Jauh sebelum menjadi seorang pemimpin, Vitus Bouma pada masa mudanya pernah menjadi guru. Vitus Bouma berkarya sebagai guru lebih dari empat tahun, mulai dari bulan April 1916 sampai September 1920. Bukan  guru di sekolah biasa, tetapi guru di Seminari Rendah di Grave, sementara Bouma sendiri sebenarnya pada saat itu  masih sebagai mahasiswa  teologi. Karena beberapa hal studi teologi terhenti. Dalam masa lowong studi tersebut, Vitus Bouma ditugaskan sebagai guru di Seminari  Rendah.  Sebagai staf di sebuah seminari, tentu saja Bouma tidak hanya sekedar menjadi guru atau pengajar, tetapi pendidik dan formator.

Sebagai guru Vitus sangat pandai, tak pernah lelah, sangat rajin dan berbakti, demikian catatan arsip di Grave. Mereka yang mengenal Bouma sebagai guru, mengatakan bahwa Bouma menguasai pengetahuan bahasa-bahasa klasik dengan sangat baik. Kadang-kadang acara-acara harian diganti Vitus dengan jam-jam pelajaran mengenai karya misi yang sangat menarik. Waktu jam pelajaran ini, Vitus sangat suka bercerita  mengenai negeri Tiongkok dan orang-orang Tionghoa. Seorang mantan muridnya yakni Pater Jan de Weyer, SSCC  memberi kesaksian bahwa dia tak pernah kenal seorang guru yang lebih pintar dan lebih tekun dari pada Vitus Bouma. Vitus sangat berdisiplin, mampu memberi semangat besar kepada para mahasiswa, sehingga mereka belajar dengan senang hati. Cerita-ceritanya mengenai karya misi sangat mempengaruhi mereka.

Vitus tidak hanya mengajar dan bercerita tentang karya-karya misi , tetapi juga secara teratur mengarang dalam majalah misi “De Zelateur”. Vitus juga mengarang suatu cerita bersambung tentang kristianitas kepulauan Gambier, suatu cerita  yang bermutu tinggi. Ia juga mengarang artikel-artikel mengenai karya misi di seluruh dunia yang dimuat dalam majalah bulanan Kongregasi “Wereldapostolaat”. Ketika Vitus melanjutkan studi teologi, secara teratur Vitus memberi perhatian kepada mata kuliah misiologi dengan mengorganisir banyak konferensi. Vitus juga menulis “Kata Pengantar untuk studi misi”.  Tampak dengan jelas, ciri khas Vitus pada masa tersebut yakni berpikir dan bekerja secara sistematis.

Dari kisah yang sangat singkat ini, kita mengenal Vitus Bouma, sebagai guru yang sangat bersemangat, penuh dedikasi dan pengabdian. Seorang pendidik yang berwawasan luas,  yang energik, yang  memiliki  kreativitas tinggi. Vitus memiliki variasi metode dalam mengajar, sehingga murid-muridnya sangat berkesan, mengagumi dan pelajaran misi yang sulit menjadi sangat menarik minat mereka. Vitus tidak memiliki pendidikan khusus sebagai guru, tidak berijazah guru. Bahkan masih sebagai status  mahasiswa ia telah dipercayakan untuk mendidik adik-adik  tingkat.

Yang lebih menarik dari sekadar kecerdasan, kemauan keras dan kesiapsediaannya untuk diutus di mana saja termasuk menjadi guru, adalah karakter dasar yang dimiliki Bouma yakni  rajin, disiplin, penuh bakti, tidak kenal lelah, sangat bersemangat dan penuh sukacita. Karakter inilah  yang mewarnai seluruh pribadinya sebagai seorang yang dilibatkan sebagai guru, pendidik dan “formator”  di seminari. Pengajarannya dikemas dalam bentuk cerita yang menarik. Tentu saja, Vitus mengenal dengan baik karakter para seminaris, kaum muda yang menyukai kisah – kisah yang menarik. Kemampuan Vitus untuk mengemas pelajaran misi yang sulit dan membosankan menjadi pelajaran yang menyenangkan bahkan tak terlupakan oleh murid-muridnya. Kemampuan berbahasa yang baik, dipadukan dengan kecerdasan, ditopang oleh kehendak kuat untuk membaktikan diri menjadikannya pendidik yang penuh dedikasi dan bersemangat besar.

