Hidup adalah anugerah dari Allah semata-mata. Hidup juga merupakan sebuah pilihan. Hidup merupakan perjuangan. Pilihan hidup yang tepat membawa kita memaknai setiap anugerah Tuhan dengan tepat. Perjuangan kita atas pilihan hidup merupakan sebuah ungkapan syukur atas kasih karunia Tuhan. Salah satu bentuk pilihan ini adalah merenung dan merefleksikan kehidupan Sang Perawan yang telah melewati waktu-waktu penderitaan yang luar biasa.Mereka adalah Keluarga Kudus Yesus Maria Yosef, yang dalam pekan ini, seluruh jagat mengarahkan pandangannya. Semua yang terangkum dalam misteri suci dalam pekan ini yakni misteri sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus, bermula dari seorang Perawan dari Nasaret. Maria namanya. Kecil, sederhana, tidak terlihat dan terkenal, tapi namanya telah mendunia dan akan tetap ada sepanjang zaman. Dialah ibunda sang Juru Selamat, yang mengandung dan melahirkan, membesarkan Yesus, yang disebut Kristus. Melewatkan waktu berkualitas bersama Ibunda merupakan anugerah. Saat ini menjadi sebuah persembahan untuk mengalami kehadirannya, dan memetik buah-buah yang tersedia dari pengalaman perjumpaan ini dengan Sang Perawan. Sebelum kita memetik buah-buah penebusan Yesus Kristus Putera-Nya, kita juga dapat memetik buah – buah kasih Sang Perawan dalam kidung sukacitanya.
Misteri inkarnasi
Dalam permenungan saya mencoba masuk dalam pengalaman bersama Maria dalam situasi menyiapkan diri untuk dipakai Allah. Maria bukan hanya sekedar seorang gadis beruntung yang kebetulan dipilih Allah menjadi ibu Yesus, tetapi telah dinubuatkan jauh sebelum Yesus lahir ke dunia. Allah memilih Maria bukan tanpa alasan, melainkan Allah sudah tahu, kenal, dan paham pribadi Maria jauh sebelum Maria dilahirkan ke dunia. Allah memilih Maria sebab Allah tahu bahwa Maria adalah sosok yang pantas untuk menjadi bagian dalam tata sejarah keselamatan. Dan memang benar terbukti bahwa pilihan Allah itu adalah pilihan yang terbaik. Dari sekian banyak wanita, Allah memilih seorang gadis desa biasa yang sederhana. Allah tidak memilih perempuan dari keluarga kaya atau keluarga bangsawan. Ia memilih gadis biasa, gadis sederhana, yang setia melakukan pekerjaan sederhana dalam hidupnya setiap hari, untuk menunjukan bahwa harta dan kekayaan tidak bisa menjamin keselamatan seseorang.
Hati dan pikiran Maria yang sederhana dipakai Allah untuk menjadi ibu Yesus. Maria tidak memiliki pertimbangan untung rugi bagi dirinya. Yang Maria tahu adalah melakukan pekerjaannya dengan setia. Justru karena Maria tidak memiliki banyak pertimbangan untung dan rugi (kepolosan Maria) maka Allah memakai pikiran dan hati Maria itu untuk melaksanakan kehendak-Nya. Seandainya Maria memiliki pola pikir untung rugi maka mungkin saja Allah tidak memilih Maria untuk menjadi pelaksana kehendak-Nya. Allah memakai pikiran dan hati Maria yang polos dan jujur untuk diisi dengan rancangan-rancangan-Nya tentang karya keselamatan di dunia, sehingga Maria tidak akan banyak memberontak atau menolak ketika terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan jalan pikirannya.Pengalaman bersama Maria, membantu saya mengalami cara Maria mengolah rasa yaitu sederhana dan apa adanya. Mencoba untuk mengahadapi segala peristiwa hidup menggunakan hati bukan pikiran, sehingga lebih memahami kehadiran Allah yang sangat lembut menyapa dan hanya bisa didengarkan ketika hati tak diisi dengan apapun kecuali tersedia untuk Allah sendiri.
Misteri kabar gembira
Permenungan bersama Maria di dusun kecil Nasaret membawa saya semakin memahami siapa pribadi Maria. Menerima salam malaikat, Maria tidak langsung gembira atau bahagia. Akan tetapi, dia juga tidak mengabaikannya. Dia ingin mengerti apa makna salam itu. Dia membutuhkan waktu untuk merefleksikan atau merenungkan semua itu. Refleksi Maria membuahkan hasil yaitu perasaan terkejut berubah menjadi bahagia ( Magnificat) dan Maria mendapat banyak rahmat di dalamnya.
