Komitmen merupakan  kesediaan diri untuk memberikan yang terbaik terhadap sesuatu atau seseorang yang dipercayai, suatu keputusan , suatu janji atau ikrar untuk melakukan sesuatu yang telah dinyatakan. Tentang kesetiaan terhadap komitmen, kita mempunyai teladan utama yakni Keluarga Kudus Nasaret Yesus, Maria dan Yosef. Sekali mereka menetapkan keputusan untuk memberi yang terbaik kepada Allah, selamanya dilakukan, tanpa rasa penyesalan, kekecewaan atau pun menoleh ke belakang. Saat mereka menetapkan hati untuk melakukan apa yang  telah diputuskan, saat itulah  mereka mulai berjuang tanpa kenal lelah untuk mewujudkannya. Berjuang sampai akhir hidup dan bersedia menanggung segalanya sebagai konsekuensi dari keputusan.

Komitmen Maria untuk setia

Ketika Maria menerima kabar Gembira dari  malaikat Gabriel  ( Lukas 1 : 26 – 38 ); setelah terlibat dalam dialog dengan malaikat, pada akhirnya dengan kebebasan penuh Maria menjawab : “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanmu.Pernyataan Maria yang kita kenal dengan FIAT ini, merupakan keputusan Maria  yang menyertakan segenap jiwa raganya, kesanggupan dan kemampuannya untuk menerima, menyetujui dan melakukan apa yang dikehendaki Allah.  Allah pun menerima pernyataan kasih Maria, keputusan hati yang dijiwai oleh cinta  yang diungkapkan dalam kesederhanaan dan kesahajaan jiwa.

Maria tidak membuat keputusan dengan  tergesa-gesa. Tidak kelihatan asal menjawab atau mengucapkannya di hadapan malaikat. Injil Lukas mengisahkan, Maria terlibat dalam dialog dengan malaikat, apa yang perlu diketahuinya. “Bagaimana hal itu mungkin terjadi karena aku belum bersuami?” Dan malaikat Gabriel menjawab : “ Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah yang maha tinggi akan menaungi engkau ,…Mendengar kata “Roh Kudus”, bagi Maria, semua sudah lebih dari cukup. Pernyataan malaikat ini meyakinkan keputusannya hatinyadan meneguhkan keberanian imannya untuk menyetujui tawaran Allah.

Maria mempertimbangkan dengan matang  dari keberadaannya dan segenap energi imannya. Maria sadar bahwa keputusan menerima merupakan keputusan untuk hidup. Menerima tawaran dari Allah berarti menerima hidup. Dan keputusan itu harus terus dihidupi setiap saat dari waktu ke waktu. Dan terbukti Maria menjaga, merawat keputusan hatinya ini sampai akhir hayat.

Berbagai risiko, tantangan, perjuangan, duka derita menyertai sepanjang perjalanan hidupnya. Pedang dukacita, hamparan derita, gelombang nestapa menghadap di setiap sudut perjalanan imannya. Maria tidak berpaling sedikit pun ke belakang. Tidak ada kisah tentang redupnya kobaran semangat Maria. Tidak ada  cerita tentang  pudarnya cintanya karena diterpa derita dalam diri Maria. Tidak ada. Yang ada hanya kisah –kisah ekspresi cinta yang semakin hari semakin berkobar untuk melaksanakan kehendak Allah. Semakin jiwa dilindas derita, semakin tegak jiwa mendongak kepada Allah, semakin teguh harapannya, semakin mantap langkahnya, semakin erat Maria bergelayut kepada Roh Kudus, Roh Ilahi yang menaunginya sejak awal.

Maria tidak rebah karena badai derita. Tersandung dengan keraguan pun tidak. Mengapa? Karena komitmen kasihnya, diikat dengan tali kesetiaan dan ikatan kasih akan Allah. Maria memiliki Allah dalam dirinya, dalam hidupnya. Maria hidup bersama Allah. Maria bergaul dengan Allah dalam keseharian sepanjang perjalanan hidupnya. Allah yang hadir dan nyata dalam diri Yesus putra yang dikandungnya dari kuasa Roh Kudus dan dilahirkannya, diasuh dan dibesarkannya. Maria setia pada komitmennya kepada  Allah karena didayai oleh Allah sendiri. Dari dirinya Maria menyediakan diri, patuh dan taat sepenuhnya pada tuntunan Ilahi.

