Renungan harian

RABU, PEKAN BIASA XXXIII
PERINGATAN WAJIB ST. SESILIA, PERAWAN DAN MARTIR
2 Mak 7:1, 20-31; Luk 19:11-28

Kisah kemartiran keluarga sempurna ini disajikan secara amat apik. Iman yang amat tangguh dipentaskan oleh keluarga beriman itu. Mereka dibimbing oleh sang ibu yang amat tangguh untuk mempertanggungjawabkan iman mereka di hadapan kekuatan dan kekuasaan duniawi. Mereka secara bersama saling membantu memilih nilai iman yang harus diperjuangkan dan dipertahankan. Mereka mendasarkan seluruh perjuangan pada Allah, mengarahkannya juga pada Allah sebagai satu-satunya tujuan hidup. Mereka mempertanggungjawabkan anugerah iman dalam perjuangan dengan penuh semangat dan bergairah.

Bagi Yesus, perjalanan-Nya ke Yerusalem adalah wujud pertanggungjawaban-Nya kepada Bapa. Pertanggungjawaban atas apa yang telah dipercayakan Bapa kepada-Nya. Pertanggungjawaban itu bukan terutama hasil, melainkan kerelaan diri untuk terlibat sepenuhnya pada rencana Bapa-Nya. Oleh karena itu perumpamaan tentang sepuluh hamba yang menerima masing-masing satu mina menjadi contoh dan peringatan tentang bagaimana orang beriman telah menerima anugerah dan kepercayaan besar yang harus ditumbuh-kembangkan. Itulah pertanggungjawaban iman!
Santa Sesilia telah berikrar sejak kecil untuk hidup suci murni dan tidak menikah. Ikrar itu diwujudkan dalam seluruh hidupnya. Bahkan ia rela mati untuk itu. Ia membuka diri dan membiarkan dirinya dituntun oleh daya rahmat Allah. Sehingga ia juga mampu menuntun Valerius suaminya dalam rencana Allah.
Bagaimana aku telah mempertanggungjawabkan imanku? Sejauh mana aku telah mempersembahkan seluruh hidupku kepada Allah? Nilai iman seperti apakah yang telah aku hidupi dan hayati?
Mari bersama St. Sesilia mempertanggungjawabkan iman kita, mempersembahkan seluruh hidup kita kepada Allah.
Tuhan memberkati. ( RD AMT)