Seorang guru sekolah minggu bertanya kepada murid-muridnya: “Apa yang biasa kalian mohonkan setiap hari ketika bangun pagi”? Jawaban muridnya bervariasi tergantung dari pengalaman kesehariannya.Ada yang menjawab, mohon sehat dan selamat, dilindungi dan dijaga. Ada yang memohon berkat agar diberi segala kemudahan dalam belajar, dilindungi dalam perjalanan dan dibebaskan dari segala yang jahat. Ada yang memohon nilai yang bagus waktu ulangan, diberi uang jajan yang banyak oleh orang tuanya. Ada seorang anak dengan malu-malu menjawab, mohon hati yang damai dan tenang. Sang guru sangat tertarik dengan jawaban anak yang agak berbeda dari teman yang lain dan bertanya pada si murid: “Mengapa mohon hati yang tenang dan damai?” Si anak menjawab, karena dia tidak suka mendengar setiap hari papa dan mamanya rebut terus, mama marah-marah pembantu, papa marah-marah kepada sopir. Dalam telepon papa juga bersuara keras-keras, bahkan bentak-bentak. Si anak selalu ketakutan dan merasa tidak aman. Sang guru menjadi mengerti rupanya si anak merindukan ketenangan, kenyamanan karena situasi di sekitarnya bahkan yang dialami oleh orang-orang yang dicintainya tidak nyaman, dan karena itu hatinya juga tidak nyaman.
Penggalan kisah ini banyak dialami di tengah lingkup keluarga dan komunitas kita. Tidak seorang pun yang berharap ketika pagi hari, sudah terdengar keributan, tidak ingin menyaksikan pengalaman kekerasan dan tidak menyukai berita-berita dalam mas media yang menyuguhkan tindakan kriminalitas dalam berbagai bentuk yang membuat hati tidak nyaman dan was-was sepanjang hari. Apalagi akhir-akhir ini marak berita kecelakaaan lalulintas akibat kelalaian yang merenggut nyawa banyak orang, yang sebetulnya bisa terhindarkan. Orang mulai berpikir dan berkata : “ Berkendaraan di jalan bagaimanapun hati-hati, ditabrak orang. Naik pesawat semakin tidak nyaman karena ada oknum pilot yang mengkonsumsi narkoba. Berjalan kaki di trotoar bisa ditabrak orang, naik bus, kecelakaan masuk jurang, berlayar di laut dengan kapal, angin kencang dan terancam tenggelam, tidur di rumah pun bisa mati mendadak.” Di mana saja, kapan saja, di bumi ini nampaknya sudah tidak ada lagi tempat yang nyaman untuk dihuni dengan penuh ketentraman dan kedamaian. Benarkah, di bumi ini sudah tidak ada lagi tempat yang nyaman untuk dihuni?
Tidak cuma sekadar kerinduan
Damai…damai… Peace! Dirindukan oleh semua makluk penghuni bumi ini. Seruan damai dikumandangkan di mana-mana terutama kepada tempat, Negara, bangsa atau sekelompok orang yang sedang berseteru. Dendang damai dalam hati, dilantunkan tanpa suara sebagai sebuah permohonan doa yang tak kunjung putus dipanjatkan ke hadirat Allah Penguasa kehidupan oleh setiap makluk, setiap manusia yang menyapa-Nya dengan nama masing-masing. Sorotan mata menanti perlindungan terhadap ancaman tidaknyamanan dari anak-anak dalam keluarga dan masyarakat kita, sepertinya semakin tajam. Tidak hanya damai yang dapat sungguh dirasakan dan dialami dalam hati sanubari tetapi juga kerinduan akan ketentraman yang dapat dirasakan dan dinikmati di sekitar lingkungannya. Damai di hati, tentram di bumi, tenang di dunia, bahagia di surga.
Ada banyak hal yang menghambat kedamaian yang dirindukan dan diharapkan terwujud. Antara lain konflik yang terjadi tak terhindari. Dikarenakan ada banyak muatan kepentingan individual dan golongan di dalamnya. Ketika seseorang atau sekelompok orang berniat memenuhi kebutuhan atau bahkan keinginannya tanpa mempedulikan sesama dan lingkungannya, maka konflik dengan mudah terjadi. Ketika kerinduan akan ketenangan dan kedamaian, digilas oleh hasrat untuk menguasai sesama dan alam sekitar, konflik tentu akan hadir. Ketika orang tua hanya sibuk dengan urusan pekerjaannya dan kurang menaruh hati penuh kasih pada anak-anaknya bahkan konflik batin pun terjadi. Stimulus konflik dari pihak tertentu akan mendapat respon dari pihak lain, yang menyulut membaranya kobaran konflik yang sering kali berujung pada penderitaan.
