MINGGU BIASA XXVI
Bil 11:25-29; Mzm 19:8,10,12-13,14; Yak 5:1-6; Mrk 9:38-43, 45, 47-48
Orang Israel mengeluh karena mereka tidak memiliki daging yang cukup untuk dimakan di padang gurun. Berhadapan dengan keluhan kerakusan Israel tersebut Musa merasa sendirian harus memikul tanggung jawab tersebut. Bukannya meminta pertolongan kepada Allah, Musa malah menunjukkan penyesalannya karena pososi dan tanggung jawab yang harus didudukinya dan diembannya itu. Musa bahkan ingin mati saja. Tuhan sangat murka atas ketertutupan hati orang Israel dan juga Musa sebagai pemimpin Israel. Namun, berhadapan dengan keluhan kerakusan serta ketertutupan Israel dan Musa tersebut Allah bertindak melampaui semuanya itu. Ia memberikan burung puyuh untuk dimakan oleh orang Israel. Berhadapan dengan keluhan Musa dan keinginannya untuk mati saja tersebut, Allah tidak mempedulikannya. Sebaliknya, Allah memberikan perintah kepada Musa untuk memilih 70 tua-tua dan membawa mereka ke Kemah Pertemuan. Tua-tua itu mengambil bagian dalam roh Musa dan mereka memiliki kemampuan untuk bernubuat. Namun Roh Allah juga turun ke atas Eldad dan Medad yang tidak pergi ke Kemah Pertemuan, dan mereka dapat bernubuat. Yosua, pembantu Musa tidak suka akan hal ini. Berhadapan dengan ketidaksukaan dan ketertutupan Yosua, Musa menjawab: “Semoga seluruh umat menerima Roh Allah dan bernubuat”. Tindakan Allah dan juga jawaban Musa terhadap ketidaksukaan Yosua menyatakan dengan sangat jelas bahwa Allah di dalam Roh-Nya mampu melakukan segala sesuatu melampaui apa yang dipikirkan dan direncanakan oleh setiap manusia. Maka setiap orang harus membuka diri, taat dan tunduk pada bimbingan Roh Allah yang mampu mengatasi dan melakukan segala sesuatu.
Yohanes dengan bangga memberitahukan kepada Yesus bahwa mereka melihat seseorang yang tidak termasuk dalam kelompok para murid Yesus telah mengusir setan. Maka, mereka mencegahnya. Jawaban Yesus tegas: “Jangan kamu cegah dia!”. Melalui jawababn itu Yesus menyadarkan para murid-Nya yang sangat tertutup. Mereka berpikir bahwa menjadi murid berarti memiliki hak istimewa dan kewajiban tersendiri. Hal tersebut membuat para murid terkurung dalam sikap sombong dan iri hati, menutup segala kemungkinan bagi orang lain untuk berbuat baik melaksanakan pelayanan demi nama Yesus. Yesus justru menuntut setiap murid-Nya untuk selalu bersikap toleran dan terbuka terhadap semua orang lain yang mempunyai kehendak baik. Sebab, setiap kebaikan berasal dari Roh Allah yang satu dan sama. Oleh karena itu para murid dituntut untuk selalu berhati-hati agar tidak menyebabkan sandungan memberikan contoh yang buruk terhadap siapapun. Untuk itu, para murid harus dibersihkan, digarami sehingga mereka tidak menutup diri, sebaliknya memiliki semangat Injil dalam diri mereka dan membuka diri kepada bimbingan Roh Allah. Sebagai murid, mereka dituntut untuk mencabut segala akar kejahatan dan ambisi, iri hati, dan sandungan dari dalam diri.
Rasul Yakobus mengingatkan bahwa apa pun kekayaan yang dimiliki oleh manusia bukanlah jaminan abadi bagi kehidupan dan keselamatannya. Kekayaan bisa menjadi sia-sia bahkan justru menjadi jerat yang mematikan bagi manusia jika tidak digunakan sebagaimana mestinya. Maka yang diperlukan adalah sikap hati yg selalu terbuka kepada kasih Allah dan sesama.
Apakah aku telah membuka diriku sepenuhnya kepada bimbingan Roh Allah bagi hidupku? Bagaimana wujud keterbukaanku itu? Sikap-sikap manakah yang masih sulit kuubah sehingga membuat aku selalu menutup diri pada bimbingan Roh Allah itu?
Mari membuka diri kita sepenuhnya kepada bimbingan Roh Allah bagi hidup.
Tuhan memberkati. *RD AMT
Recent Comments