Di tanah misi Bangka – Billiton Bouma hidup sangat sederhana. Tentang kesederhanaan Bouma, tak seorang pun yang meragukan. Para konfraternya yang hidup bersamanya memberi kesaksian tentang kesederhanaannya. Tentu saja, hidup sederhana bukan sekedar karena situasi misi menuntutnya demikian. Lebih dari itu, sederhana merupakan salah satu karakter milik Bouma, yang terus-menerus dilatih, dihidupi dan dihayati Bouma, sejak awal sampai akhir hidupnya. Sederhana jiwa raganya. Kesederhanaan yang sekaligus disandingkan dengan penghayatan keutamaan dan kaul kemiskinan sebagai seorang biarawan.

Meski Bouma dikaruniai segudang talenta dan kemampuan yang barangkali bagi orang-orang pada umumnya, menjadi suatu hal yang membanggakan, namun bagi Bouma, semua itu merupakan anugerah Allah semata-mata yang bukan diperuntukkan bagi dirinya tetapi bagi sesama. Bouma dianugerahi kecerdasan akal budi yang luar biasa, yang diseimbangkannya dengan kecerdasan spiritual. Kecerdasan dan kecemerlangan akal budi tidak menghalangi Bouma untuk menjadi orang yang sederhana dan biasa-biasa saja. Kesederhanaan dalam arti tidak membuat diri sendiri sulit dan tidak menyulitkan atau menyusahkan orang lain. Cara hidupnya diwarnai oleh kesederhanaan, kesunyian tanpa menonjolkan diri, demikian kesaksian para konfraternya.

Dalam catatan pada tahun-tahun awal kegembalaannya di prefektur Bangka-Billiton, Bouma membutuhkan banyak dana untuk membiayai kebutuhan misi. Untuk mendapatkan dana yang diperlukan, Bouma minta kepada para konfrater supaya hidup sesederhana mungkin. Dalam arsip-arsip tidak ditemukan catatan mengenai pesta-pesta yang menunjukkan bahwa Bouma tidak ingin dirayakan pesta-pesta besar yang tentu saja mengeluarkan banyak biaya. Bahkan peringatan 12,5 tahun yubileum misi dirayakan secara sederhana saja. Kesederhanaan ini berkaitan dengan  wujud solidaritas dengan kawanan domba di tanah misi yang hidup sangat sederhana. Kesederhanaan yang dihayatinya secara pribadi, juga ditularkan kepada sesama konfrater.

Dalam catatan In Memoriam bagi Mgr.Vitus Bouma, SSCC oleh Pastor C.van Thiel, SSCC  tertulis demikian : “ Dalam pergaulan, beliau sangat sederhana, dan seorang pendiam, dan tak lancar berbicara,tetapi di mana pun Beliau hadir, maka orang menjadi tenang,…”.Suatu pancaran kesederhanaan yang tidak dibuat-buat, namun sudah menjadi miliknya. Kesederhanaan ini tampak dalam cara berkomunikasi, bertutur, bertindak sebagai pola hidup di tanah misi. Bouma bukan tak pandai bicara, bukan pula sekedar  pendiam, namun keberadaan diri di tanah misi  dengan sebutan demikian merupakan pilihan komitmen yang memuat penyangkalan diri.

Bouma tahu di mana ia berada. Bouma sadar dengan siapa ia berhadapan. Tentu saja, akan beda cara berkomunikasi kepada para mahasiswa, dengan para konfrater dan dengan kawanan domba. Bouma tahu betul bagaimana seharusnya bersikap dan bertutur. Sesederhana mungkin. Sederhana dalam bertutur. Sederhana dalam penampilan dan sikap. Ada yang tidak perlu dikatakan, ada pula yang tidak perlu dilakukan dan bahkan ada harus ditinggalkan. Ada hal-hal yang tidak perlu ditunjukkan meski orang lain membutuhkannya. Ada hal yang tidak perlu diberi penjelasan panjang lebar. Bouma tahu dengan pasti dan hatinya meyakini bahwa yang terpenting di tanah misi dan yang sangat dibutuhkan oleh kawanan dombanya adalah kehadirannya di tengah mereka; perhatian dan kasih sayang; penerimaan dan kepedulian serta  solidaritas dan pencerahan.

Kesederhanannya terpancar dalam kehadirannya yang menjadi “sama” dengan kawanan domba yang tidak mampu berbicara dan mengungkapkan keadaan dan kebutuhan mereka. Yang hanya dapat  memandang dengan diam penuh harapan. Bouma yang sejak masa muda sangat cerdas, guru yang sangat bersemangat dan menarik minat para siswa,  telah membuat suatu pilihan yang tepat di tanah misi yakni  senasib dengan kawanan domba yang dilayani. Dalam kesederhanaannya, Bouma sama sekali tidak menampakkan kepandaian, kecerdasan atau kemampuannya ketika berhadapan dengan kawanannya. Yang tampak dalam keseharian, yang dilihat dan dapat dipandang sesama  adalah bahwa Bouma seorang yang tenang, diam, tidak pandai bicara, tetapi seorang  pekerja keras yang giat membangun. Meski cukup banyak yang segan mendekatinya, kehadirannya di tengah mereka memberikan rasa aman dan ketenangan tersendiri. Pribadi sederhana, yang kehadirannya memberi harapan dan menginspirasi.

