Kisah pengungsian Keluarga Kudus ke Mesir sangat menginspirasi aku dalam permenungan tahun ini.  Kisah  Maria dan Yosef yang sedang sangat bahagia dengan kehadiran Putra Allah  dalam keluarga mereka. Ada kunjungan para gembala  Betlehem, yang sebelumnya tidak dikenal. Yang lebih istimewa adalah kunjungan para Majus dari Timur dengan persembahan mereka yang istimewa untuk Sang Bayi istimewa ini, emas, kemenyam dan mur. Tentu saja, dalam benak Maria dan Yosef  yang menyaksikan, mengalami semua perhatian dan cinta yang istimewa dari Allah dan sesama. Di antara penolakan pada saat mencari tempat penginapan, kini  setelah Yesus lahir, segalanya berubah. Suasana menjadi sangat bahagia dan penuh sukacita. Tentu sukacita para gembala yang mendangar kabar dari malaikat, berbeda dengan  sukacita dari para majus yang dengan  kepandaian mereka dalam ilmu pengetahuan telah mampu menemukan tanda melalui bintang  tentang  kelahiran Sang Raja baru yang istimewa. Sukacita Bunda Maria dan Yosef yang tahu betul, siapakah Bayi yang hadir kini dalam keluarga mereka, lebih istimewa dari siapapun.

Namun, sukacita ini berjalan beriringan dengan tantangan besar dalam hidup keluarga Nasaret. Sepertinya, tidak berlama-lama dibiarkan terlena dalam kebahagiaan yang layak dialami sebagaimana manusia pada umumnya.  Dunia ini sungguh dramatis, ada-ada saja yang tidak menyukai kehadiran orang lain, seperti raja Herodes. Yosef dan Maria mesti menerima semua itu dengan lapang dada.

Kisah pengungsian  ke Mesir  tercatat dalam Matius 2 : 13 – 23, di mana Yusuf membawa  Yesus dan ibu-Nya melarikan diri Ke Mesir. Setelah Yesus dilahirkan dan orang-orang majus dari Timur yang mengunjungi  Sang Bayi pulang ke negerinya, nampaklah malaikat Tuhan kepada Yusuf dalam mimpi dan berkata : “Bangunlah, ambillah Anak itu serta ibu-Nya, larilah ke Mesir dan tinggallah di sana sampai Aku berfirman kepadamu, karena Herodes  akan mencari Anak itu untuk membunuh Dia. Maka Yusuf pun bangunlah, diambilnya Anak itu serta ibu-Nya malam itu juga, lalu menyingkir ke Mesir dan tinggal di sana sampai Herodes  mati. Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan TUhan oleh nabi ” Dari  Mesir Kupanggil Anak-Ku.

Menarik bagi saya adalah sikap Yusuf yang sangat bersegera, setelah mendengar warta perintah dari malaikat melalui mimpi, langsung bangun dan menuju ke Mesir pada malam itu juga. Sikap bersegera ini sangat menginspirasi, yang menandakan karakter Yosef yang sangat taat dan siap sedia. Dalam tidur pun, hatinya terbuka bagi Allah dan firman-Nya, hatinya berjaga-jaga untuk mendengarkan firman Allah dan setelah bangun dari tidur, langsung melaksanakannya. Hanya  seseorang yang tulus hati seperti Yosef, yang penuh cinta dan kelemahlembutan serta iman yang teguh kepada Allah, yang sesegera itu mendengar dan melakukan apa yang dikehendaki Allah.

Dapat dibayangkan, bagaimana perasaan hatinya, ketika mendengar penjelasan malaikat, bahwa raja Herodes mencari Anak itu untuk membunuhnya. Alasan melarikan diri sangat jelas, ada pihak yang ingin membunuh Sang Bayi Kudus. Yosef yang telah dipercaya untuk mengasuh Yesus Putra Allah,  dalam diam namun cekatan melakukan semuanya. Tidak sedikit pun memikirkan risiko yang terjadi dengna dirinya, rasa tanggung jawab atas kepercayaan Allah, rasa  kasih yang besar  mendorongnya untuk menyelamatkan Sang  Bayi  saat itu juga.

Yosef memilih untuk melayani Tuhan yang kini nyata hadir dalam Sang Bayi yang sedang berada dalam ancaman Hedores dan bahaya kematian. Sang Bayi begitu kecil, belum mampu untuk membela diri terhadap kekerasan dan kemurkaan raja yang paranoid dan jahat. Yosef  dan juga Maria dalam penyerahan diri yang total kepada Allah, memilih melayani  Yesus dalam  segala hal, melindungi dan menjaga dari segala ancaman, memastikan si Bayi aman dalam pengasuhan mereka dan perlindungan Allah yang maha  tinggi.

Bayangan kecemasan, kegelisahan, ketakutan, kesulitan dan kesukaran dalam perjalanan ditepis jauh dari pikiran. Hati yang murni dan tulus hanya menampung daya rahmat Ilahi dalam diri mereka yang dengan rela hati memilih untuk mempercayakan segalanya kepada tuntunan Allah. Sang Bayi sendiri yang menjadi jaminan dan kekuatan mereka untuk terus melangkah dalam kegelapan malam, di tengah malam yang dingin. Perjalanan jauh dari  Nasaret menuju Betlehem  untuk cacah jiwa, perjalanan mencari tempat penginapan di seluruh kota Betlehem, rasanya belum cukup bagi Keluarga Kudus di masa awal hidup Yesus. Perjalanan panjang dari Betlehem ke Mesir dalam bayangan ancaman maut bagi Sang Putra, telah semakin meneguhkan langkah Yusuf dan Maria untuk semakin bersungguh-sungguh, bersegera mendengarkan, melaksanakan titah Allah.

Masa-masa awal kesukaran ini, menjadikan mereka sosok orang tua yang perkasa dan hebat, yang berjuang  dengan sekuat tenaga bahkan mempertaruhkan nyawa demi keselamatan Yesus. Pengalaman dikasihi, dijaga, dibela, dicintai begitu rupa, diselamatkan oleh ayah Bunda-Nya, tentu menjadi pengalaman indah bagi Yesus kecil dalam gendongan Maria. Pengalaman yang melekat erat dan tertanam dalam nubari  Yesus. Kelak, pada saatnya, Yesus bertumbuh dalam  cinta kasih sebagaimana yang telah dirasakan secara manusiawi dari orang tua-Nya. Berani membela, dan melakukan apa saja yang mendatangkan kebaikan dan  keselamatan umat-Nya dan tidak seorang pun dibiarkan binasa.

Pola-pola pengasuhan dengan berbagai pengalaman manusiawi yang dialami oleh Yesus dalam Keluarga Kudus Nasaret telah membentuk  mereka masing-masing untuk saling melayani penuh cinta kasih, memancarkan cinta yang membahagiakan dan menyelamatkan semua orang. Melayani Allah di atas segalanya, menjadi ciiri khas karakter Keluarga Kudus Nasaret yang patut diteladani oleh setiap orang dan terutama dalam keluarga-keluarga.*hm