Betapa indahnya kehidupan Keluarga Kudus Nasaret bersama Bunda Maria dan bapa Yusuf. Yesus kecil putra Allah mengalami kasih sayang penuh. Siapa yang tidak mengenal Maria dan Yusuf? Orang tua sederhana namun penuh iman dan cinta, yang telah menerima tanggung jawab besar dari Allah untuk mengasuh Putra Allah yang menjadi manusia.
Di Nasaret yang sepi dan hening, dalam kesederhanaan, Maria dan Yusuf merajut cinta yang semakin penuh kepada Allah. Cinta itu nyata. Bukan hanya dalam bayangan, bukan hanya dalam doa, bukan hanya dalam renungan semata. Cinta itu mewujud dalam segenap indranya yang selalu tergerak untuk bergerak dan bertindak. Tidak sekadar memberi makan dan minum, menjaga dan memelihara, tapi seluruh kasih sayang dicurahkan pada Yesus Sang Putra. Hidup Yesus dibanjiri cinta dan kasih sayang manusiawi yang luar biasa deras dan meluap-luap dari Maria dan Yosef. Hidup Maria dipenuhi cinta dari Sang Putra. Hidup Yusuf dipenuhi kasih sayang dari Sang Putra. Mereka telah menerima Dia dengan penuh iman, cinta dan dalam rasa syukur yang besar. Dalam Dia dan bersama Yesus, sukacita mereka penuh, iman mereka hidup dan rasa syukur mereka berlimpah.
Dalam keheningan batin, kita pun dapat melihat dan menyaksikan apa saja yang dilakukan Maria dalam keseharian di Nasaret. Aku mendengar bisikan cinta Sang Bunda dari Nasaret dalam relung jiwaku. Aku mendengar kisah kasih Bunda yang berkisah tentang Sang Putra yang begitu dikasihinya dalam intuisi imanku. Dalam ranah imani, aku mengamini selalu ada sesuatu yang indah dan baru bagi hidupku.
“Andaikan Kau ada bersamaku di Nasaret satu hari saja, Kau dapat merasakan secercah sukacita yang terpancar di dalam rumahku. Sebuah sukacita yang mengalir dari cinta yang mesra dan penuh kasih sayang, bukan dari aku atau Yosef, tetapi dari Yesus, Sang Putra. Tidak ada yang kukenal lebih dari Dia, Putraku, selain cinta yang berkobar-kobar dan sukacita yang besar. Aku sendiri terkagum-kagum dan sepanjang waktu hanya bisa merunduk dalam keterpesonaan yang selalu baru.
Andaikan Kau ada bersamaku satu malam saja di rumah Nasaret, kau akan melihat dengan matamu dan merasakan dengan hatimu, bagaimana putraku berkisah tentang cinta yang selalu memikat hatiku untuk mendengarkan Dia. Kisah-Nya selalu menggetarkan rasa hatiku, menembus jiwaku dan dalam ketenangan aku hanya termangu sembari bersyukur kepada Allah. Aku mengerti, malam-malam yang panjang di Nasaret bersama Allah yang menjelma, membuatku semakin mengimani bahwa sungguh Dialah Sang Sabda yang menjelma menjadi manusia, yang kini hidup di rumahku dan Yosef. Dia yang kukandung dalam rahimku, Dia yang Kulahirkan. Dia yang kuberi minum dan makan, yang kubasuh dan kurawat. Dia yang kupeluk dan kucium. Dia yang kuajar bicara dan berjalan. Dia selalu memesona jiwaku. Dia Allahku. Hatiku selalu dipenuhi rasa syukur yang meluap-luap karena berada bersama-Nya selalu.
Andaikan Kau juga ikut mendengar kisah-kisah-Nya yang indah, kau pasti akan merasakan setiap waktumu akan berbeda. Engkau pasti akan berubah. Sebab setiap kata yang diucapkan-Nya adalah nyata, berdaya dan hidup. Setiap kali pandangan-Nya tertuju padamu, selalu akan merasuk sampai kedalaman jiwamu dan memenuhimu dengan sukacita yang hidup. Aku sudah mengalami semuanya, dalam hari-hariku di Nasaret.Bersama Yosef aku mengalami semuanya, dan hidup kami di Nasaret dilimpahi kebahagiaan dan sukacita yang tiada tara. Setiap hari dari Putraku, aku belajar bagaimana seharusnya aku menjadi Ibu bagi-Nya.Bagaimana membuat rumah kami penuh kehangatan dan kasih sayang, sukacita dan syukur, Sebuah rumah yang didambakan oleh setiap keluarga dan rumah tangga.
