Orang tua merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak-anak. Rumah merupakan sekolah pertama tempat anak belajar. Saudara-saudari sekandung yang hidup dalam satu rumah, merupakan teman-teman sekelas yang pertama. Tingkah laku orang tua, dan seisi rumah merupakan buku pertama yang dibaca anak-anak dalam rumah. Setiap orang tua, setiap rumah tangga mempunyai cara tersendiri dan istimewa dalam mendidik anak-anaknya. Bahkan jauh sebelum hidup berumah tangga, ada pribadi-pribadi tertentu yang sudah memiliki visi  tertentu, yang memiliki harapan tertentu, untuk mendidik anak-anaknya kelak ketika sudah hidup berkeluarga. Kerap kita juga menjumpai ada orang tua tertentu mendidik anak-anaknya sebagaimana  dulu mereka dididik orang tua mereka. Apapun dan bagaimana pun cara para orang tua mendidik anaknya, kita hargai, karena setiap orang tua mengambil peran sentral mendidik putra-putri Allah yang dititipkan pada mereka.Banyak orang tua sukses mendidik anak-anaknya  sesuai harapan mereka. Tidak sedikit pula yang ‘gagal” mendidik anak-anaknya. Banyak orang yang merasa telah sukses dalam mendidik anak-anaknya, rela berbagi pengalaman suka duka dalam mendidik. Banyak pula para pendidik yang dianggap sukses mendidik putra-putri bangsa membagikan berbagai pengalaman dalam mendidik.

Pada hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2021 ini, saya  mau berbagi permenungan saya tentang Keluarga Kudus yang bagiku, sangat sempurna dalam mendidik  Yesus Putra Allah. Perjalanan hidup Yesus yang hebat itu, yang dikenang sepanjang zaman, Putra Allah menjadi manusia, yang  hidup dalam keluarga sederhana Maria dan Yosef di kota kecil Nasaret, tidak pernah lepas dari didikan kedua orang tua-Nya Maria dan Yosef.

Kita mengenal siapa Yesus, memercayai dan mengimani-Nya  sebagai Putra Allah, Tuhan dan Juru selamat kita. Kita tahu, sebagai manusia, Tuhan kita Yesus Kristus lahir, hidup dan dibesarkan dalam keluarga Maria dan Yosef di Nasaret. Kita tahu kisah-Nya, Maria dan Yosef adalah guru utama Yesus Kristus.Yesus berkembang sangat pandai, sampai dikagumi oleh alim ulama di bait Allah ketika berusia 12 tahun. Hikmat-Nya melebihi hikmat mereka (Lukas 2 : 47).  Dalam hal  kecerdasan, Yesus melebihi  anak-anak lainnya. Dalam hal karakter, Yesus luar biasa hebat, sangat lemah lembut, hati selalu tergerak oleh belas kasihan, siap sedia membantu, tidak memandang  bulu, menghargai orang tuanya, bersikap baik terhadap semua orang, peka dan peduli terhadap penderitaan sesama, singkatnya, segala karakter yang kita idam-idamkan  untuk menjadi seperti  insan yang demikian, dimiliki oleh Yesus. Dari mana semua itu? Tentu saja, secara manusiawi berkembang sesuai proses hidup, dari hasil didikan  dan bimbingan orang tua-Nya.  Sejenak kita menilik suasana rumah Nasaret, bagaimana Bunda  Maria dan Ayah Yosef mendidik Yesus. Tentu mereka tidak mempunyai kurikulum khusus untuk mendidik Yesus. Mendidik secara alamiah saja, seperti setiap orang tua lain. Namun ada beberapa hal yang bagi Yesus, ada keistimewaan tersendiri dari bunda Maria dan bapa Yosef dalam  mendidik Yesus.

