RABU ABU
PANTANG DAN PUASA
Yl 2:12-18; Mzm 51:3-4,5-6a,12-13,14+17; 2 Kor 5:20 – 6:2; Mat 6:1-6, 16-18

Israel sudah berada dalam situasi yang mapan. Kenisah sudah selesai dibangun, ibadat berjalan lancar, zaman pembangunan Ezra dan Nehemia selesai. Pada saat itu ada sebuah pertanyaan penting: “Apakah sesudah semuanya itu masih akan terjadi karya agung Allah di tengah bangsa ini?”. Berlatar belakang pada bencana belalang (1:1-20) nabi Yoel mengajak bangsa Israel untuk lebih jauh dan mendalam lagi untuk menemukan sikap dasar dalam iman yang hidup untuk membangun masa depan. Oleh karena itu setiap orang dituntut untuk membangun sikap tobat yang total, yaitu mengoyakkan hati, bukan pakaian, dan berbalik kepada Allah dengan segenap hati. Pertobatan yang total ini diwujudkan dalam kesatuan tindakan lahirian dan batiniah.

Rasul Paulus mengajak kita untuk jangan membuat kasih karunia Allah yang telah kita terima menjadi sia-sia. Maka, bagi Paulus setiap saat dan secara khusus pada masa pertobatan adalah saat yang amat berahmat.
Yesus semakin menunjukkan dasar yang kuat dan tindakan yang sangat praktis. Setiap orang beriman harus menyatakan kesediaan untuk melaksanakan kasih Ilahi. Kasih yang berkorban tampak dalam derma (6:1-4). Kasih terhadap Allah dinyatakan dalam doa (6:5-6). Kasih yang disiplin diwujudkan dalam denda dan puasa (6:16-18).

Mari memulai masa RETRET agung mewujudkan KASIH ILAHI melalui DERMA…DOA…dan PUASA. Mari mengoyakkan hati kita supaya Tuhan menjadikannya seperti hati Ilahi-Nya. Mari menerima dan menandai diri kita dengan abu sebagai tanda pengakuan dan kesadaran diri kita akan kelemahan dan kerapuhan kemanusiaan kita. Salib abu di dahi kita adalah tanda nyata KEMENANGAN DALAM KEHINAAN. Mari menyadari ketergantungan kita pada kasih karunia Allah, membangun sikap tobat kita untuk mewujudkan kehidupan beriman dalam kasih karunia Allah yang telah kita terima.
Tuhan memberkati. ( RD AMT)