Tidak seorang pun dari antara kita ingin tetap jadi kecil. Semua mau bertumbuh jadi besar, kalau bisa ke segala arah dan dalam semua aspek.Karena memang demikianlah hakekat hidup kita dilengkapi dengan ‘daya ilahi” untuk bertumbuh dan berkembang dari benih kecil menjadi besar. Saya tergelitik untuk merenungkan makna “kecil di mata insani’namun “agung secara Ilahi” yang disematkan pada Keluarga Kudus Yesus Maria Yosef. Setiap hari ketika mendoakan Litani Keluarga Kudus, ketika tiba pada pernyataan ini, hati saya selalu tersentuh.Yang bagaimana kecil secara insani. Saya mencoba merenung dan membagikan kepada kita semua yang mungkin bisa saling memperkaya pemahaman dan penghayatan hidup kita yang bersemangat Keluarga Kudus.
Kata kecil ini menjadi begitu menarik ,karena berkaitan erat dengan kata “kecil” yang disematkan oleh Mgr.Vitus Bouma, SSCC pada nama Kongregasi suster pribumi yang didirikannya yakni Suster Kecil Keluarga Suci. Makna kata kecil sudah diuraikan panjang lebar dengan tiga pemaknaan frasa yang berbeda yang tertera dalam buku Sejarah Singkat KKS. Namun dalam tulisan ini saya ingin melihat sisi lain dari perspektif saya tentang “kecil di mata insane” dalam Keluarga Kudus Yesus Maria Yosef.
Kecil di mata insan mengandung makna tidak mencari reputase dan memiliki pretense apapun dalam menghayati hidup sehari-hari. Semuanya hanya tertuju pada Allah saja. Yang dihidupi adalah kenyataan yang dilihat mata, didengar telinga, yang diolah dalam hati dan diwujudkan dengan segenap diri. Tidak ada muatan apapun yang lain dalam kenyataan hidupnya selain apa yang menjadi bagian dari dirinya dan segala yang diperuntukkan bagi mereka untuk dilakoni dalam hidup.
Dalam konteks ini, cukuplah bagi Maria untuk melakoni peran yang dikehendaki Tuhan sebagaimana yang didengarnya melalui warta malaikat Gabriel yakni mengandung, melahirkan seorang anak laki-laki; berarti mengasuh, merawat kehidupan seorang anak manusia.( Bdk Lukas 1 :31) Dan Maria dalam kesederhanaan batin dibalut ketaatan iman yang besar berkenan melakoni semua itu;menjadi ibu Yesus, yang mengandung, melahirkan, mengasuh, membesarkan, mendidik dan mengantar-Nya sampai dewasa. Maria tidak mencari apapun dan memiliki pretense apapun dalam seluruh proses hidupnya dengan tugas istimewa ini, tapi dengan tekun, sabar dan setia melakoni sampai akhir. Menemani dari Nasaret-Betlehem-Mesir-Nasaret dan berakhir di Kalvari. Itu saja. Di mata insanai manusia, ini hal kecil, hal biasa, sama seperti semua perempuan lain di dunia ini yang dianugerahi kemampuan dan martabat sebagai ibu yang melahirkan dan mengasuh kehidupan.
Dalam konteks yang sama, Bapa Yosef tidak jauh berbeda.Ketulusan hatinya menegaskan kekecilannya di hadapan Allah. Tak perlu Tuhan datang dengan cara ajaib dan meyakinkannya dengan berbagai mukjizat, untuk melalui mimpi, itu sudah lebih dari cukup. Ini hal kecil, di mata manusia.Kita semua pernah bermimpi, selalu bermimpi, mimpi biasa. Namun bagi Yosef, hal kecil ini memiliki makna besar dan Yosef melakoni hidupnya atas dasar mimpi itu. Pesannya jelas,mengambil Maria sebagai istri ( Bdk. Matius 1 :20), berarti Yosef mengambil peran sebagai suami dan kelak sebagai seorang ayah dan bapa keluarga.Ini hal kecil, hal biasa, semua pria dewasa yang dipanggil dalam hidup berkeluarga menjadi suami dan ayah dalam rumah tangganya.