Komitmen Yosef untuk Setia

Setelah  perjumpaan dengan malaikat Tuhan dalam mimpi  ( Matius 1 : 18 – 25), Yosef dalam diam tanpa kata “segera melakukan apa yang dikatakan oleh malaikat itu kepadanya. Ia segera mengambil Maria sebagai istrinya.”. Sejak saat itu, Yosef tidak mempertimbangkan apa –apa lagi. Seluruh hidupnya, segenap jiwa raganya diabdikan untuk putra terkasih bersama Bundanya. Sejak bangun dari tidur, Yosef mengalami transformasi hidup. Hidupnya dibaharuai. Kegelisahan jiwanya lenyap, yang ada hanya sukacita untuk mengambil Maria sebagai istri dan memelihara,  mengasuh Putra yang dikandung wanita pujaan hatinya. Yosef tidak kehilangan  impian untuk menjadi “ayah”, suami dan bapak keluarga. Tetapi ia menjalankan peran sebagai ayah, suami dan kepala keluarga dalam  dimensi yang baru, cara hidup baru, yakni cara  Allah sendiri. Yosef berkomitmen untuk melakukan semuanya seturut  jalan yang ditetapkan Allah.

Karena itu,  angan-angan, impian dan cita-cita lama ditinggalkan. Bangun dari tidur, Yosef memulai hidup baru dalam Allah dan bersama Allah. Seluruh dirinya diresapi dengan semangat kasih yang besar pada Allah. Tidak perlu Yosef diyakinkan lagi  dengan berbagai penjelasan. Yosef sungguh-sungguh percaya dan tak seorang pun yang dapat menggoyahkan keyakinan iman dan kasihnya. Dalam mimpi dia sudah mendengar dengan sangat baik dan jelas. “ Jangan takut mengambil Maria sebagai istri sebab Anak yang dikandungnya itu berasal dari Roh Kudus. Hendaklah engkau menamai Dia Yesus sebab Dialah yang akan menyelamatkan Israel dari dosa-dosa mereka. “ Mendengar tentang “Roh Kudus”, bagi Yosef semua sudah lebih dari cukup. Selanjutnya, perjuangan Yosef adalah berjalan bersama Roh Kudus yang telah memulai dan mendayai semua itu. Sungguh luar biasa kesetiaan Yosef terbukti sampai akhir hayat, sampai saat di mana Allah mengatakan cukup dan selesailah sudah tugasnya.

Maria dan Yosef  setia pada komitmen mereka yang di dalamnya terkandung makna bahwa mereka  harus belajar setia kepada tuntunan Roh Kudus dalam seluruh cara hidup mereka. Sejak awal mereka telah mendengar tentang siapa itu Roh Kudus yang telah berperan bersar dalam diri Maria,  sejak saat itulah mereka tahu , kepada siapa harus berpegang. Roh Kudus, Roh Allah sendiri yang menjadi sandaran dan andalam mereka selamanya. Mereka kuat dan teguh. Mereka sabar dan tabah. Mereka bertekun dan setia. Ikatan janji kepada Allah senantiasa diperbaharui, dimurnikan.

Belajar Setia bersama Keluarga Kudus

Hidup mengharuskan kita untuk memilih.  Kita telah memilih apa yang terbaik dalam hidup ini sesuai dorongan hati nurani. Kita percaya bahwa pilihan kita adalah jalan yang dikehendaki Allah. Namun sering kali, apa yang semula baik dan merupakan pilihan yang tepat, tidak selalu berakhir baik. Bahkan tidak jarang, kita menjadi ragu-ragu, bimbang, berhenti, menghindar atau berlari, manakala kita menghadapi sedikit kesulitan dan penderitaan. Semangat kita lemah, iman kita meredup, harapan kita nyaris pupus, kaki kita goyah, kita takut akan masa depan yang penuh ketidakpastian.

Baiklah dalam situasi demikian, kita ingat  kepada Keluarga Kudus Nasaret, yang sungguh  setia sampai akhir. Setia kepada Allah, setia pada tugas perutusan demi karya keselamatan Allah.  Apa yang kita alami, tantangan, kesulitan, penderitaan, juga telah mereka alami. Baiklah kita menatap pola langkah mereka, untuk berjejak di atas tapak kaki iman mereka. Mereka yang bertopang kuat pada dasar iman, dan tangan mereka bergelayut erat pada Roh Kudus yang  menuntun, bergantung penuh pada arahan Roh Allah. Biarlah kita juga merelakan diri dipimpin Roh Kudus dan ditemani Keluarga  Kudus sepanjang jalan derita penuh perjuangan di dunia ini. Bersama Keluarga Kudus, yang bergelayut pada Roh Kudus, meski selaksa tantangan menghadang dan sejuta kisah derita menerpa, pada akhirnya kita akan mencapai tujuan. Setia pada komitmen  kiranya menjadi pilihan kita. Bersama Keluarga kudus, kita pasti dituntun dalam jalan kesetiaan pada komitmen iman akan Allah.**hm