Tuhan bersabda : “ Percayalah teguh bahwa hanya jalan kasih dengan roh kerendahan hatilah satu-satunya jalan yang seharusnya kaulakukan!” Bunda Maria juga mengatakan: “ Tidakkah kita seharusnya rendah hati seperti Yesus telah merendahkan diri-Nya sendiri? Marilah bersikap rendah hati sambil merenungkan  Yesus  di  gunung  Golgota dan berjalan dengan sepenuh hati di belakang-Nya? Aku ingin agar kalian semua menjalani jalan kesempurnaan bersamaku, melalui kemiskinan,kerendahan  hati, kesetiaan, dan kemurnian.”

Kita seharusnya menjadi jiwa kecil yang melayani sesama dan melakukan permintaan Tuhan dan Bunda Maria  dalam hidup kita. Tuhan Yesus  datang ke dunia untuk melayani bukan untuk dilayani. “ Tuhan, tolonglah kami agar dapat meniru Engkau dan merendahkan diri sampai akhir.”Ketika Yesus berdoa  di  taman Getsemani menjelang  sengsara dan wafat-Nya, Yesus sangat takut sampai  berkeringat darah. Meski demikian Yesus tidak berdoa dan mengingat kepentingan diri-Nya sendiri, tetapi diri-Nya dipertaruhkan untuk semua umat  manusia, demi keselamatan dan kebahagiaan manusia.

Meski sering kita menyadari pengorbanan Yesus, yang luar biasa besar ini, tetap saja manusia  hidup dalam keterpecahan, keegoisan, dalam kecemburuan dan iri hati, mengeritik dan menjelekkan sesama yang membuat  Yesus semakin bertambah menderita  dan menjerat  manusia  sendiri dalam suatu disposisi batin yang semakin jauh dari Tuhan dan sesama.

Bunda Maria, melalui pesan-pesannya, senantiasa mengingatkan kita  akan kasih dan pengorbanan putera-Nya. Bunda Maria mengajak kita untuk menjahit  hati Tuhan kita Yesus Kristus  yang terkoyak dan tercabik-cabik dengan pengertian yang mendalam akan kasih Tuhan melalui pelayanan kasih kepada  sesama.Kita selalu mempunyai banyak kesempatan untuk mengubah irama hidup harian kita menjadi sebuah doa, dengan menyatukan dan mempersembahkan semuanya pada Tuhan melalui ungkapan-ungkapan doa sederhana.

“Tuhan, seperti kami memasak sayur dengan memberi bumbu sehingga  menjadi  satu, tolonglah kami menjadi  satu dengan yang lain dalam keluarga dan komunitas kami.Buatlah agar kami menikmati hidup dalam persatuan dan persaudaraan, menjadi manusia baru dalam cinta yang dipersatukan oleh Tuhan Yesus Kristus sendiri.” Dalam segalanya  kita perlu memeriksa batin kita, apakah kita gagal  membina persatuan dalam komunitas kita? Apakah kita seperti minyak dan air yang  tidak bisa bercampur? Iblis akan senang melihat perpecahan di antara kita yang dikarenakan adanya konflik kecil dan ketidakmampuan kita untuk saling mengampuni, memaafkan dan melupakan, dalam kehidupan sehari-hari.

Kita  cenderung lebih mudah mengingat kelemahan dan kesalahan sesama, daripada  kelebihan dan keisitimewaannya. Kita kadang kurang rela untuk mengakui dengan jujur apa yang mengganjal dalam diri kita. Kita bahkan mudah untuk membalas  dendam. Kita lupa, kalau bila kita difitnah, dikritik atau dipermalukan, sesungguhnya semuanya sudah dibayar lunas  oleh Yesus Kristus  dengan darah-Nya yang tercurah di kayu Salib sebagai wujud cinta-Nya yang abadi. Kita lupa kalau kita punya kesempatan untuk mengubah pengalaman pahit dengan sebuah ungkapan sederhana kepada  Tuhan. “Tuhan, ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat. Kasihanilah dan berilah mereka rahmat pertobatan.” Ketika  kita  salah berbicara, meluncurkan kata-kata keras dan kasar  terhadap sesama tanpa perasaan, gossip,ngrasani, menghakimi atau bahkan mengkritik. Kita dapat pula berdoa. “ Tuhan, aku telah salah berbicara yang sangat melukai hati-Mu dan sesama. Ampunilah aku, berkatilah aku yang lemah ini.”

Kita banyak menghabiskan waktu  untuk berkomunikasi dengan sesama, via SMS, telepon, ngobrol, tetapi jarang menyadari bahwa  kita juga memiliki kesempatan untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Kita bekerja keras sepanjang hari dengan susah payah, namun lupa mempersembahkan kepada Tuhan. Ketika kita menikmati makanan yang enak bahkan sisa dan terbuang. Kita dapat berdoa. “Tuhan, pandanglah  dan terimalah pengorbananku ini untuk keselamatan jiwa  malang yang terlupakan. Anugerahilah rejeki pada mereka yang kelaparan dan kehausan.

Kesadaran bahwa dengan cara sederhana kita dapat berkomunikasi dengan Tuhan, membantu kita untuk mengembangkan relasi yang lebih sering dengan Tuhan, tidak menunggu saat sangat membutuhkan bantuan baru memaksa Tuhan untuk mengabulkan doa-doa kita. “Tuhan, Engkau selalu hadir setiap saat menyertai kami, kasihanilah kami.” Rekonsiliasi dengan Tuhan dimulai dengan niat tulus untuk berelasi dengan Tuhan sesering mungkin. *** Maria Dolorosa