Namanya, Maria. Nama yang sudah selalu kusebut sejak baru tahu berjalan dan belajar bicara, sebab namanya dipakai nama ibuku karena mengandung selaksa rahmat tak terbatas dan sejuta makna yang tak habis ditimba. Nama yang keramat, menyebutnya saja, membuat dada bergemuruh dan hati bergetar. Sebab nama itu, penuh daya dan kuasa untuk menyelamatkan. Aku ingat semasa kecil, meski sekadar meniru-niru saja, tapi nama ini sudah lekat di bibir. Saat hendak tergelincir dan jatuh, bibir dengan otomatis meneriakan nama Maria. Nama yang disebut saat sejak lomba lari atau menari, meski tidak pernah menang, tapi aku tahu dalam batin bahwa aku tidak sendiri. Nama yang senantiasa kusebut dan gambar yang senantiasa dipajang untuk meyakinkan diriku, bahwa bersamanya aku baik-baik saja. Nama yang kalau kunyanyikan , selalu saja air mata ini menggenang di pelupuk mata, dengan hati menahan haru, kala sadar diri bersikap tak semanis Bundaku.

Maria, nama indah yang membuat seluruh dunia terpesona, dari dulu sampai sekarang, baik pria maupun wanita. Kukenang, saat remaja ketika harus menghapalkan puisi “Maria Ibu” dan mesti melantunkannya dengan lantang dalam ziarah iman bersama teman-teman waktu itu. Suatu rasa bangga, dan percaya diri terserap dalam jiwaku dan tidak pernah menguap lagi, suatu keyakinan pasti akan pertolongannya yang abadi.

Namanya Maria, yang selalu kusebut kala mencari alasan untuk jalan-jalan keluar dari asrama, untuk hidup udara segar atau cuci mata. Meski tidak benar, tapi nama ini, selalu jadi alasan, sebab sebelum kaki melangkah ke sana ke mari, mata dan hati selalu tertuju kepada Maria, yang selalu menanti  dalam diam dan menerima semua yang datang, meski tidak pernah membawa lilin. Namanya Maria, yang penuh pengertian dan tidak pernah menolak ketika koyakan kertas-kertas yang bertuliskan berbagai ujud dan novena diselipkan dengna malu-malu di sela-sela batu-batu bersusun dengna suatu keyakinan pasti, mesti arca Sang Bunda tangannya terkatup  tapi bisa membuka dan membaca surat-surat itu.

Betapa banyaknya, kisah-kisah cinta sederhana bersama Bunda, juga lukisan-lukisan yang tidak pernah jadi indah tapi selalu jadi ungkapan cinta. Berapa banyak nada-nada sudah tersusun untuk dijadikan nyanyian indah, namun tidak pernah ada, hanya gumaman mesra tanpa aturan untuk dilantunkan bagi Bunda. Berapa banyak kisah dan cerita kita, yang kukirimkan melalui email untuk Sang Bunda, yang tidak pernah terbaca oleh siapapun, namun saat dikisah Bunda sudah tahu ke mana arah kisah hidupku. Semua terlihat dan tercatat oleh Sang Bunda, yang hadirnya, untuk merawat dan menyelamatkan kehidupan. Hidupku terawatt oleh tangan Bunda yang tak terlihat mata, tetapi sangat terasa dan tidak pernah hilang meski sekejab.

Aku tahu dengan pasti, seluruh hidupku dengan lika liku yang tak berujung, dirawat dengan penuh kasih sayang oleh tangan mesra Sang Bunda. Tangan itu yang membuatku aku bertahan dan berani berjalan sampai sangat jauh dalam keterbatasan. Hatiku tahu, sejak kecil, Bunda itu penuntun karena dialah sang bintang Timur, yang terbit mendahului fajar untuk mengingatkan aku bahwa Sang raja kehidupan ada dan menguasai segenap jiwa. Jiwaku dirawat Bunda tanpa kenal lelah, meski duka hatinya selalu berdarah karena aku selalu berulah.

