MINGGU BIASA XXVIII
Keb 7:7-11; Mzm 90:12-13, 14-14, 16-17; Ibr 4:12-13; Mrk 10:17-30
Perkembangan zaman saat ini terjadi begitu cepat dan pesat. Manusia zaman ini semakin dapat menjangkau kemudahan-kemudahan hidup. Kemudahan-kemudahan itu mewarnai seluruh aspek kehidupan dan menyajikan kepada kita berbagai kemungkinan pilihan yang lebih terbuka dan beraneka ragam. Di hadapan kemudahan-kemudahan hidup dengan berbagai kemungkinan pilihan yang lebih terbuka dan beraneka ragam tersebut, Sabda Tuhan yang kita dengarkan hari ini mengajak kita untuk lebih mawas diri dalam memilih dasar, arah dan tujuan hidup kita.
Kisah pemuda kaya dalam Injil Markus 10: 17-30 secara tepat menjadi cerminan peringatan bagi kita. Pemuda itu dengan tulus dan jujur menjumpai Yesus untuk mencari dan menemukan kehidupan kekal. Kepada pemuda kaya itu, yang mengakui dirinya telah menuruti segala perintah Allah, Yesus menunjukkan jalan radikal menuju kehidupan kekal: “Hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kau miliki…kemudian datanglah kemari dan ikutilah Aku”. Mendengar itu, ia menjadi kecewa, lalu pergi dengan sedih, sebab banyak hartanya. Tuntutan jalan radikal dari Yesus terhadap pemuda kaya itu merupakan peringatan yang amat tegas bagi kita. Usaha keras dalam ketekunan dengan kecermatan yang paling optimal untuk menggunakan segala kemungkinan yang ada saja tidak cukup, jika tanpa pertobatan yang radikal pada dasar, arah dan tujuan seperti yang ditawarkan oleh Allah. Mengapa demikian?
Pertobatan yang radikal pada dasar, arah dan tujuan seperti yang ditawarkan oleh Allah membuat seseorang mampu membangun kejujuran dan ketulusan hati yang makin terbuka kepada kebijaksanaan Allah untuk menentukan pilihan yang tepat di hadapan tawaran-tawaran dunia ini. Perjumpaan pemuda kaya dengan Yesus mempertajam kebenaran ini. Pemuda kaya itu pergi dengan hati sedih dan kecewa karena ia membiarkan diri dihimpit oleh godaan kekayaan. Kekayaan dan tawaran-tawaran duniawi bisa menghambat setiap orang dalam usaha untuk mencari dan mewujudkan kebijaksanaan Allah sebagai jaminan kehidupan kekal. Kepada Petrus yang telah meninggalkan segala-galanya dan mengikuti diri-Nya, Yesus menegaskan: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Aku dan karena Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, ibunya atau bapanya, anak-anaknya atau ladangnya, orang itu sekarang pada masa ini juga akan menerima kembali seratus kali lipat: rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu, anak dan ladang, sekalipun disertai berbagai penganiayaan, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal”.
Sebagai orang beriman yang hidup pada zaman ini dengan segala tawaran kemajuan dan pilihan-pilihan hidup yang terbuka luas, seperti pemuda kaya itu, kita juga dituntut dan dituntun oleh Yesus untuk menjual segala yang kita miliki…kemudian datang mengikuti Dia. Seperti kepada Petrus, kepada kita pun Yesus menegaskan bahwa setiap orang yang karena diri-Nya dan Injil meninggalkan segala-galanya akan menerima ganjaran seratus kali lipat dan pada akhir zaman akan menerima hidup kekal. Namun untuk itu, membuka hati seutuhnya kepada Sabda Allah adalah tuntutan yang tidak bisa ditawar-tawar. Sebab, Sabda Allah adalah kebijaksanaan Allah. Ia lebih tajam dari pedang bermata dua manapun. Ia mampu menyentuh ruang batin/inti dasar diri setiap orang. Hanya orang yang jujur dan terbuka kepada Sabda Allah yang dapat menerima kebijaksanaan Allah bagi pilihan hidupnya.
Di hadapan tawaran kemajuan dan pilihan-pilihan hidup yang terbuka luas saat ini, apa dasar, arah dan tujuan hidupku saat? Bagaimana sikapku terhadap segala apa yang aku miliki? Sejauh mana Sabda Allah telah menjadi pedoman kebijaksaan hidupku?
Mari memilih dasar, arah dan tujuan hidup kita berdasarkan Sabda Kebijaksanaan Allah.
Tuhan memberkati. *RD AMT
Recent Comments