Kerja kerasnya yang tiada lelah menunjukkan kesederhanaannya. Sebagaimana umatnya yang hidup dalam keadaan sangat sederhana yang diwarnai dengan bekerja sangat keras di tambang untuk memenuhi kebutuhan hidup, demikian juga Bouma berjuang sekuat tenaga dengan berbagai cara memenuhi kebutuhan-kebutuhan misi demi kesejahteraan jiwa raga mereka. Penghayatan kaul kemiskinan dinyatakan secara tegas dalam kerja keras. Semua kemampuannya dipergunakan dengan sungguh-sungguh sejauh untuk kepentingan misi.

Dalam ranah pendidikan dan pengajaran, yang tidak mungkin dilakukannya sendiri, kesederhanaannya diwujudkan dalam kebijakan dan keputusan misi yang tepat dengan suatu pilihan strategis yang cepat dan tepat pula. Bouma tidak menunda dan memperlambat waktu. Tidak sekedar wacana atau proposal. Bouma  rela melakukan segala sesuatu dengan sangat detail mulai dari perencanaan sampai evalusia dan pelaporan. Hal – hal yang sulit dan rumit, dijadikan sederhana dan mudah dipahami, mudah dikerjakan, mudah  juga dalam mempertanggungjawabkan.Rekan-rekan konfrater  yang berjuang bersamanya, mengagumi kesederhanaannya, dan mereka sangat menghormatinya.

Kesederhanaannya tampak dalam tindakannya yang tidak memaksanakan kehendaknya kepada sesama. Ketika ada konflik, Bouma menerima dan mengampuni. Tiada paksaan, tiada alternatif tawaran, tiada rayuan atau bujukan dengan janji-janji untuk mempertahankan apa yang dipandangnya penting dan benar. Tidak. Cukup dengan satu kalimat sederhana namun syarat makna, tanggapannya menunjukkan kualitas dirinya yan sederhana. Menerima apa adanya, tanpa menuntut apalagi menghakimi.  Prinsip menerima tanpa menghakimi berakar kuat dalam dirinya. Asal seseorang masih bisa berbuat sesuatu untuk karya misi, seseorang masih bisa berbuat banyak  di mana pun dia berada, bahkan bisa berbuat  lebih banyak dari yang dapat dilakukan di sini.

Bouma juga memiliki penghayatan iman yang sederhana,  teguh kepada Allah, penuh harapan dan penyerahan diri. Dari ungkapan motonya, kita dapat mengenal  siapa dirinya dari aspek kesederhanaan. “Jikalau bukan Tuhan yang membangun rumah, sia-sialah para pembangun bekerja”.Hanya orang yang memiliki jiwa yang sederhana, yang mengakui keberadaan Tuhan sebagai yang berperan besar dibalik semua karya-karyanya dan Bouma merupakan salah satunya.Bouma mengakui dan memahatnya dalam moto kegembalaannya bahwa Allah sendiri yang melakukan pekerjaan-Nya dan Bouma hanyalah “buruh”bangunan Allah. Bouma menempatkan diri di bawah kekuasaan Allah yang senantiasa bekerja dalam segala hal.

Kesederhanaan yang dihayatinya selama masa-masa aktif, teruji dalam masa tawanan kurang lebih tiga tahun. Tidak ada yang dapat dibawa pergi sesaat ketika diinternir. Kemampuannya bertahan secara fisik  dalam tawanan juga merupakan buah penyangkalan diri yang sudah terlatih bertahun-tahun. Apa adanya, tidak berlebihan dan sebisa mungkin mendahulukan yang  lebih membutuhkan. Dalam masa tawanan ini juga. kesederhanaanya mencapai puncaknya, melepaskan segalanya dan tidak memiliki apa-apa lagi. Tiada kawanan yang digembalakan, tiada tempat untuk mewujudkan ide-ide cemerlang, tiada proyek yang dibangun. Bouma mengembalikan semuanya kepada Allah yang  mengerjakan segalanya dengan penuh iman dan kesederhanaan hati. Bouma menjadi teladan kesabaran  dalam kesukaran dan kemiskinan dalam tawanan.  Semua ini dilakoni  sampai pada garis finis hidupnya. Dan ini  yang semakin meyakinkan  kita bahwa seluruh perjalanan hidup dan pelayanannya semata-mata untuk kemuliaan Allah dan keselamatan jiwa-jiwa.

Kesederhanaan yang dimiliki Bouma ini, juga diwariskan kepada putri-putri yang selalu menjadi kesayangannya. Ini nyata dalam nama yang diberikan kepada suster pribumi ini yakni Suster Kecil Keluarga Suci, yang kemudian hari menjadi Kongregasi Suster Dina Keluarga Suci dari Pangkalpinang. Kata kecil  dan dina secara langsung menunjuk kepada semangat kesederhanaan. Selamanya, Bouma merindukan dan mengharapkan putri-putrinya berjalan dalam kesederhaan dan menjadi saksi kesederhanaan. *hm