Sabda yang paling menyentuh saya pada renungan ini adalah “penuh rahmat”. Kata ini ditujukan malaikat kepada Maria. Keadaan Maria yang penuh rahmat itu bukan merupakan hasil perbuatannya sendiri, melainkan pemberian ”cuma-cuma” dari Tuhan. Maria tidak mempunyai jasa untuk pemberian cuma-cuma ini. Tuhan bebas memberi dan memanggil siapa saja yang dikehendaki-Nya. Ini adalah pilihan bebas dari-Nya. Allah tidak memilih dengan “menutup mata”, dia juga tidak memperhitungkan penampilan manusiawi. Apa yang dilihat-Nya adalah hati Maria. Di pihak lain, Maria bebas untuk menjawab “ya” atau pun “tidak” terhadap panggilan Tuhan. Jadi, ini merupakan suatu pertemuan antara kebebasan Tuhan dan kebebasan Maria. Maria mengajar saya untuk memakai kebebasan batin dalam menerima dan melakukan rencana Tuhan.
Saat malaikat datang membawa panggilan dan rencana Tuhan untuknya, Maria berada dalam situasi hidupnya, mempunyai rencana hidupnya sendiri (akan menikah dengan Yusuf). Saat itu Maria harus memilih, harus memutuskan rencana siapa yang mau diikutinya, rencanya sendiri atau rencana Allah. Maria saat itu tidak mengetahui rencana Tuhan secara keseluruhan ataupun seluruh tahap-tahap perjalanan panggilannya. Maria tidak tahu mengapa harus dirinya yang dipilih, Maria juga tidak mencari-cari jawaban ke sana-kemari agar rasa penasarannya terpenuhi. Karena Maria tidak pernah berpikir apa yang akan terjadi ke depan-nya tetapi menyerahkan seluruh pikiran dan hatinya untuk dikuasai Allah maka Maria dengan bebas dan mantap menjawab “ya”. Andai Maria tahu apa yang akan terjadi ke depannya, barangkali Maria akan menjawab “ tidak”. Maria mengajar saya untuk mempunyai hati dan sikap terbuka terhadap rencana Tuhan dan menempatkannya di atas rencana saya sendiri. Maria mengajarkan saya untuk memilih rencana Tuhan dan meninggalkan rencana yang sudah saya bentuk menurut saya sudah mantap dan matang namun tidak sesuai dengan kehendak dan rencana-Nya.
Misteri kunjungan Maria kepada Elisabet
Renungan kali ini saya mencoba untuk mengikuti perjalanan Maria dari rumahnya sampai ke rumah Elisabet. Awalnya ketika malaikat Gabriel menyampaikan kabar gembira kepada Maria, Malaikat juga menyampaikan kepada Maria bahwa Elisabet juga mengandung. Mendengar itu Maria bergegas mengunjungi Elisabet. Di sini saya mengalami semangat pemberian diri Maria yang total. Maria tidak menjawab malaikat “ tunggu nanti besok atau lusa”. Maria tidak memikirkan harus mengerjakan pekerjaannya terlebih dahulu tetapi mendahului sabda Allah yaitu mengunjungi Elisabet. Tetapi Maria langsung berangkat. Sabda Allah menjadi nomor satu dalam hidup Maria. Karena seluruh dirinya dipenuhi dengan sabda Allah maka ketika berangkat ke tempat Elisabet, Maria sangat bersuka cita. Yang Maria pikirkan adalah Elisabet bukan dirinya. Maria juga tidak pernah berpikir bagaimana caranya supaya Elisabet bahagia. Yang Maria lakukan adalah hanya ingin berjumpa untuk membagi kebahagiaannya kepada Elisabet. Sehingga perjumpaannya dengan Elisabet merupakan perjumapaan yang alami (natural), mereka tidak lagi membicarakan hal-hal yang lain atau berkeluh kesah tentang nasib mereka, tetapi bersama-sama memuji keagungan Allah dalam diri mereka masing-masing.
Sentuhan dan pelukan Maria dan Elisabet sebagai pribadi yang terberkati membawa sukacita dan kebahagiaan bagi bayi yang ada dalam kandungan mereka masing-masing. Ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus. Elizabet merasakan sukacita dan damai ketika mendapatkan kunjungan seorang perawan muda. Perjumpaan dengan Maria dirasakan semakin memenuhi apa yang terjadi pada diri Elizabet selama ini. Elizabet mengalami bahwa dia mempunyai teman dalam meluapkan sukacitanya itu yaitu Maria. Dari teladan Maria saya belajar bahwa ketika saya memiliki bakat, kesempatan dan waktu dalam hidup ini dan saya menyimpan untuk diri saya sendiri maka anugerah itu menjadi kerdil dan tidak berkembang. Tetapi ketika saya mampu menyampaikannya kepada orang lain maka bakat dan anugerah itu menjadi sangat kaya dan berbuah limpah karena memberi sedikit kehidupan bagi orang lain.