Beda Peran tapi satu Visi

Maria  ibu Yesus, memerankan diri sebagai ibu, Yosef sebagai ayah bagi Yesus dan kepala Keluarga Kudus. Yosef mencari nafkah, sebagai seorang tukang kayu. Maria sebagai ibu rumah tangga yang mengasuh Yesus dan merawat seluruh rumah tangganya, melayani Yosef dan Yesus dalam segala hal. Meski berbeda peran, mereka memiliki satu tujuan yang sama yakni membesarkan Yesus yang dipercayakan oleh Allah. Mereka tahu sejak pewartaan malaikat Gabriel bahwa Yesus itu adalah Anak Allah yang Maha tinggi( Luk 1 :32).

Sejak awal hidup rumah tangga mereka sudah sadar, siapakah Putera mereka Yesus itu? Sadar akan hal ini, maka Maria dan Yosef  mengarahkan seluruh pandangan mereka pada Allah sendiri. Yesus anak Allah. Kepada mereka dititipkan Anak Allah ini. Dengan memandang kepada Allah,mereka tahu apa yang dikehendaki dari mereka oleh Allah dalam  mendidik putra-Nya. Mereka sadar bahwa putra-Nya Yesus adalah gambaran Bapa-Nya, maka  seluruh padangan mereka terarah pada Yesus. Kita bisa lihat dalam gambar dan lukisan Keluarga Kudus, pandangan mata Maria dan Yosef pasti terarah kepada Yesus.Dari Yesus, mereka belajar, apa yang harus dilakukan kepada-Nya. Melalui Yesus, mereka mengenal kehendak Allah bagi mereka sebagai orang tua. Bersama Yesus, mereka bersama-sama belajar melayani, mendampingi, membimbing mengasuh Yesus dalam suka duka hidup.

Betapa bahagianya, jika dalam sebuah keluarga ayah dan ibu kristiani mau seperti BUnda Maria dan Yosef, satu arah, satu tujuan dan satu visi dalam mendidik anak-anak mereka. Jika ayah dan sehati seperasaan, tentulah anak-anak dalam keluarga dapat merasakan dan menangkap setiap maksud baik orang tua dalam mendidik mereka.

Mendidik sesuai visi dan kehendak Allah yakni keselamatan

Bukan visi Maria atau visi Yosef yang dipakai dalam mendidik Yesus, tetapi visi Allah sendiri. Maria dan Yosef dalam segala hal, mencari kehendak Allah, untuk mewujudkan visi Allah sendiri. Mereka sehati sejiwa, seperasaan , sepenanggungan, sepakat bersama-sama mencari kehendak Allah. Sebab hanya Allah sendiri yang tahu, bagaimana masa depan Putra-Nya, dan Allah memiliki rencana besar dan cara yang istimewa untuk mendidik-Nya melalui proses manusiawi. Maria dan Yosef yang dipercayai Allah, untuk ikut serta dalam proses pendidikan Yesus sebagai  Anak Manusia, harus menyesuaikan diri dengan kehendak dan visi Allah sendiri.

Bagaimana caranya?  Sebagai orang Israel yang saleh, mereka tahu dan mengimani bahwa Allah mereka panjang sabar dan penuh kasih setia; berlimpah kasih sayan; Allah yang setia dan adil; Allah yang murah hati dan suka mengampuni;  Allah yang mendengarkan doa-doa dan keluh kesah orang yang hina dina; Allah yang membela orang kecil,yang mengangkat orang yang rendah; Allah yang mengasihi par ajanda dan yatim piatu; dan seterusnya.  Kisah tentang Allah yang mereka imani yang tercatat dalam Taurat Musa dan kisah para Nabi,  sangat hidup dalam diri mereka.Apa yang mereka kenal dan imani tentang Allah, itulah yang dijadikan kerangka dasar, atau katakanlah inti pokok atau indikator dalam mendidik Yesus. Maria dan Yosef sepakat bersama Allah, mengasuh dan mendidik Yesus agar sebagai manusia memiliki karakter  Ilahi, seperti Allah sendiri yang mereka imani.