Tertegun aku mendengar bisikan lirih yang nyaris tak terdengar dalam jiwaku. Aku tak peduli, apakah itu namanya real atau sekedar bayanganku. Yang aku syukuri adalah hatiku penuh sukacita. Sebuah kisah indah yang meyakinkan dari Bunda Keluarga Kudus Nasaret tentang Sang Putra. Bagaimana aku dapat pergi, untuk melihat dan mengalami hari dan malam-malam bersama Kelurga Kudus? Bagaimana caranya dan kapan aku bisa mengalami semua itu?
Samar-samar kudengar dalam batinku pernyataan yang tertulis dalam Konstitusi KKS nomor 5 ; …Dalam diri Maria dan Yusuf, umat manusia menerima kehadiran Yesus dengan iman dan penuh syukur.” Aku paham. Ternyata syarat utama untuk mengalami semua itu, adalah menerima Yesus. Menerima dengan iman yang besar dan penuh syukur. Bukan sekedar menerima dengan akal budi, tahu bahwa Dia adalah Juru Selamat, tahu dan mengerti bahwa Dia adalah Tuhan. Bukan sekedar itu. Menerima dengan iman, berarti mengenal-Nya. Untuk dapat mengenal-Nya, aku mesti selalu mendengarkan Firman-Nya. Aku mesti sering-sering bertandang di rumah Nasaret. Pertama aku mesti dekat dengan ibu-Nya. Juga harus dekat dengan bapa-Nya Yusuf. Mereka adalah dua manusia yang sangat mengenal Yesus sejak awal. Dari mereka aku boleh mendapat kesempatan untuk perlahan-lahan mendekati Dia. Dari mereka aku dapat cara bagaimana berhadapan dengan Dia. Ibunda sudah berkisah dalam bisikan kalbu, seandainya satu hari saja aku berada bersama di rumah Nasaret, dalam alam imanku, aku pasti dapat melihat, dan merasakan seperti apakah nuansa hidup rumah Nasaret.
Maria dan Yusuf, mula-mula telah menerima Yesus saat Allah menawarkan kepada mereka. Tanpa ragu mereka telah menjawab “Ya” dan selanjutnya dengan penuh syukur mereka belajar hidup bersama Dia. Mereka tidak berguru kepada yang lain. Tidak juga membaca buku petunjuk bagaimana mendidik anak yang sukses . Mereka tidak berbagi kisah atau memberi kesaksian kepada public bagaimana mendidik Yesus. Mereka ‘hanya” memandang-Nya, mereka selalu ada bersama-Nya, setiap saat. Mereka hanya selalu “belajar menyesuaikan diri mereka dengan segala yang mereka lihat dari tingkah laku-Nya.” Mereka menyesuaikan diri dengan apa yang dikatakan dan dikehendaki Putra-Nya. Mereka mengarahkan seluruh perhatian mereka kepada Sang Putra. Mengapa begitu? Karena sejak awal mula, mereka telah menerima Dia dengan penuh iman dan penuh rasa syukur.
Kuamini dalam jiwaku bisikan cinta Sang Bunda tentang rumah Nasaret yang penuh sukacita. Kupandang sekelilingku dan kuingat rumah-rumah yang pernah kudiami sejak masa kecilku sampai kini. Benar, adanya. Rumah di mana penghuninya, menerima Yesus dengan penuh iman dan syukur, selalu ada damai dan sukacita, meski tidak kurang masalah dan problema kehidupan. Rumah yang memusatkan perhatian pada kata-kata Tuhan dan menyesuaikan diri dengan apa yang diSabdakan-Nya, hidup dan berdaya, berbuah damai dan sukacita. Aku merindukan rumahku seperti rumah Nasaret, tempat bapa Yusuf dan Ibunda Maria menerima dan senantiasa memandang Yesus penuh iman dan rasa syukur. Aku rindu jiwaku setiap hari berada bersama di rumah Nasaret, rumah impian jiwaku. Rumah di mana ada tiga pribadi Yesus, Maria dan Yusuf yang selalu hadir dalam mimpiku, yang senantiasa terbang dalam angan-anganku dan yang membuatku memilih jalan ini. Jalan hidup Keluarga Kudus Nasaret*hm
Recent Comments