Ketika Maria tinggal bersama Elisabet, yang dilakukan oleh kedua ibu ini adalah menyelesaikan pekerjaan rumah tangga yakni menyiapkan perlengkapan menyambut kelahiran anak Elisabet. Saya kagum dengan pribadi Maria. Ketika bekerja dengan Elisabet Maria tidak pernah berpikir bahwa dirinya juga harus sekalian bersiap-siap untuk kelahiran buah hatinya. Maria fokus mengurusi keperluan Elisabet. Setelah pekerjaan di rumah Elisabet beres barulah Maria memikirkan untuk pulang. Hadir mengalami hidup bersama Maria dan Elisabet merupakan pengalaman sederhana namun luar biasa maknanya. Sikap keduanya membawa saya pada kesadaran bahwa menjadi istimewa di hadapan Allah bukan dengan melakukan hal-hal besar, bukan hanya kemampuan untuk melihat yang lebih jauh ke depan, tetapi hidup pada realita saat ini, kini, dan di sini. Dengan hidup pada realita saat ini, saya semakin dituntun untuk semakin meniru sikap Maria yaitu melakukan pekerjaan sehari-hari dengan hati yang gembira dan sukacita yang berasal dari Allah.
Misteri Magnificat
Perasaan sukacita dan kegembiraan meliputi seluruh diri Maria. Maria tidak pernah merencanakan atau menyususn kata-kata magnificat untuk dikidungkan di hadapan Elisabet. Hal itu dengan sendirinya keluar dari hatinya yang tulus untuk memuliakan keagungan Tuhan dalam hidupnya. Karena kemurnian hati Maria maka Allah mengaruniakan kata-kata itu kepadanya. dan Maria pun pertama-tama mengagungkan nama Tuhan. Maria menunjukkan teladan bahwa segala sesuatu pertama-tama harus kembali kepada Allah bukan pada diri saya sendiri.Perasaan kalut Maria berubah menjadi pancaran bahagia dan sukacita. Maria yang tadinya menganggap dirinya sangat rendah dan tidak pantas kini menjadi bahagia karena mengalami bahwa dirinya sungguh ditinggikan oleh Allah yaitu mengandung Sang Juru Selamat.
Dalam permenungan saya mengalami peristiwa bahwa pada waktu Maria merefleksi untuk menjawab menyanggupi tugas berat itu, Maria tidak melakukan hal lain selain membuka kitab perjanjian membacanya dan merenungkan. Sehingga Maria sangat bersukacita karena Maria tahu bahwa anak yang akan lahir dalam keluarganya adalah Juru Selamat. Dalam permenungan saya bertanya mengapa harus pujian ini yang diucapkan oleh Maria, bukan kata-kata atau pujian yang lain. Karena Maria sudah mengerti tentang kitab suci. Maria sudah mengerti sabda Allah dalam Perjanjian Lama, sehingga ketika mendengar kabar malaikat Maria belum memahaminya. Tetapi setelah Maria melewati tahap refleksinya menjadi tahu bahwa dia mengandung Juru Selamat, maka Maria menjadi mengerti bahwa yang tertulis dalam perjanjian lama, yang selama ini dia pelajari di Nasaret bersama keluarganya terjadi dalam dirinya saat ini. Saya sungguh mengagumi sikap batin Maria. Maria adalah teladan pendengar dan pelaksana sabda Allah, sehingga yang diwartakannya adalah kidung sukacita bukan kecemasan atau kesedihan.
Mamaknai setiap misteri dalam konteks masa covid-19 di pekan suci ini, saya belajar mengolah rasa dari kedalaman hati. Sejuta rasa yang terlahir dari kisah dan derita dunia oleh covid-19 ini yang akan semakin menyatu dengan sengsara Kristus dalam beberapa hari ke depan. Rasa hati yang tertunduk rebah atau rasa hati yang tegar, erat menatap kuat ke depan dalam pengharapan? Seperti Maria, saya belajar menempatkan saat-saat berkualitas bersama keluarga tanpa hitung untung rugi, tanpa keluhan yang memancing kejenuhan. Seperti Maria, saya belajar untuk memandang kepada Allah dan memohon kepada-Nya agar berkenan memenuhi hidupku dan hidup semua orang lain dengan keyakinan akan rancangan kebaikan dan kasih Allah yang tiada batas. Seperti Maria, saya belajar untuk membaca kehidupan saat ini, dengan berani menembus batas-batas realita semata.
Bagiku, misteri inkarnasi, misteri kabar gembira dan magnificat menjadi semakin hidup dalam masa covid di pekan ini. Allah sedang melawat umat-Nya dengan cara yang istimewa, melalui cara-cara yang hanya Dia sendiri tahu. Sebuah cara yang tepat untuk keselamatan setiap jiwa. Allah sedang melantunkan nada belas kasih untuk meraih kembali hati setiap umat-Nya agar pulih dan kembali kepada-Nya. Sang Perawan dari Nasaret, Maria namanya telah mengalami semua duka derita yang pernah dialami setiap manusia di dunia. Berjalan bersama Maria , dalam derita kita, akan membawa kita turut mengidungkan nada sukacita. “ Jiwaku memuliakan Tuhan, hatiku bergemar, Allah Juru Selamatku”.* Stevany
Recent Comments