Sabda Tuhan memang penuh kuasa dan daya. Ini bukan sekadar yang bisa aku ingat dan aku hapal tetapi sungguh-sungguh terjadi dalam hidupku. Kuasa dan daya penyembuhan memenuhi dan merasuki pikiran, hati, budi dan jiwaku. Bukan hanya sekali, tetapi berkali-kali ketika aku sungguh-sungguh membuka hati dan budi dan jiwaku saat mendengarkan firman Tuhan. Daya ilahi penyembuhan yang mengalir dari mendengarkan Sabda Tuhan ini, sungguh berdaya guna dalam hidupku dan menjadikanku selalu rindu untuk membaca, mendengarkan Sabda Tuhan.
Kurang lebih sepuluh tahun lalu saya mengidap sebuah penyakit, yang tidak mudah dideteksi oleh dokter. Gelaja sakit yang berubah-ubah dan tidak jelas, sekujur tubuh rasanya sakit. Pikiran kacau, cemas, gelisah, tubuh kurang seimbang, badan lemas, lelah, lesu ,letih tampak seperti berbeban berat. Saya bersyukur masih bisa sedikit beraktivitas meski tidak lama bertahan dan harus banyak beristirahat dari pekerjaan. Banyak kali berobat dan beberapa kali keluar masuk rumah sakit, Berbagai jenis obat dari dokter tetap saja saya merasa ada sesuatu yang kurang baik dengan diriku. Beberapa teman dekat meminta doa dari beberapa pendoa yang secara khusus mendoakan aku. Yang lain mencoba mencarikan pengobatan alternatif. Ada perasaan lelah dan nyaris menyerah dengan penyakit yang tidak jelas. Satu hal yang pantas kusyukuri adalah meski merasa demikian, saya masih gemar berdoa dan membaca Kitab Suci, mendengarkan renungan dari radio atau youtube, karena saya memiliki banyak waktu saat beristirahat dari aktivitas harian.
Ada rasa takut sendiri dengan sakit seperti ini, dengan berbagai dugaan, jangan-jangan sakit mental, sakit jiwa. Ada perasaan marah seperti merajuk kepada Tuhan, mengapa dibiarkan berlama-lama seperti ini. Ada perasaan tidak nyaman, dengan orang lain, takut merepotkan orang lain. Merasa seperti orang sakit tetapi kelihatan seperti tidak sakit. Dan yang paling menakutkan adalah saya takut mati dalam keadaan demikian merana, dalam keadaan hati tidak damai dengan diri sendiri. Siang malam berdoa mohon kesembuhan tetapi tak kunjung sembuh. Aku tidak hanya berdoa dengan kata-kata, tapi bahkan aku tuliskan doa yang merupakan ungkapan hatiku dalam buku, dengan maksud biarlah tidak hanya pikiranku saja, tapi seluruh pikiran, tubuh dan perasaanku ikut mengungkapkan doa itu. Lelah menulis dengan tangan kanan, aku belajar menulis doa-doa itu dengan tangan kiri yang awal mula seperti cakar ayam dan tak berbentuk menjadi deretan huruf-huruf yang bisa dibaca. Sampai suatu saat aku bosan berdoa sambil menulis. Berbagai jenis doa dan posisi doa dicoba. Doa batin, novena kepada beberapa orang kudus, doa lisan, adorasi setiap hari satu jam, doa dengan membaca kitab suci, doa sambil menulis seolah bercerita kepada Tuhan, menyanyikan lagu-lagu dari mazmur, menuliskan puisi bahkan mengarang-ngarang lagu sendiri yang menyentuh hatiku. Tetap saja aku tetap merasa diriku tidak nyaman dengan diriku sendiri.
Sampai akhirnya suatu malam sekitar pukul 20.00, sesudah makan malam, aku bergegas ingin tidur karena sangat mengantuk.Mengantuk karena lelah batin, karena bosan dan dilanda rasa malas untuk berdoa. Sebab segala usaha berdoa sudah dilakukan. Sakramen tobat dan ekaristi harian selalu tekun dilakukan, obat dari dokter, segala jenis minyak gosok, vitamin, dan makanan dengan gizi pilihan sudah diupayakan. Saya sampai pada titik menyerah. Sungguh menyerah. “Tuhan, sudah cukup. Kalau memang tidak sembuh, tidak apa-apa. Mau mati juga boleh jika Tuhan berkenan. Sebab tidak ada lagi yang aku pikirkan dan perjuangkan, segala sesuatu sudah diupayakan. Kalau sudah waktunya, silahkan Tuhan ambil nyawaku. Aku tak mau apa-apa lagi, lelah untuk berjuang, lelah untuk mempercayai segala upaya.”
Tepat pada saat perasaan hati demikian menyerah, aku membuka sebuah channel radio Suara Kebenaran yang setiap malam menyiarkan renungan dari seorang pendeta. Aku suka mendengarkan siaran ini hampir setiap malam. Aku pikir, sudahlah malam ini terakhir aku mendengar renungan, siapa tahu kalau Tuhan benar mengambil nyawaku ketika menyerahkan diri dan tak mau berjuang lagi, setidaknya aku bisa merasakan ketenangan dalam batin.
Pada saat aku membuka, persis si pendeta sedang membacakan sebuah kutipan kitab suci. Masih terekam jelas dalam ingatanku. “Mari kita buka efesus 6 : 16 -18. Kita baca bersama-sama. Saya biasanya tidak pernah buka Kitab Suci hanya sekedar mendengar sambil berbaring. ” dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat, dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh yaitu firman Allah,dalam segala doa dan permohonan. Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus.”
