Beberapa waktu lalu bersama keponakanku yang berusia 10 tahun, kami  berziarah dan mesti menginap semalam. Orang tuanya mengizinkannya agar dia belajar mandiri. Dia sangat antuasias dan menyiapkan sendiri perlengkapan dan keperluannya. Kami menunggu bus jemputan cukup lama dan harus menunggu penumpang lain di terminal sampai bus penuh, baru berangkat ke tujuan.Dalam perjalanan dia bertanya apa saja yang dilihatnya, minta dibelikan ini dan itu. Ketika hari mulai malam, di dalam bus juga gelap, dia mulai resah dan merasa tidak nyaman, lalu mengatakan kepadaku dengan suara lirih. “Aku mau pulang. Aku harus pulang”. Aku tersenyum dan bertanya: “Pulang ke mana? Kita belum sampai di tujuan, sudah mau pulang?”kataku padanya. Dia tersipu-sipu. Dia merengek mau pulang, wajahnya memelas minta belas kasihan dan pengertian dariku. Aku mulai paham, dia belum pernah pergi sendirian tanpa orang tuanya. Baru kali ini dan mesti menginap. Aku memberinya HP, dia menelpon mamanya. Ketika mendengar suara mamanya, wajahnya sangat gembira. Aku mendengar ungkapannya sebelum menutup telepon :“Aku sayang mama,sayang papa, sayang adik, sayang oma.” Sesudahnya dia tenang menikmati perjalanan.

Aku merenung dalam hati, mengenang pengalamannya. Beginilah anak-anak, ketika merasa jauh dari orang tuanya, ada rasa rindu dalam hatinya. Perjalanan awal yang menggembirakan, tujuan yang hendak dicapai, keadaan di sekitarnya, menjadi tidak menarik hatinya ketika dia merasa jauh dari mereka. Mesti ada cara, yang segera harus dilakukan, yang membuatnya merasa aman, merasa dekat dan baik-baik saja. Cara itu adalah menghubungi, bercakap-cakap dan menyatakan kasihnya kepada mereka.

Pengalaman ini menginspirasiku untuk merenung bagaimana relasiku dengan Tuhan. Adakah seperti  antara anak kecil dan orang tuanya? Adakah rasa rindu ketika aku “pergi jauh” dari Tuhan? Apa yang aku upayakan untuk mengobati rasa rinduku? Dalam diam batinku berbicara. Hanya akan ada rasa rindu kalau memiliki relasi hati yang sangat dekat, selalu ada bersama dan  saling mengasihi. Jika hati jarang ada bersama, relasi hati jauh dan kasih yang dialami bernuansa formil belaka, boleh jadi tidak merasa rindu jika pergi jauh. Hanya jika relasiku dekat dengan Tuhan sehari-hari, maka akan ada kerinduan jika  aku “jauh”dari Tuhan. Jauh karena dosa, karena terlalu berani berjalan sendirian, karena memutuskan sendiri apa yang dikehendaki, ketika ada suasana baru, dan terasing. Seperti si kecil yang rindu orang tuanya ketika merasa jauh, tidak nyaman, hari gelap, di sekitarnya hanya orang –orang asing, dan perjalanan belum sampai di tujuan. Harus pulang. Ketika keadaan tidak memungkinkan untuk pulang sebagaimana dirindukannya, karena dia ingin mencapai tujuannya dan sudah jauh berjalan, ada acara yakni berkomunikasi dan menyatakan kasihnya dengan mereka.Hati menjadi tenang, nyaman, rindu terobati, kembali bersemangat dan berjalan terus sampai tujuan.

Sudah sepuluh hari aku melewati masa berahmat,masa tobat yang diwarnai dengan doa,amal kasih dan puasa sebagai wujud konkret perbaikan relasi dengan Tuhan  melalui doa; relasi dengan  sesama melalui amal kasih; dan  relasi dengan diriku sendiri melalui pengendalian diri yang tepat. Adakah rasa rindu di hatiku terhadap Tuhanku dan sesama? JIka tidak ada, boleh jadi ada indikasi relasiku selama ini  biasa-biasa atau bahkan jauh dari Tuhan dan sesama. Seperti apakah aku memposisikan Tuhanku? Seperti ayah dan ibu; seperti sahabat atau sekedar penolong dan pembantu dalam kesukaran hidup? Memposisikan Tuhan pada tempat yang tepat dalam hati dan hidup yakni sebagai yang utama, seperti ayah dan ibu; karena dari-Nya aku berasal; pada-Nya aku berharap, karena-Nya aku hidup. Penerimaan kehadiran-Nya dalam hidupku berpengaruh pada relasi dan kerinduanku. Tidak ada relasi, tidak ada rindu.Belajar dari si kecil ini, aku mestinya segera mengenali situasi perasaan hatiku, suasana sekitar, keadaan di luar sana, di mana aku berada, sudah sejauh mana perjalananku,dengan siapa aku berjalan. Apapun keadaan di sekitarku, aku harus pulang, entah apapun atau bagaimana pun caranya. Aku percaya, rindu untuk pulang, akan mendorongku mencari cara untuk merasakan kasih Tuhanku.Dia selalu menungguku dan juga merindukanku.*hm