Membangun dengan hati dan secara sistematis merupakan ciri khas Mgr.Vitus Bouma. Hati sebagai fondasi dasar diletakkan pada tempat pertama dan dalam keseluruhan rancangannya untuk membangun. Mgr.Bouma membangun sepenuh hati dan hati-hati. Dari pengalamannya sendiri, Bouma menyadari bahwa usahanya sendiri belum tentu menghasilkan yang terbaik. Dikisahkan, bahwa pada  awal mula karya misinya di Belitung, Bouma mencoba membangun sebuah sekolah Dasar, namun tidak berhasil. Penyebab ketidakberhasilan ini, tidak diketahui secara pasti. Bisa jadi, penyebabnya dari pihak Mgr.Bouma yang belum mahir dalam bahasa daerah setempat  atau dari pihak masyarakat yang belum menaruh kepercayaan penuh pada usahanya.

Namun, pengalaman kegagalan ini menjadi momen yang sangat berharga bagi Mgr.Vitus Bouma. Untuk selanjutnya, Mgr.Bouma tidak pernah gagal lagi dalam membangun.  Bouma tahu sejak awal, bahwa hati merupakan dasar utama untuk membangun, sekaligus syarat utama bagaimana harus mewujudkannya. Hal ini akan berpengaruh pada  seni membangun dan hasil “bangunan”-nya. Segala bahan lain boleh ada dan bermutu tinggi, tapi jika dikerjakan tanpa “hati”, hasilnya juga  kurang menyentuh hati.

Memiliki hati untuk memberikan yang terbaik adalah dasar utama. Maka meskipun banyak tantangan yang dihadapi, Bouma yang memiliki sebuah hati yang tulus dan penuh untuk misi, dapat mewujudkannya.

Misi membutuhkan hati yang terbuka, tulus dan murni. Misi meminta hati yang penuh pengorbanan. Hati yang berkobar-kobar oleh nyala api kasih. Hati yang hangat, membara  dan menghidupkan. Bouma memiliki hati yang seperti ini. Hatinya mendapatkan asupan yang terpancar dari Hati Yesus yang Maha Kudus dan Hati Maria yang tak bernoda. Dalam kedua hati yang kudus ini, Bouma berlindung. Dalam kekuatan kedua hati yang Kudus ini, Bouma  menempatkan hatinya sendiri. Dari kedua hati ini, mengalir kekuatan yang tak dapat mampu dibendungnya, yang terpancar kepada semua hati yang lain dalam seluruh pelayanan misinya. Kedua hati ini diupayakan untuk selalu berpadu dengan hatinya sendiri untuk selanjutnya dijadikan dasar bagi seluruh aktivitas pembangunan Kerajaan Allah.

Bouma menaruh hati pada setiap usahanya dan pada setiap orang. Kehangatan kasih  kebapaan dan keibuan yang mengalir dari kedua hati, terpancar melalui hatinya yang tulus. Tidaklah mengherankan, ada kesaksian tentang dirinya. Setiap orang yang dekat kepadanya, merasakan ketenangan dan kenyamanan. Semua yang datang kepadanya diterima dengan hangat.

Bagi kami, para putrinya, kami belajar mengangkat hati kepada Allah, menaruh hati pada-Nya dan dalam naungan hati-Nya kami berlindung. Dalam perjalanan hidup ini,  kami belajar berjalan bersama Bapa Bouma. Berjalan bersamanya, dan belajar bekerja dan melayani bersamanya. Kami meyakini, bahwa dalam perjalanan bersama Bapa Bouma, kami seolah-olah selalu diingatkan untuk selalu mempunyai hati dalam segalanya dan hati-hati. “Hati-hati dengan hatimu. Di mana kamu tempatkan hatimu, itulah pijakan hidupmu.”.*hm