Menarik untuk direnungkan betapa indahnya pesan Paus Fransiskus  pada Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-55, Minggu, 16 Mei 2021 ‘Mari dan  Lihatlah ( Yohanes 1 : 47) ”. Berkomunikasi dengan menjumpai orang lain apa adanya. Kita semua dipanggil menjadi saksi kebenaran: untuk pergi, melihat dan berbagi. Bapa Paus mengingatkan semua kita umatt kristiani untuk kembali kepada hakekat hidup manusiawi yakni perjumpaan. Memaknai pesan istimewa ini, saya lebih terdorong untuk memandang kepada Keluarga Kudus Nasaret Yesus, Maria dan Yosef, yang kehidupannya sehari-hari sungguh merupakan suatu perjumpaan yang sangat istimewa dengan Allah dan sekaligus manusia. Yakni perjumpaan melalui dan dalam diri  Yesus Kristus Putra Allah yang menjelma menjadi manusia, yang hidup dalam  Keluarga Kudus Nasaret.

Pesona perjumpaan  Bunda Maria dan Yosef dengan Allah, telah mengubah seluruh arah gerak hidup mereka. Perjumpaan yang menginspirasi hidup mereka dan hidup dunia sepanjang zaman. Suatu perjumpaan yang dirancang, direncanakan dan dilaksanakan oleh Allah sendiri sebagai insiator utama. Sebab Allah sendiri yang sesungguhnya datang, turun, menjumpai umat-Nya dengan segenap situasi mereka apa adanya. Allah yang setalah  berjumpa dengan manusia, tinggal di tengah kita, hadir untuk menyertai dan mengasihi dengan kasih yang tak berkesudahan.

Pesona Perjumpaan Maria dengan Sang Sabda

Maria tentu telah mengalami perjumpaan dengan Allah secara personal Allah dalam batinnya yang hening, bening, yang siap menerima Sang Sabda. Relasi perjumpaan ini, telah dipelihara sejak awal Maria mengenal Allah sebagai Yahwe yang esa, yang menyelamatkan dan senantiasa menyertai. Harapan akan terus-menerus mengalami penyertaan, perlindungan sudah lama tumbuh dan berkembang dalam hatinya sebagai kaum anawin. Sehingga ketika saatnya tiba bagi Allah, diutus-Nya malaikat Gabriel “datang” menjumpai Maria, menyampaikan dan mewartakan Kabar Gembira bahwa Maria akan mengandung dan melahirkan seorang Anak laki-laki , dari kuasa Roh Kudus, Anak Allah yang Maha tinggi yang harus dinamainya Yesus. Disposisi batin Maria yang lemah  lembut, yang terbuka lebar,  yang telah siap dan terlatih sekian lama dalam perjumpaan dengan Allah dalam keheningan batin, kini lebih siap,  bagaikan bunga  yang mekar, indah menawan hati. Sentuhan dan  usapan kasih Allah, memenuhi ruang batinnya.Perjumpaan dengan utusan Allah ini,sangat istimewa, sekaligus menjadi pokok perjumpaan abadi dengan Allah yang jadi manusia, yang dikandung, dilahirkan dan diasuhnya. Sabda menjadi Daging, kini  bersemayam dalam hati dan akhirnya hadir, terlahir di dunia dan tinggal di antara kita. Sang  Sabda yang menjadi manusia itu dapat disentuh, diraba,  didengar tangisan dan suaranya, dapat dipandang, disapa,  dilihat, dirasakan, yang sungguh-sungguh ada, hadir dan dialami.

Sungguh indah, sangat indah perjumpaan yang apa adanya, realitas perjumpaan antara Allah dan manusia. Allah yang  sudah sejak dahulu kala dalam kerinduan abadi  mengutus hamba-hamba-Nya para nabi, kini sungguh datang, hadir, melihat sendiri, merasakan kehidupan manusia ciptaan-Nya di dunia ini. Melalui Maria, pesona  rindu itu memuncak sekaligus berpendar dalam realitas cinta, karena  dara jelita  yang namanya Maria, perawan dari Nasaret ini menerima kehadiran Allah. Maria membiarkan hatinya menjadi lahan subur, lembut bagi Sang Sabda untuk hidup. Sabda itu didengar, diterima dan diimani. Hidup itu diterima dan menjadi nyata, senyata-nyatanya, tertangkap oleh indra insani. Perjumpaan ini mengubah Maria menjadi pribadi yang baru, yang fokus tatapannya hanya pada Allah saja.