Paduan antara kecerdasan budi, ketrampilan mengajar, kedisiplinan yang tinggi membuatnya mampu menguasai kelas, mengambil hati murid-muridnya dan apa yang ingin disampaikan mudah ditangkap oleh para muridnya. Untuk semua ini, Bouma memiliki sasaran, visi tersendiri dalam mengajar. Apa yang hendak dicapai melalui proses pengajaran tersebut?  Waktu pelajaran tidak disia-siakan.  Bahkan saat-saat senggang dalam acara harian, diganti dengan jam pelajaran misi yang menarik. Singkat kisah, untuk sebuah pencapaian yang baik, ketuntasan, kesuksesan dalam mengajar dan mendidik generasi muda, Bouma rela melakukan apa saja, dan berjuang keras tanpa kenal lelah juga tak menghitung-hitung segala jerih payahnya.Terbukti, pelajaran yang sulit menjadi menarik minat para siswa. Mereka  tidak hanya tahu tentang misi, tetapi nanti kelak mereka menjadi misionaris yang tangguh di tanah misi. Semua itu sudah terekam jelas dalam benak mereka ketika mereka belajar dengan penuh minat di masa mudanya.

Kepada Bouma kita sematkan predikat sebagai  guru, sebagai pendidik sekaligus formator. Tidak semua guru  adalah pendidik, jika dalam proses pengajaran, hanya mentransfer ilmu pengetahuan semata-mata. Mungkin seperti  layaknya para pengajar di masa pandemic ini, pengajaran  secara online, menggunakan fasilitas  teknologi dengan berbagai aplikasi. Tampaknya sukses mengajar dan berbagi ilmu, namun bisa jadi  sekadar berbagi  ilmu, tapi belum sampai pada mendidik sebagaimana diharapkan. Mungkin banyak orang bisa  mengajar dan menamakan diri sebagai guru, tetapi belum tentu tidak memiliki relasi  yang lebih dalam antara guru dan murid sebagaimana layaknya dalam sebuah proses pendidikan nilai.

Bouma seorang pendidik, yang mendidik dengan penuh kasih dan sukacita. Jika dasar dalam mendidik dan pegangan sebagai guru adalah kasih sayang  dan dilakukan dengan penuh sukacita, sudah pasti  dalam seluruh  proses pengajaran,  seluruh keberadaan diri, energi, kehendak dan kemauan dilibatkan dalam proses tersebut. Para siswa pun mengalami sukacita selama belajar. Inilah yang ciri khas Bouma sebagai guru.  Jauh sebelum kita mengenal pendidikan karakter masa kini, Bouma sudah menerapkan pola pendidikan karakter, di mana dia sendiri melakukan, menghidupi apa yang diajarkannya. Dan kelak, sebagai seorang misionaris, Bouma dengan gigih berjuang agar pendidikan yang baik dan benar sungguh  menjadi bagian dari pelayanan dan pewartaannya.

Vitus sendiri sangat menguasai pelajaran yang hendak diajarkan. Bahkan memiliki metode yang  tepat untuk menyampaikan  kepada para muridnya. Ia menghidupi apa yang diajarkannya, yang mula-mula dituangkan dalam bentuk cerita bersambung, kisah-kisah dan artikel-artikel yang ditulisnya. Apa yang ada dalam pikiran atau benaknya, yang dituangkan dalam bentuk tulisan, diformulasikan dalam bahasa verbal, dalam kisah-kisah yang menarik untuk didengar. Kita dapat membayangkan, guru yang demikian yang menjadi idola para siswa, pasti dinantikan jam-jam pelajarannya dan saat proses pelajaran berlangsung rasanya terlalu cepat. Betapa besar minat dan kecintaan Vitus akan misi itu maka semua yang berkaitan tentang  Misi itu begitu hidup dalam pikirannya, dan menyatu dengan dirinya. Karena sangat berminat maka pasti dipersiapkan dengan matang, dipikirkan dengan cermat, dan disampaikan dengan penuh sukacita. Pelajaran misi berkaitan erat dengan pribadi Bouma. Bouma sadar seluruh dirinya dipersiapkan untuk menjalankan misi Allah sendiri.

Kita dapat belajar banyak hal menarik  dari Bouma sebagai seorang pendidik yang penuh minat dan sukacita. Pertama-tama  sebagai pendidik, si pendidik harus menyukai bahan ajar dan mata pelajaran yang akan diajarkan. Jika pendidik menyukai dan mencintai pelajaran, mencintai profesinya, apalagi mencintai murid-muridnya demi masa depan mereka, sudah pasti pendidik akan  memiliki semangat besar, kreatif dalam mengajar dan penuh sukacita. Kedua, kita belajar dari Bouma, menghidupi apa yang diajarkan sebagai bagian dari kehidupannya sendiri, sehingga perlahan namun pasti akan menjadi karakter pribadinya. Warisan terindah dari Bouma, sang pendidik yang penuh sukacita kiranya membantu kita mendidik anak bangsa dengan penuh sukacita. Ketiga, kita belajar  dari Bouma, yang memiliki sistem pengajaran yang menarik yang menjadi ciri khasnya yakni berpikir sistematis, bekerja sistematis, pasti juga mengajar secara sistematis. Semuanya menjadi menarik dan indah pada waktunya. Bapa Bouma, doakan kami  dalam mendidik anak bangsa agar  penuh kasih sayang dan sukacita.*hm