Semua kita ketika masih anak-anak dittanya kalau nanti besar mau jadi apa? Umumnya nak-anak menjawab, jadi dokter, guru, pilot, kepten,presiden dan banyak yang lainnya. Aku juga  ketika masih kecil ketika ditanya mau jadi apa, aku jawab mau jadi suster dan akhirnya jadi suster benaran. Ada anak-anak yang umumnya asal menjawab dan hampir jarang orang dewasa mengarahkan nanti mau jadi apa, karena memang pertanyaan itu seperti pertanyaan iseng kepada  anak-anak. Banyak di antara kita yang masih bercita-cita lain, kenyataannya jadi lain.Banyak faktor yang berpengaruh. Kalau saya pikir-pikir antara lain, karena kurang jelas cita-cita, maka orientasi juga  kurang jelas. Memang, akhirnya seiring waktu ketika remaja dan setelah menamatkan SLTA baru mulai berpikir, mau jadi apa, kuliah di mana, banyak yang akhirnya bingung, mau ke mana?

Saya tercengang ketika membaca buku BHF, ternyata St.Faustina sejak kecil memiliki cita-cita menjadi orang kudus yang besar.Waduh, saya pikir, hebat sekali orang ini, bagaimana bisa sejak kecil bercita-cita demikian? Saya bayangkan, betapa luar biasa suasana dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya yang kental dengan nuanasa kristiani, sehingga anak-anak memiliki cita-cita menjadi kudus bahkan orang kudus besar. Dan benar adanya, St. Faustina yang bernama baptis Helena, akhirnya jadi orang kudus besar dikenal sebagai Rasul Kerahiman Ilahi yang berkaul sangat karib dengan Yesus dan Bunda-Nya seperti sahabat dalam hidup sehari-hari dalam kesunyian dan kesibukan di biara.

Ada sedikit rasa sesal di hatiku dan saya berandai-andai. Kalau seandainya dari kecil aku diarahkan oleh orang – orang dewasa entah orang tua, guru, pendidik atau pembimbing bahwa bisa memilih cita-cita menjadi kudus, mungkin saya akan memilihnya.Seperti St.Faustina, karena bercita-cita jadi orang kudus, maka dia sungguh berusaha dan berjuang membiasakan diri dengan karakter kekudusan, tekun berdoa, rajin membaca Kitab Suci, tekun beramal baik, mudah mengampuni, bertindak jujur, adil dan tulus.Yach, karena bercita-cita jadi kudus, maka seluruh hidupnya diarahkan untuk  memuliakan Tuhan.Tentu saja rahmat Tuhan berperan besar. Rahmat  Tuhan dan perjuangan berjalan  seiring.

Sekarang semua sudah berlalu, tapi aku percaya masih memiliki kesempatan untuk menjadi kudus, setidaknya menjadi sempurna, karena memang aku memiliki Allah yang kudus, yang sempurna dan Allah sendiri menghendaki aku sempurna seperti Dia ( Bdk Mat 5 :48). Aku juga percaya bahwa kerahiman Tuhan akan bekerja dan berkarya secara penuh dalam diri orang-orang yang berkehendak baik untuk menyerupai-Nya, yang berjuang sekuat kemampuan untuk melakukan kehendak kudus-Nya dengan penuh iman dan taat. Aku percaya, meski sudah sangat terlambat, tapi waktu hidup yang sedang kurajut ini, yang sedang kujalani selalu baru dan suci, aku dapat mengisinya dengan segala hal antara lain mulai membiasakan diri  dalam tindakan-tindakan yang menguduskan. Tentu saja, tidak mudah karena dari semula  aku tidak punya  cita-cita, toh aku dapat menerimanya, karena bukan salahku, atau salah mereka yang tidak mengajarkannya.Mungkin mereka juga tak mengerti dan tak terpikir sampai seperti itu.

Masih ada waktu detik demi detik  untuk pembiasaan karakter kudus, namun pertama-tama aku mesti sadar akan kedosaanku dan bertobat. Tentu saha aku tak mampu karena kebiasaan manusiawiku sudah terpola dan terbentuk, tapi aku yakin jika aku andalkan Tuhan, aku juga bisa, karena demikianlah janji Tuhan dan misi Yesus.Dia datang untuk selamatkan saya orang berdosa ini, supaya dengan mendengarkan Sabda-Nya , tekun melaksanakannya dan mewartakan kepada orang lain, aku memiliki peluang untuk menjadi sempurna.

Satu hal, belajar dari keterlambatanku untuk bercita-cita menjadi kudus, yakni aku merindukan semua anak-anak  sedini mungkin sadar bahwa  mereka mesti memiliki cita-cita untuk menjadi sempurna, kalau sudah fokus untuk Tuhan, yang lain pasti ditambahkan dalam hidupnya, sebab Allah tahu dan merancang dengan sempurna apa yang terbaik bagi setiap anak-Nya. Sambil belajar  membiasakan diri berkarakter kudus, waktu yang kudus, kugunakan untuk mewartakan bahwa menjadi kudus harus jadi cita-cita semua orang kristini,sedini mungkin, yang sudah agak terlambat pun masih memiliki kesempatan, sebab Allah itu pengasih dan penyayang. Maukah Saudara mulai saat ini menata hidup dengan pembiasaan karakter menjadi kudus? Mau tidak mau, mestinya harus, karena Saudara seorang katolik, sakramen baptis telah menguduskan Saudara dan tempat Saudara di surga sudah tersedia. Saudara dan saya hanya bisa menempati tempat itu dan memandang wajah Allah jika memiliki hati yang suci,( Bdk Mat 5 : 8).