Tidak banyak kisah dan cerita, namun menjadi kepercayaan Allah, menjadi kepala Keluarga Kudus, pengasuh Yesus Putra Allah, suami Maria ibunda Yesus yang disebut Kristus. Semua orang tahu, jika ditanya, manakah karakter bapa Yusuf? Semua dapat menjawab dengan benar, pria yang tulus hati. Seperti apakah ketulusan itu? Bapa Yusuf menata dan mengolah suara hatinya dalam kesunyian dan keheningan. Ada dorongan dalam dirinya bertindak sesuai rencana dan impiannya, namun ketika ada suara malaikat melalui mimpi, Yusuf mengikuti suara malaikat itu.  Sesaat, sesudah bangun dari tidur, Yusuf melakukan apa yang dikatakan malaikat itu kepadanya, melalui mimpi.

Hatinya yang tulus, makin dijernihkan, dimurnikan. Pikiran yang semula terperangkap dalam kehendak diri, dimurnikan melalui suara malaikat, untuk menangkap kehendak Ilahi. Meski sempat terdorong untuk melakukan hal yang kurang tepat yakni menceraikan Maria secara diam-diam, namun hatinya yang dimurnikan itu, tergerak untuk melakukan kebaikan dan kebenaran. Suara hatinya yang jernih, menuntun tindakannya yang tulus, mengambil Maria sebagai isteri.

Dengan ketenangan, Yusuf mengambil  keputusan. Keputusan untuk bertindak, untuk mulai bekerja sesuai rencana dan perintah Allah.  Tidak ada janji-janji atau ikrar yang diperdengarkan. Tidak ada pertanyaan yang diajukan. Tidak ada alasan. Bahkan tidak ada dialog, sebagaimana umumya. Juga tidak ada kidung atau madah yang dilambungkan seperti dalam kisah-kisah  tokoh lainnya dalam Kitab Suci. Kidung Zakariah, Kidung Maria, Kidung Simeon. Atau nyayian syukur Daud, Nyanyian Daniel, atau nyanyian kemenangan Musa. Meski demikian, getaran kasih menggema dalam senyap.  Tidak tertunda, tapi  segera. Tidak  ada pertimbangan, akrena semua sudah usai. Hatinya mengerti, bukan waktunya untuk  berpikir dan merenung tapi bertindak. Seperti datangnya suara malaikat saat semua makluk tidur terlelap, nuraninya bertindak dalam diam, menggema nada-nada cinta dalam kesenyapan hiruk pikuk suara-suara dunia. Tidak ada yang tahu, hanya Allah saja.

Ekspresi cinta menggema dalam perbuatan, yang nyaris tidak diperhitungkan, karena biasa-biasa saja. Yang terdengar oleh dunia, mungkin hanya bunyi-bunyi serutan  kayu, dentuman palu atau kapak. Yang terlihat oleh mata, barangkali hanya sebatas kayu, perabotan, ukiran-ukiran dan mungkin sampah-sampah yang berserakan.  Suara-suara itu, menggema dalam senyap, dan merupakan nyanyian indah dalam perbuatan. Yach,..madah indah  dalam perbuatan, seperti dicatat penginjil Matius, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya  (Matius 1 :24). Tidak hanya sekali saja, tetapi  ini menjadi sebuah refren madah cintanya bagi Allah: “Berbuat sebagaimana diperintahkan Allah kepadanya”. Selalu dan terus-menerus, seumur hidup, dalam setiap situasi dan segala  peristiwa. Yusuf setia mengidungkan madah kasih dalam tindakan, Berbuat sebagaimana diperintahkan kepadanya.

Dalam ketenangan Yusuf mendengar. Dalam diam, Yusuf memperhatikan. Dalam hening, Yusuf menerima perintah dan kehendak Ilahi. Dalam senyap, Yusuf melakukan segalanya. Suara hatinya tertata, dengan nada dasar nyanyian hati tulus bagi Allah. Segala perhatian, hanya tertuju pada Allah saja, Allah Putra yang senantiasa dipandang. Dalam senyap, Yusuf menanti syair-syair baru dan indah dari bibir mungil Putra Ilahi, siap untuk ditaati.

Rumah Nasaret menjadi saksi betapa senyapnya hati Yusuf, yang terbuka lebar untuk menampung suara Ilahi yang menggema  memenuhi hati. Yusuf tahu, satu kata saja terucap, dapat menjadi  penghalang kaburnya suara Ilahi. Dua kata terucap, dapat  mengganggu daya tangkap indra jiwa. Tiga kata terucap, sudah membuat  kita lupa, apa yang seharusnya didengar. Satu kalimat terucap, kita sudah kehilangan segalanya, sebab suara-suara Ilahi tidak punya tempat lagi di hati. Semenit berkisah, kita dapat kehilangan surga, karena tercemar dalam ucap. Yusuf membiarkan  Yang Ilahi, makin besar, dan dirinya makin kecil. Yusuf membiarkan nama Putra Ilahi menggaung dan namanya lenyap. Ekspresi cinta kebapaan yang sejati yang tak tertandingi.

Yusuf  sadar, untuk sepenuhnya mendengar, menangkap  dan taat pada kehendak Ilahi, tidak ada cara lain, selain diam, tenang, hening, senyap. Sejenak seolah menghilang dari dunia, tapi sebenarnya, dalam senyap  bergema suara-suara Ilahi yang memenuhi jagat. Bergemalah nada cinta dalam tindakan dan terpatri dalam batin kasih yang tak terkira.

O, Bapa Yusuf, doakan kami, agar berani tinggalkan kebisingan dunia, dan merangkai nada dalam diam, mengidungkan nyanyian dalam tindakan nyata dan bermadah syukur dalam dan melalui perbuatan nyata. Biar di seluruh bumi, bergema suara-suara Ilahi, yang meraih hati, memeluk bumi, memuji Sang Khalik dan menyembah Yang Ilahi. Biarkan kami, bertekun  tanpa mundur selangkah pun, meski di depan mata nyaris tersandung.  Biarkan menggema dalam laku, persembahan kasih hati tanpa ragu.  Biarkan tak terangkum dalam tutur, tak terungkap dalam ucap untaian kisah kasih untuk  Yang Ilahi, dengan bualan kata manis, sekadar penyejuk hati namun menutup suara-suara Ilahi menggema di hati.  Yusuf pelindung Keluarga Kudus, doakan kami. *HM