Bunda Maria dan bapa Yosef memerankan hidup yang biasa, seperti semua manusia lain sesuai panggilan dan peran masing-masing.Tentang hal ini sepertinya tidak ada yang istimewa, sebab kelihatannya apa yang dilakukan Maria juga dilakukan ibu-ibu lainnya.Apa yang dilakukan Yosef juga dilakukan para bapa lainnya. Hampir tidak kelihatan di mana letak kebesaran seorang manusia, seorang ayah atau seorang ibu, seorang suami atau seorang istri. Tidak banyak orang memikirkan lebih. Yang tidak terjangkau dan terlihat mata insane inilah justru nampak keagungan hidup Keluarga Kudus Nasaret
Hidup yang dihayati oleh Maria dan Yosef nampak kecil dan biasa di mata insan tapi besar dan agung di mata Allah.Mengapa? Karena mereka tidak lakoni atau hayati dari sekedar kodrat naluriah manusiawi semata seperti semua orang lainnya tetapi menurut kehendak Allah. Hidup mereka adalah MISI, menghidupi warta gembira dari Allah dan menyalurkannya kepada segenap keluarga manusia. Kepada Maria dan Yosef, Allah memberikan anugerah besar untuk “menghidupi MISI’ itu yang terangkum, terwujud jelas dalam diri Yesus yang hadir dalam keluarga mereka. Misi mereka pertama-tama adalah berada bersama Allah yang hadir di tengah mereka dalam diri Yesus yang bertumbuh dan berkembang sesuai “dunia manusia” untuk membawa MISI itu kembali kepada Yang empunya kehidupan. Maria dan Yosef dalam kesadaran “kekecilan” diri di hadapan keagungan Allah, bersedia, siap sedia dan rela’ seluruh keberadaan dirinya diresapi oleh Allah melalui Roh kudus untuk didayai, digerakkan, diarahkan, dihidupi sesuai rencana misi Allah dan terara sepenuhnya untuk Allah.Maka dalam keseharian hidup mereka, seluruh diri, segenap jiwa raga mereka terarah, terserap untuk memandang Allah dan siap sedia melayani Allah yang hadir dalam diri Yesus. Dari sini mengalir segalanya, menuju ke segala arah tanpa batas. Di sinilah letak keagungannya dan mata insani tidak mampu melihatnya, hanya mata imani mampu memandang semua ini dengan jelas.
Apa maknanya untuk kita yang menyandang semangat KKYMY? Apa relevansi semangat ini bahwa seperti Keluarga Kudus, yang kecil dan mata insani namun agung secara Ilahi? Bagaimana tepatnya saya mesti memposisikan diri dan belajar memahami dari waktu ke waktu apa peran hidup yang mesti dilakoni dalam upaya mengenakan busana KKYMY supaya hidupku merupakan “Tampilah Keluarga Kudus?”
Mungkin baik bagi kita untuk mempertajam perspektif, mencuci mata insan dan ganti mengenakan mata imani. Pertama, kita perlu menyadari dengan sungguh bahwa keberadaan diriku yang dipanggil secara khusus dalam KKS ini adalah unik dan istimewa dengan peran khas yang diperuntukkan Allah bagiku. Hidupku untuk misi Allah seperti Bunda Maria dan Yosef.Sekilas seolah-olah aku tidak ada bedanya dengan perempuan lain, wanita lain dalam semua hal, dalam keberadaan diriku, dalam pekerjaan, tugas dan pelayanan. Apa yang kulakukan juga orang lain bisa lakukan bahkan dapat melakukan dengan lebih baik.Dalam konteks ini, aku perlu menyadari “kekecilan diriku’ dan di mana letak”keagungan”-nya?