Aku terperangah dan tercengang dengan mendengarkan Sabda Tuhan ini. Rasanya suara mereka yang membaca bersama di radio ini begitu berkuasa dan berwibawa seperti suara malaikat. Kalimat pertama “dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman” bagaikan kalimat yang lansung menusuk hatiku dan merasuk seluruh jiwa ragaku, yang seperti ada suatu yang menggetarkan, suatu koneksi dengan seluruh pikiran dan jiwa ragaku. Yang langsung membuat aku melonjak terbangun karena sedang berbaring dan air mataku mengalir tiada henti. Usai firman Tuhan ini dibacakan bersama, si pendeta membaca sendiri dengan suara lantang dan kurasakan seperti suara Tuhan yang membacakan untuk aku yang membuat air mataku deras mengalir, dan dengan sendiri menjadi kuat hatiku, pikiranku tenang dan diterangi oleh Firman Tuhan ini “dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh yaitu firman Allah.
Dalam deraian air mata, serasa jiwaku berjaga, telingaku mendengar uraian renungan pendeta tetapi hatiku mengimani sebagai peneguhan dari Tuhanku. Aku sungguh merasa terberkati dengan firman dan renungan dari Efesus 6 : 16 -18 ini. Usai renungan radio, aku merasa badanku sembuh, ya…sembuh. Sungguh-sungguh sembuh. Semua yang aku rasakan sebelumnya tidak nyaman di sekujur tubuh, juga dalam pikiran dan perasaan juga hati, semua hilang seketika. Seolah-olah tidak pernah ada dan terjadi. Yang tertinggal adalah rasa sukacita dan damai sejahtera dalam batin, muncul suatu keyakinan diri, tumbuh suatu harapan baru dan semuanya sungguh – sungguh baru. Sembuh, pulih, bebas, dan damai. Aku tidur dengan sangat tenang malam itu.Dan hari – hari sesudahnya merupakan hari baru yang berbeda. Aku hanya bisa bersyukur dan perlahan mulai menata kembali yang sudah hampir setahun dalam keadaan seperti itu. Sungguh, aku telah mengalami kasih dan kehadiran Tuhan yang nyata lewat sabda-Nya yang menyembuhkan dan memulihkanku. Sungguh, aku merasakan kebaikan Tuhanku yang memberikan pemulihan dan hidup baru bagiku. Sungguh, Tuhan adalah perlindungan dan harapanku dalam kesusahanku.
Sejak saat itu, aku semakin yakin akan daya dan kuasa Sabda Tuhan dalam hidupku. Aku semakin bertekun membaca dan merenungkan firman Tuhan baik pribadi maupun berkelompok. Salah satu kelompok baca Kitab Suci bersama, saya bergabung dengan Komunitas Dei Verbum(KDV) untuk membaca Kitab Suci satu hari satu ayat dan melaporkan dalam whatsapp group. Juga membaca bersama kelompok lain satu hari dua ayat dengan pilihan ayat emas. Membaca bersama dalam kelompok, sangat membantu aku untuk tekun membaca. Karena setiap hari harus melapor jika sudah selesai membaca. Jika menunda atau terlewatkan, akan diingatkan oleh sesama dalam kelompok terutama oleh admin. Bersatu dalam kelompok meski tidak saling mengenal satu sama lain, tetapi bersama-sama merasa dikuatkan dan bertumbuh dalam iman dengan membaca Kitab Suci.
Kerinduan membaca Kitab Suci sebagai sabda Tuhan menjadi kegemaranku. Meski kadang ada rasa malas, sengaja menunda, merasa biasa-biasa saja, seperti hanya deretan huruf-huruf, tetapi aku akan tetap membaca. Mengerti atau tidak, menarik atau tidak, aku tetap membaca. Meski tampak kadang tidak menyentuh hatiku, atau tidak ada rhema sama sekali aku tetap membaca dan membaca. Aku yakin, meski kemarin atau hari ini, hatiku tidak tergerak oleh rhema Sabda Tuhan yang membuat hidupku berubah, tapi aku selalu percaya, sebentar atau nanti pasti ada buahnya. Dengan caranya yang istimewa, pada saatnya semua akan terjadi sesuai kehendak Tuhan.
Aku membaca bukan untuk apa-apa. Tetapi aku tahu, aku harus mendengarkan suara Tuhanku. Sebab aku percaya suara-Nya penuh daya, yang menyembuhkan, memulihkan dan mengubah hidupku. Tidak serta merta atau spektakuler. Aku yakin, bagai air mengalir yang meresap masuk ke dalam tanah, menyegarkan akar-akar dan menumbuhkan benih dan membuat sebuah pohon tumbuh, hidup, berbunga dan berbuah, aku percaya demikian pula Sabda Tuhan yang kubaca dan kudengar akan selalu menyegarkan batiku, menyirami akar jiwaku, menumbuhkan harapan hidupku dan pada saatnya mengubah hidupku secara mendalam dan baru.
Pengalaman sederhana ini mengingatkan aku ketika memasuki BKSN 2024 dengan tema yang sangat indah Allah sumber Keadilan. Allah yang adil yang selalu menganjari setiap anak-anak-Nya yang siang malam berjuang, berusaha mendengarkan suara-Nya dan melakukan firman-Nya. Aku semakin diteguhkan bahwa sungguh “Tuhan itu baik, tempat perlindungan pada waktu kesusahan” ( Nahum 1:7). Selamat memasuki Bulan Kitab Suci Nasional 2024. Semoga semakin bertumbuh dalam membaca, merenungkan, membagikan, mewartakan dan mengamalkan Sabda Tuhan. Allah sumber keadilan, mencintai kita. *hm
Recent Comments