Hari ini hatiku dipenuhi sukacita saat merenungkan kelahiran Sang Putri tercinta di Nasaret dari pasangan keluarga saleh dan takut akan Allah yakni Yoakim dan Anna. Betapa tak terbayangkan sukacita keluarga kecil ini, yang lama menanti kehadiran buah hati. Allah yang kasih sayang-Nya tak terbatas  dan cinta-Nya tak terselami, memiliki  cara istimewa dan mengagumkan yang tak terbayangkan oleh makluk ciptaan-Nya. Dalam kesederhanaan dan penantian penuh cinta, putri cantik jelita yang diberi nama Maria. Nama indah, memuat sejuta makna yang tak habis digali penuh sukacita dan kegembiraan yang membuat segenap dunia menyebutnya berbahagia. Nama yang penuh kekuatan dan daya , yang hanya menyebut namanya saja, – MARIA- sejenak duka lenyap dan selau tersisa untaian senyum kebahagiaan.

Bagiku, Maria , Bunda tercinta, perawan nan cantik jelita, dilahirkan untuk merawat dan menyelamatkan kehidupanku, kehidupan setiap orang, kehidupan segenap ciptaan, kehidupan dunia dulu, kini dan selamanya. Sebab, darinya terpancar benih-benih kehidupan yang selalu bertumbuh dan berkembang. Dari rahimnya yang tak bernoda, tertanam benih Sabda Ilahi, yang menyelamatkan seluruh makluk ciptaan. Pandangannya yang menyejukkan hati. Memandangnya, tak pernah mata ini letih dan berkedip. Sebab meski mata terpejam namun hati terbuka menerima selaksa rahmat dari tangan Bunda. Sorot mata teduhnya, menyakinkan jiwa, bahwa aku tidak sendirian.

Berada dekatnya, menghangatkan jiwa yang kaku dan beku. Memegang tangannya melenyapkan segenap resah dan cemasku yang tak berujung. Berjalan bersamanya,  kuyakin pasti sampai di tujuan akhir. Meski lelah dan letih dalam perjalanan hidup ini selalu saja mampir, namun bersama Bunda, selalu ada tenaga dan daya untuk mulai lagi. Sudah selalu kualami, berulang-ulang kali tiada henti.

Bersahabat dengan Sang Bunda tercinta, yang dilahirkan untuk merawat kehidupan, aku belajar bagaimana cara memandang hidup dari perspektif Allah. Dari Bunda, aku tahu banyak hal tentang hidup di dunia ini dan bagaimana merawat hidup untuk kehidupan nanti bersamanya di surga nanti. Dalam hidup yang singkat dan penuh derita ini, tidak ada yang pantas untuk dipertahankan. Tidak ada yang layak untuk digenggam, sebab semua sudah tersedia di sini dan di sana, kini dan nanti.  Tidak ada yang dipikirkan dan direncanakan sendiri. Tidak ada yang disimpan dan disisakan, apa pun itu. Semua ada dalam rancangan dan kendali Allah.

Bunda yang karya akan rahmat Allah, karena kuasa Roh Kudus berkarya secara sempurna dalam dirinya, memiliki semuanya, namun tak menggenggam satu pun, baik yang berharga maupun yang remeh temeh. Karena seluruh arah pandangan Bunda, hanyalah kepada Sang Sabda Ilahi, yang dikandung, dilahirkan, dirawat dan diasuh dengan penuh kasih sayang. Seluruh fokus hidupnya hanya kepada Putra terkasih, yang dipercayakan kepadanya bersama Yosef oleh Allah Bapa.

Berjalan bersama Bunda dalam hidup ini, membuat saya terus –menerus terpana dan terkagum-kagum. Selalu ada kekaguman baru hari demi hari, mana kala mendengar alunan music merdu merayu menyentuh nubari dengan syair-syair indah tentang Bunda tercinta. Berjalan bersama Bunda, selalu menjamah hatiku yang keras dan kaku oleh kerasnya kehidupan yang kadang dimanipulasi oleh kepentingan duniawi dan kecenderungan kodrati insaniku yang tak pernah usai. Bersama Bunda, aku melewatkan hari nan panas terik dengan suatu keyakinan, jika letih dan mengaso di tepi jalan ini, ada Bunda yang duduk di samping menemaniku tanpa kata sampai waktu mengaso usai. Bersama Bunda Maria dengan sejuta gelar, ada kehidupan dan keselamatan.