Seperti Maria dan Yosef, aku pun belajar untuk membiarkan Allah sendiri yang mengambil porsi lebih besar dalam seluruh peran hidupku. Kalau aku bekerja dan melayani, ini kulakukan demi cinta pada Tuhanku dan untuk Tuhanku, bukan untuk mereka atau bahkan untuk diriku. Aku mau belajar seperti Maria dan Yosef, dari mana mulai dalam perziarahan misi ini, dalam kekecilanku? Mulai dari diriku menuju komunitasku, menyebar ke tempat aku bekerja sehari-hari dan di mana aku berada dan diutus.
Bagaimana persisnya caraku membiarkan Allah dalam keagungan-Nya berperan? Seperti Maria dan Yosef aku mesti selalu bersatu dengan Roh Kudus, merelakan diri didayai, digerakkan, dijiwai, dituntun dan dididik menurut cara Allah dan bekerja dengan cara Allah.Maka, meskipun semua yang kelihatan oleh mata insane tidak ada beda dari semua orang lain tapi harus nampak beda dari kedalaman lubuk hati. Bahkan mungkin sampai akhir hidup tidak melihat dan mengalami apapun yang besar dan ajaib, tetapi cukuplah hidup sehari demi sehari, menghayati setia detik dalam rangkaian kebersatuan yang tak terputuskan dan terpatahkan oleh apapun dengan Allah. Mungkin nampak kecil dan tidak berarti bagi manusia tapi percaya penuh bahwa nilai keagungannya hanya dalam Allah saja.
Seadainya kita semua paham hal ini,saya yakin sekali bahwa tidak seorang pun di antara kita yang akan menolak, menggerutu atau merasa kecil hati dalam memerankan hidup ini. Tidak akan ada yang lamban, enggan, malas atau egois, karena sudah tahu di mana rahasia keagungan hidup ini. Tidak akan ada yang berjuang mati-matian mempertahankan diri menggenggam sedemikian erat harga diri dan tidak rela dilukai oleh siapapun. Tidak akan ada yang komplein dan berpikir dan mempertimbangkan berhari-hari keputusan kecil untuk dilakukan segera, tidak akan ada rasa kecewa atau marah jika ditolak atau gagal sekali dua kali. Tidak akan ada pula yang hidup tanpa orientasi dan harus menunggu komando dari pemimpin baru bergerak. Tidak akan ada wajah kusut, berbeban berat, berjalan mondar-mandir tanpa tujuan, tidak akan ada wajah yang tidak berseri penuh sukacita karena sudah tahu keagungan hidup ini ada di tanganYang Ilahi. Yang ada adalah pengharapan dan sukacita dalam melayani. Bunda Maria dan Yosef, seperti itu, karena mereka tahu kepada siapa mereka percaya, untuk apa mereka hidup.
Maria dan Yosef dianugerahi rahmat istimewa untuk “memahami maksud hati Allah”, ketika meminta mereka melibatkan diri dalam karya keselamatan. “Sabda yang hidup” – dalam diri Yesus -yang mereka hidupi, yang mereka pandang setiap hari, ada dan hidup bersama mereka “memberi tahu mereka” bagaimana “perasaan dan hati Allah”. Allah mau semua manusia tanpa kecuali mengalami keselamatan. Maka tak perlu mukzijat apapun, Maria dan Yosef langsung bergegas menjawab YA, menerima dan siap melakoni dengan cucuran keringat dan darah, lelah dan penat, kesukaran dan derita menjadi santapan harian. Tetapi, yang kecil dan biasa-biasa ini, ternyata di mata Allah, agung dan mulia, karena mereka kedapatan setia melakukan hanya untuk ALLAH saja.
Berbahagialah kita, yang membuka hati mendengar Allah.Berbahagialah kita yang tidak tegar hati seperti di hari-hari yang telah lewat. Sebab Hari Ini Allah bertindak dengan cara yang selalu baru dan istimewa yagn bermuara pada rasa syukur dan tobat. Berbahagialah kalau kita mengerti dan melakukan semua ini sebab sesudah itu kita akan mendengar suara lirih ketika kita sudah tak berdaya “sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama dengan AKU di Firdaus”. Keluarga Kudus yang kecil di mata insani dan agung secara ilahi, sucikanlah kami,AMIN.hm
Recent Comments