Tentu saja, untuk sampai seperti itu, Maria dan Yosef  harus menjadi contoh, panutan bagi Yesus sang putra kecil agar dapat ditiru, dihayati sejak usia dini.  Mereka harus rendah hati, mereka harus sabar, ramah, setia, tidak ingkar janji, penuh kasih sayang, lemah lembut, peduli, murah hati kepada orang lain, singkatnya, dalam segala hal, apa yang mereka lihat dan kenal sebagai karakter Ilahi yang berasal  Allah, itulah yang ajarkan melalui teladan hidup mereka sendiri, dalam rumah di Nasaret.

Betapa bahagialah keluarga kristiani, yang sejak semula memulai hidup rumah tangganya, ada kesatuan hati, satu kata, satu jiwa mendidik anak-anak mereka terarah kepada visi dan kehendak Allah sendiri yakni keselamatan. Tidak sekedar supaya anak tumbuh cerdas dan sukses, menjadi orang terpandang, atau kaya raya, tetapi  anak-anak yang takut akan Allah, mengimani Allah dan selalu mencari kehendak Allah.

Berada Bersama

Yesus, Maria dan Yosef, selalu ada bersama, tinggal dalam rumah yang sama di Nasaret. Kalau ayah Yosef berkerja pun, tidak jauh-jauh, di sekitar rumah saja. Berada bersama sungguh memungkinkan mereka untuk mengikuti  tumbuh kembang Yesus secara penuh, tak sesaat pun  mereka kehilangan  kesempatan untuk berada bersama Dia. Sejak awal hidup-Nya, mereka mengikuti proses perkembangan Yesus perkembangan fisik-Nya, rasa – perasan-Nya, pemahaman, segala kebutuhan-Nya makan minum, kesehatan, cita rasa akan keindahan, dan terutama mengikuti proses-Nya bertumbuh dalam takut akan Allah.

Berada bersama memungkinkan  Maria dan Yesus untuk selalu tepat mengarahkan, tidak salah membimbing, tidak kehilangan waktu untuk mengajarkan segala hal, dan terutama Yesus tidak kehilangan kasih sayang yang seharusnya didapatkanNya dari orang tua-Nya.Injil mencatat sekali saja, ketika Yesus tertinggal di Yerusalem selama beberapa hari , yang membawa duka mendalam,  mereka segera mencari dan menemukan kembali. Mereka tidak sekedar ada bersama, tapi ada ikatan batin, kesatuan  hati, yang tumbuh perlahan-lahan dari ada bersama, hari demi hari,  melalui  komunikasi yang intens satu sama lain dalam rumah. Ada bersama, memungkinkan kehangatan kasih sayang terasa lebih dalam dan lebih bermakna.

Betapa bahagialah keluarga yang orang tua dan anak-anaknya berada bersama dalam satu rumah, bermain dan belajar bersama, melakukan segalanya dalam kebersamaan. Anak-anak sepenuhnya melihat dan memerhatikan merasakan kasih sayang orang tua dan saudara-saudarinya. Ikatan kasih, kedalaman kasih sayang sudah terasakan dan tak terputuskan. Tentu saja, tantangan masa kini, sudah sangat berbeda dengan hidup keluarga Kudus Nasaret ribuan tahun lalu. Banyak keluarga masa kini yang ayah ibu hidup terpisah satu sama lain, bahkan dari anak-anak dengan berbagai alasan. Meski banyak yang berdalih, meski tak seatap tetapi tetap menjalin komunikasi, melalui alat komunikasi, namun fakta membuktikan, ada bersama, tumbuh bersama secara lengkap bersama orang tua dalam satu rumah, bagi seorang anak, tidak tergantikan dengan alat komunikasi secanggih apapun. Mungkin ada komunikasi, namun kehangatan afeksi dan kasih sayang orang tua tak tergantikan.

