawat, mendidik,mengajar, Yesus sebagai manusia. Sebagai Tuhan, Yesus adalah Maha Guru dari semua guru, Sang Kebijaksanaan dari semua orang bijak.

Dengan memandang dari konteks ini, kita dapat memahami bahwa Maria adalah guru Yesus,  segala  gerak laku Yesus yang penuh rahim, sebagai manusia yang bertumbuh dan berkembang dalam Keluarga Nazaret, Yesus telah berlajar sejak awal hidup-Nya dari Maria dan Yosef.Yang kemudian dalam seluruh karya-Nya semakin nampak jelas diri-Nya sebagai wujud  dan wajah Kerahiman Allah.Selain itu, kita meyakini pula, bahwa Yesus mempunya seorang ayah asuh di dunia ini, di mana sebagai manusia, Yesus belajar dan  meniru dari Yosef, bagaimana Yesus belajar   bergaul, belajar bekerja, belajar segalanya sebagai seorang manusia, sehingga Yesus  bertumbuh semakin besar, makin dikasihi manusia dan juga Allah.

Dalam Keluarga Maria dan Yosep di Nazaret, Yesus bertumbuh, berkembang, hidup dan akhirnya berkarya, kata-kata-Nya, perbuatan-Nya, dan seluruh pribadi-Nya sebagai seorang manusia, tidak begitu saja  jadi, tetapi melalui proses manusiawi sebagaimana layaknya semua anak manusia yang lahir di dunia ini, dalam lingkungan  dengan aura mistik yang sedemikian rupa, menyatakan, sekaligus memancarkan kerahiman Allah. Tidak hanya itu, dalam pewartaaan-Nya di muka umum, dalam ajaran-Nya, perumpamaan Yesus  juga menggambarkan contoh-contoh kerahiman Allah yang nyata.

Yesus, Maria dan Yosep, dalam rumah Keluarga Kudus di Nazaret telah menjadi contoh utama  dalam melakukan karya-karya jasmani kerahiman ( memberi makan orang yang lapar, memberi minum kepada yang haus, memberi pakaian kepada yang telanjang, menyambut orang asing, menyembuhkan orang sakit, mengunjungi orang yang dipenjara dan  menguburkan orang mati), juga menjadi teladan utama dalam melakukan karya rohani kerahiman ( menasehati orang yang bimbang, mengajari orang bebal,menegur orang-orang berdosa,menghibur orang yang menderita, mengampuni kesalahan, menanggung dengan sabar mereka yang berbuat jahat, dan mendoakan orang yang hidup dan yang mati). Tidaklah berlebihan, kita bisa mengatakan bahwa dengan cara yang sangat manusiawi, Sang Raja Kerahiman Ilahi, berkenan hidup di tengah keluarga sederhana Maria dan Yosef di Nazaret, yang tentu juga memiliki hati yang penuh kasih dan  rahim. Yang harus menjadi sumber kegembiraan dan sukacita kita adalah bahwa kita diberkati dengan anugerah khusus untuk merenungkan secara lebih mendalam, Keluarga Kudus sebagai lubuk kerahiman Ilahi, yang dari  dalamnya kita tinggal menimba dari sumur yang penuh kerahiman itu. Apa yang mesti kita lakukan, sudah tersedia bagi kita dalam Konstitusi yang dilengkapi dengan Direktorium, secara lebih spesifik dan istimewa.

Bagaimanakah kita dapat menimba kerahiman Ilahi dari hidup Keluarga Kudus, jika kita kurang niat atau kehendak teguh untuk menyelaminya lebih dalam? Hanya dalam kedalaman, air semakin jernih, semakin indah pemandangan di dasarnya dan murni. Menyelami lubuk Kerahiman Ilahi Keluarga Kudus, tidak sekadar  tahu, dan mengamini bahwa memang ada, ibarat kita tahu ada sebuah sungai yang memiliki air, tapi kita tidak pernah berani menyentuh, menyeberang, dan menikmati kesegaran airnya?  Ada apa dengan kita? Kita tidak pernah kekurangan teladan hidup dan tidak kekurangan sumber air dan bahkan kita memiliki lubuk Kerahiman Allah dalam keseluruhan contoh hidup dan teladan Keluarga Kudus.

Kita diajak untuk berani menyelami kasih  Allah dalam hidup Keluarga kudus sehingga dimampukan untuk  mengembangkan cara hidup baru, untuk tumbuh lebih kuat dan lebih efektif dalam rengkuhan kasih Bapa yang penuh rahim dan merelakan diri kita  dan komunitas menjadi pribadi-pribadi dan komunitas yang setelah terinspirasi, terserap, mengalami kerahiman Bapa, berkenan menjadi alat kerahiman bagi semua uamt-Nya, bagi dunia dan segenap ciptaan-Nya.*hmartine