Hatiku penuh sukacita dan syukur, sebab dari Bundaku aku belajar untuk senantiasa bersujud dan bersyukur. Bukan sekedar supaya  selalu mempunyai niat luhur dan panjang umur, tapi agar nama Allah senantiasa dipuja dan dimuliakan selalu. Bersama Bunda, aku tahu bagaimana seharian Bunda bertutur dan bertingkah laku. Tidak sehebat dan seheboh para motivator yang videonya kutoton di youtube, yang mengundang decak kagum dan memperoleh sejuta jempol itu.Namun dalam kesahajaan batin, perlahan namun pasti, tidak pernah berhenti berbicara dalam nurani untuk menggapai dan meraih hati yang selalu ingin menjauh dan berlari dari realitas hidup ini.

Berjalan bersama Bunda, berarti berjalan dalam keheningan. Berjalan dalam kesahajaan, berjalan dalam pekerjaan harian yang melelahkan dan menguras tenaga, seperti dulu Bunda di Nasaret yang tenggelam dalam rutinitas harian seorang ibu rumah tangga. Bunda yang mengasuh dan merawat kehidupan dalam ketenangan mendalam namun aura kasih keibuannya menyinarkan cinta cemerlang yang tak pernah redup atau padam. Hatinya, penuh selaksa rahmat yang siap ditumpahkan bagiku dan bagimu semua, yang merindukan surga yang penuh sukacita. Namun hanya dapat diraih, ketika harus melewati perjalanan panjang penuh onak dan duri. Bersama Bunda, ada keselamatan, sebab hidup dirawat tanpa kenal lelah.Bunda berjuang sampai akhir kidung duka yang menguap di Golgota.

Namun, aku heran dengan diriku sendiri yang mengklaim selalu berjalan bersama Bunda, namun belum semirip Bunda dalam kata  dan serupa Bunda dalam tindakan.Belum  juga sehikmat Sang Bunda dalam doa dan  selembut  Bunda dalam bertutur.  Meski selalu terngiang jelas dalam telinga jiwaku, sabda Bunda yang menguasai pikiranku :’ Perbuatlah apa yang dikatakan kepadamu” tapi tangan, kaki, dan segenap indraku cenderung tergiring oleh alur hidup insani. Meski demikian, tidak pernah kurang cinta kasih dan lawatan Bunda.  Dan tidak pernah kurang pula keyakinan imanku akan pertolongannya yang selalu tepat waktu  dan tidak pernah menghitung seberapa banyak aku berkhianat padanya dan tidak menghargai lawatannya karena kedegilan hatiku.

Aku merasakan, seolah tangan rentah yang selalu terulur untuk menerima, menggenggam dan menuntun supaya tidak terlalu jauh dan jatuh dalam jurang kebinasaan itu. Namanya Maria. Yang kakinya menginjak kepala ular yang membuat aku berani berjalan bahkan melompat melewatinya. Tidak ada wanita yang seberani dan sekuat Bundaku Maria, yang sepanjang masa menginjak dan meremukkan kepada ular untuk memastikan aku tidak dipagut dan siap meraih dan memelukku, kapan pun aku mau.

Namanya Maria, yang penuh rahmat Allah, yang telah selalu dan akan merawat dan menyelamatkan hidupku, sekarang dan nanti. Aku percaya penuh tanpa ragu, sekalipun hidupku belum semirip bundaku tapi cintanya abadi untukku. Aku menghormatinya, menghargai pengorbanannya  dan berjuang keras menaati kata-katanya, meski selalu saja jatuh dan jatuh lagi. Namun, selalu ada senyum manis ketika aku kembali dan selalu ada tangan terulur dan meraih aku kala tergilincir dan jatuh. Itulah Bundaku, yang namanya Maria,  yang hadirnya mengembirakan dunia dan merawatnya  dengan penuh kasih sayang. Untukmu sahabatku, yang membaca barisan –barisan kisahku, jangan ragu-ragu berharap pada Bunda kita. Kalau Allah saja mempercayakan Putra-Nya yang tunggal dalam asuhan dan rawatan sang Bunda, kepada siapa lagi Sahabat mempercayakan hidupmu? Aku sudah lama yakin, sama seperti  Sahabat sudah sangat lama tahu, bahwa bersama Sang Bunda, jiwa kita terawat dengan penuh kasih sayang dan dituntunnya sampai berjumpa dan tinggal bersamanya di keabadian. Terpujilah nama Bunda, selamanya. Ave Maria gratia plena. *hm