Perjalanan hidup sebagai seorang yunior tidak juga mengurangi banyak hal dalam hidupku. Berbagai perasaan dan pikiran tetap ada dan berkecamuk dalam benakku. Akupun memasuki suatu tahap baru, yang lebih menuntut kedewasaanku, karena pada masa ini, aku harus bertanggungjawab atas tugas  pelayanan yang dipercayakan kepadaku.

Dari lingkungan novisiat yang penuh keindahan, aku masuk dalam kehidupan dan suasana komunitas karya yang kaya dengan berbagai hal. Aku sadar, di dalam komunitaslah diriku akan semakin ditempa dan keberadaanku akan semakin dihidupkan. Di samping itu aku yakin bahwa melalui komuntas  aku  dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik sesuai dengan kehendak Tuhan dan searah dengan visi, misi, tujuan dan inti jiwa Kongregasi.

Sungguh, hal ini bukan persoalan yang mudah. Di sinilah pergulatan hidup yang semakin hari semakin  kurasakan. Dalam budiku, aku tahu bahwa segala keberadaan hidupku harus terarah pada kemuliaan nama Tuhan dan keselamatan sesama. Dipandu oleh Sabda Tuhan dan berpegang pada aturan, konstitusi dan direktorium, aku harus belajar  hidup sesuai dengan tuntutan tersebut. Aku menyadari bahwa semua itu merupakan sarana yang menolong aku untuk sungguh berkembang menjadi seorang yang dapat dan layak dikatakan “seorang abdi” bagi Tuhan Sang Khalik.

Kenyataan  membuktikan  padaku bahwa tidak mudah untuk direalisasi. Pada saat yang sama, aku berhadapan dengan realita diri yang secara emosional sedang bertumbuh ke arah kedewasaan. Secara nyata aku harus memposisikan diri untuk hidup sebaik mungkin sebagai seorang yang terpanggil. Yang tidak hanya dituntut untuk melayani, tapi sekaligus menjadi saksi Kristus di tengah dunia ini.

Kenyataan demikian sungguh menghadapkan aku dengan realita diriku sendiri. Muncullah berbagai peristiwa dan kisah yang menjadi pengalaman indah bagi hidupku dalam masa ini. Sekali lagi, aku harus berjuang dan bergulat. Suatu perjuangan yang membutuhkan lebih banyak energy daripada sebelumnya. Realita-realita yang ada hampir saja memupuskan harapanku yang sebetulnya tengah mekar.

Aku tidak terlalu sadar dan mengerti, apa sebab semua itu. Orang-orang menamakan kisah dan peristiwa-peristiwa itu adalah pengalaman krisis. Aku tidak terlalu tahu persis, namun aku tertarik sekali untuk mengisahkan pengalaman-pengalamanku ini. Pengalaman dalam hidup bersama di komunitas, pengalamanku bersama orang lain di tempat tugas, dalam karya yang dipercayakan Kongregasi padaku, pengalaman pribadiku yang amat manusiawi, yang menyentuh hakekat terdalam keberadaan manusiawiku sebagai makhluk perasa, pengalaman jatuh cinta dan pengalaman dalam hubunganku dengan Sang Kasihku, Tuhan dalam doa.*hm