Pesona Perjumpaan Yosef dengan Allah

Beda kisah Yosef dan Maria, meski memiliki  satu tujuan saja yakni keselamatan sesuai rancangan Allah. Sabda itu diterima kehadiran-Nya. Sebab Allah memiliki selaksa cara untuk menjumpai  setiap jiwa pilihan-Nya dengan cara yang unik dan istimewa. Perjumpaan Yosef “hanya”melalui mimpi, sudah sangat cukup untuk sebuah disposisi batin pria tulus hati ini. Tidak ada keraguan atau kebimbangan. Tiada celah waktu untuk berembug. Tidak ada sisa keraguan dalam jiwa. Yang ada hanya bisikan cinta dalam kerinduan, karena hati telah tergetar oleh perjumpaan yang memesona jiwanya dan membuatnya terpana, mengubah hidup dan meruntuhkan segala daya dan rencana insani. Tidak ada yang mustahil, saat Allah dengan cara-Nya yang indah dan istimewa menjumpai  setiap jiwa yang dikasihi-Nya.

Maria dan Yosef di Nasaret telah berjumpa dengan Allah, dalam seluruh keberadaan mereka, apa adanya, dalam kedalaman jiwa. Perjumpaan itu pada hakekatnya bermula dari MENDENGAR Sang Sabda yang berbicara, lalu menerima dengan hati, mengamini dengan seluruh jiwa raga. Meski mata terkatup rapat, namun seluruh realitas terlihat jelas. Meski raga diam, tak bergerak, namun sesungguhnya seluruh jiwa raga bersukaria dalam sukacita cinta yang tak terkatakan. Perjumpaan seyogyanya selalu membawa kegembiraan dan sukacita. Jika demikian, sungguh tak seorang pun akan lari atau menghindar, pergi atau sengaja mengabaikan. Maria dan Yosef, tak beranjak sejengkal pun ketika dijumpai Allah. Dalam perjumpaan ini, seluruh rencana insani hilang lenyap, runtuh dan luruh. Keterpesonaan pada sosok Ilahi yang hadir, lebih memikat bahkan dari hidup mereka sendiri.

Pesona Perjumpaan Yesus dengan Manusia dalam diri Yesus dan Maria

Bagaimana kita dapat membayangkan betapa  penuh sukacita Allah, ketika di tengah malam dingin dalam keheningan ilahi, Allah hadir menghirup udara bumi dan dunia yang diliputi aroma dosa yang memenuhi dunia ini? Betlehem menjadi saksi, ketika Bayi Ilahi mungil menghirup udara yang sama dengan manusia pendosa, dan mata-Nya memandang cakrawala buatan-Nya.  Kulit-Nya merasakan hawa dingin dan tangisan-Nya memecah kesunyian malam. Suara-Nya yang tak terdengar sejak awal dunia, kini terdengar membahana di seantero jagat. Sesaat tiada halangan, tiada hambatan, sebab semua terlelap dalam kesunyian. Allah mendatangi manusia, menjumpainya dalam realitas  dan hadir melalui suatu proses yang panjang, proses manusiawi. Mata mungil-Nya nan indah pertama kali memandang Sang Bunda, manusia pertama yang dijumpai, dan kemudian sang ayah tercinta, Yosef, lalu para gembala, orang-orang miskin dan sederhana kemudian para cerdik pandai, lalu segala orang bahkan yang tidak mengenal Allah Sang Pencipta-Nya.