Terlibat  dalam segala hal sebagai proses pembiasaan

Karena selalu berada bersama, Yesus juga melihat segalanya yang dilakukan Maria dan Yesus. Ia juga dapat merasakan, memahami, dan tergerak untuk membantu ayah bunda-Nya.Seperti ibu-ibu saleh lainnya pada masa itu, Maria juga mengajarkan anak-Nya sejak dini untuk berdoa, memuji Allah, memperdengarkan Firman Tuhan yakni kisah-kisah Kitab suci Perjanjian Lama. Yesus belajar dari ayah-Nya  di bengkel kayu bagaimana melakukan pekerjaaan pertukangan; bagaimana melayani para pelanggan dengan ramah; belajar jujur dan menepati janji; belajar melakukan pekerjaan dengan rapi; belajar bekerja keras, menahan panas dan dingin, kadang-kadang harus lembur untuk pesanan yang banyak. Yesus melihat, merasakan dan melibatkan diri.

Bersama Maria dan Yosef, Yesus belajar peduli terhadap orang sekitar. Belajar peka dan peduli terhadap kekurangan sesama, bergotong rotong dan saling membantu dalam kesusahan dan kesukaran sehari-hari. Sejak dini, Yesus telah melihat semua seluk-beluk kehidupan rumah tangga, Yesus memahami suka duka ayah Bunda-Nya, dan Yeus melibatkan diri bersama mereka.  Betapa indahnya proses hidup Yesus sebagai  Anak Manusia, selama 30 tahun di  Nasaret. Alam Nasaret, kota kecil , orang-orang sekampung, teman-teman sepermainan, turut serta menyokong pembentukan, pendidikan Yesus sebagai manusia. Karakter dasar yang ditabur, ditanam, diperkenalkan, sejak awal usia dini, bertumbuh, berkembang sampai dewasa. Saatnya tiba ketika tampil di depan umum, mewartakan Kerajaan Allah, segalanya menjadi begitu mudah. Kedekatan dengan  alam, sesama manusia, dan terutama Allah, menjadi saksi nyata suatu proses pertumbuhan dan perkembangan  seorang anak manusia menjadi dewasa, yang akhirnya matang melalui berbagai-bagai  kesulitan dan penderitaan.

Betapa indahnya keluarga yang sjak dini, memperkenalkan dan melibatkan anak-anaknya dalam segala hal sebagai sebuah proses pembiasaan, yang pada akhirnya matang pada saat dewasa dengan karakter yang sempurna sesuai kehendak Allah. Apa yang membedakan pola keluarga-keluarga umat manusia dalam mendidik anak-anaknya dengan   pola keluarga kudus dalam mendidik anaknya? Saya kira, visi dasar sebuah keluarga dalam mendidik. Keluarga Kudus mendidik Yesus, sesuai dengan visi Allah yakni  supaya Sang Putra semakin serupa dengan Allah, dalam segala hal. Keluarga-keluarga kita, bolehlah dikatakan dalam banyak aspek, masih berpegang pada visi manusiawi, yakni kesuksesan, kesejahteraan di dunia ini, sehingga anak-anak dididik dalam level kecerdasan, ketrampilan, kepintaran,  tidak banyak keluarga yang mendidik dengan visi utama agar anak-anak takut akan Allah dan berkembang sesuai visi Allah.

Adalah PR besar bagi semua orang tua kristiani dan semua insan pendidik kristiani, untuk merekonstruksi kembali visi pendidikan kristiani sehingga anak-anak Allah yang dipercayakan kepada setiap orang tua, tumbuh kembang sesuai kehendak Allah yakni takut akan Tuhan dan menjadi serupa dengan karakter Allah pencipta dalam segala hal.  Semoga Bunda Maria bapa Yosef yang menjadi teladan utama keluarga-keluarga dalam mendidik putra-putrinya, mendoakan semua keluarga agar memiliki meniru teladan mereka dalam mendidik. Semoga juga, Keluarga Kudus Nasaret, mendoakan dan menyertai para pendidik untuk mendidik anak sesuai visi kristiani, sehingga anak didik, tidak hanya tumbuh cerdas dan berakhlak mulia, namun juga memiliki karakter Ilahi.**hmartine.