Betapa indahnya perjumpaan itu, Allah menjumpai umat-Nya, tetapi mereka tidak mengenal-Nya, sebab Dia ada dan hadir apa adanya. Dia melihat dan mendengar semuanya. Dia merasakan semuanya. Dia tahu segalanya. Dia mengikuti alur hidup insani. Dia juga mengikuti dorongan hakekat Ilahi dalam jiwa-Nya. Barang siapa yang peka perasaannya, yang murni hatinya akan melihat Allah ketika ia berjumpa dengan sosok manusia-Yesus nama-Nya.Siapa yang jernih budinya, tulus hasratnya  untuk mencari kebenaran, pasti akan menemukan-Nya. Maria dan Yosef  berjumpa dan hidup bersama-Nya.

Misteri perjumpaan dengan Allah  dan manusia ini begitu indah, dan hanya Maria, hanya Yosef yang tahu segalanya, merasakan semuanya. Tiada sukacita yang melebihi sukacita mereka. Tiada cinta yang melebihi cinta mereka terhadap Allah dan ciptaan-Nya.Karena perjumpaan itu, tiada apapun yang dapat memisahkan hati mereka dari keterpikatan dengan Allah. Bukan kesukaran, juga bukan kesulitan, bukan penolakan juga deraan rasa, jiwa dan  raga. Tidak ada. Sebab perjumpaan itu, sekali untuk selamanya, menetap secara tetap dan abadi dalam jiwa. Perjumpaan  insani yang mengubah jiwa raga beraroma ilahi dan menjadikan segalanya baru dan abadi cinta kasih mereka bagi Allah dan segenap jiwa.

Perjumpaan kita dengan Allah dan Manusia

“Datang dan lihatlah”, demikian Sabda yang Ilahi, yang senantiasa rindu untuk berjumpa dengan semuanya. Perjumpaan itu suatu aksi. Suatu tindakan keluar menuju orang lain. Perjumpaan itu  suatu keputusan hati untuk melangkah pergi, mencari dan menjumpai  orang atau sesuatu yang lain. Perjumpaan itu, mesti berlandaskan rasa rindu dan kasih. Tanpa kerinduan ini, sekian panjang waktu pencarian belumlah berarti. Perjumpaan yang bermakna  mesti memiliki tujuan ilahi. Allah menjumpai manusia, karena kasih semata-mata. Manusia seperti Maria dan  Yosef, yang juga memiliki kasih yang besar akan Allah, menerima kehadiran Allah.

Meski media atau sarana perjumpaan masa kini, di era milenial juga era new normal karena pandemic ini tersedia, tiada tergantikan perjumpaan dengan segenap jiwa raga.Pengalaman sederhana, betapa besarnya hasrat manusia akan perjumpaan, membuat kita semua umumnya tidak mudah untuk patuh pada protokol kesehatan 5M. Bahkan larangan mudik pekan ini, di beberapa tempat di Indonesia ini terabaikan.Secara positif, saya  memandang sebagai suatu kebutuhan sentral untuk berjumpa face to face, mendengar suara secara langsung, memperhatikan bahasa tubuh, merasakan hangatnya kasih sayang.

Jagat maya dipenuhi dengan konten-konten sebagai sarana perjumpaan. Pembuat konten dan pembaca konten, tetap merasa belum cukup. Sebab bukan isi konten itu yang dibutuhkan, yang umumnya memenuhi benak dan juga akal budi dengan setumpuk info atau ilmu. Konten perjumpaan yang dirindukan adalah perhatian dan kasih sayang. Menulis tentang kasih sayang sebagai konten oleh si pembuat konten, tak menyentuh hati dan mengubah hidup. Kehadiran penuh dan utuh, datang dan melihat, mendengar dan berkisah, merasa dan berbagi bersama.

Keluarga Kudus Yesus, Maria dan Yosef, menjadi saksi perjumpaan Yang Ilahi dalam hidup manusiawi. Kita semua dapat menjadi saksi perjumpaan dengan Yang Ilahi, jika berkenan keluar dari diri sendiri dan pergi, keluar, mencari dan menjumpai sesama yang lain apa adanya, di tempat di mana mereka berada. Meski tiada kata-kata  untuk dikomunikasikan, tiada buah tangan untuk diberikan, namun sukacita  hadir, jika konten perjumpaan  adalah perhatian dan kasih sayang. Berjumpa untuk mengasihi.  Datang untuk mengasihi. Melihat untuk mengasihi, Mendengar untuk mengasihi. *hm.