Lebih dari itu, kita mengamini bahwa kerinduan akan damai menjadi sulit terwujud tidak hanya berpangkal dari konflik tetapi secara interen berasal dari diri sendiri. Banyak dari kita tahu bagaimana harus hidup damai, tetapi sering tidak begitu tahu bagaimana cara yang tepat untuk membuat suasana damai entah itu di rumah, dalam komunitas dan di manapun. Kerinduan yang tidak disertai dengan upaya kuat untuk berdamai baik dengan diri sendiri, sesama, lingkungan sekitar dan berdamai dengan Tuhan, memang sering membawa kita pada situasi yang kurang damai. Ada konflik dengan tingkat ringan beratnya berbeda-beda. Rindu damai tidak cukup untuk hidup, perlu dimohonkan dengan tidak jemu-jemu dan diupayakan dengan sekuat kemampuan.
Damai perlu dimohonkan
Hari pertama pada setiap awal tahun diabadikan sebagai Hari Perdamaian Sedunia.Bahkan Gereja juga mempersembahkan hari pertama ini sebagai hari penghormatan khusus bagi Bunda Maria sebagai Santa Bunda Allah. Tentu ada maksud mulia di balik semua peristiwa itu yang bagi kita kaum sederhana dapat menggali maknanya yang mendalam. Bunda Maria juga mendapat banyak gelar diantaranya sebagai Ratu Pencinta Damai, Regina Pacis. Bunda Maria, Sang Ratu perdamaian, dihadiahkan dan dimuliakan oleh Allah yang dihormati dan dijunjung tinggi oleh Gereja, menjadi sosok yang layak dijadikan tempat pengaduan nasib bagi putra-putri Allah yang merindukan perdamaian.
Meskipun ada banyak cara dan jalan untuk memohon dan kepada siapa kita harus memohon, kita meyakini dalam iman, bahwa Maria, sang Ratu Damai dapat menjadi perantara bagi kita untuk menyampaikan doa dan harapan kita kepada Yesus Kristus Putera-Nya Raja Damai. Maka kalaupun ada yang merasa di bumi ini tidak ada tempat yang membuat hati damai dan tentram, setidaknya masih selalu ada tempat bagi orang beriman untuk berharap akan mengalami kedamaian.
Banyak orang telah memberi kesaksian, bahwa meskipun terlilit problem hidup yang berat dalam keluarga, dalam bermasyarakat, dalam berusaha dan berkarya, dalam membangun relasi dan hubungan dengan sesama, ketika hati sedang gundah, pikiran sedang kalut, merasa sendirian dan terasing, ketika berani berhadapan dengan Bunda dan menceritakan kepadanya, hati menjadi tenang dan nyaman, pikiran menjadi lebih jernih, pandangan semakin luas, dada semakin lapang dan kedamaian hati dapat dirasakan. Bisa dimengerti, di dunia ini kita membutuhkan sepasang hati yang siap mendengar tanpa komentar, yang selalu setuju tanpa membantah, yang setia menemani tanpa merasa terbeban, yang sungguh bisa dipercayai menyimpan rahasia hati tanpa membocorkannya, hanya dapat ditemukan dalam sosok seorang Ibu yakni Maria Bunda Yesus.
Kita percaya kita dapat memperolehnya ketika sering memohonkannya. Kepada yang setia memohonkan, Tuhan berjanji akan memberikannya. Maka seruan “Tuhan, berilah kami damai, mesti menjadi seruan permohonan yang tiada putusnya dipanjatkan kepada kehadirat Allah.
Dalam perayaan Ekaristi sesaat sebelum bersatu dengan Kristus dalam penerimaan komuni, imam bersama umat menyerukan doa kepada Kristus, Sang Anak Domba Allah, kasihanilah kami dan berilah kami damai. Sangat diharapkan persatuan dengan Kristus, membawa kedamaian yang langgeng dalam hati batin.
Kesadaran untuk berdamai
Kedamaian mahal harganya, harus dibayar dengan pergumulan batin dan pengorbanan untuk keluar dari diri sendiri. Meski demikian,kedamaian dapat dialami, dirasakan secara perlahan-lahan, dalam batin yang tenang dan murni. Kedamaian dapat terwujud secara perlahan dalam rumah tangga dan komunitas kita masing-masing. Kedamaian dapat terwujud antara kita dan lingkungan ketika kita berkenan memberi tempat di hati kita bagi sesama dan lingkungan hidup kita. Kita semakin mengerti dan sadar, alam dan lingkungan sekitar kediaman kita kelihatan menjadi kurang ramah dan bersahabat karena ulah kita manusia yang tidak mau berdamai dengan alam. Membuang sampah sembarang tempat sehingga ketika turun hujan, seloka menjadi tersumbat dan terjadi genangan air. Ketika penebangan hutan untuk membuka lahan atau daerah penambangan tidak disertai upaya reklamasi. Cuaca yang tidak menentu, polusi udara, polusi suara, polusi air yang membuat kita tidak nyaman, terserang wabah penyakit, diserang bencana alam secara tiba-tiba, juga salam satu penyebabnya adalah kita kurang berdamai dengan alam sekitar kita.
Tidak banyak dituntut dari kita untuk berdamai dengan manusia dan alam sekitar. Cuma sebuah kesadaran dalam diri untuk menjaga keseimbangan ekosistem dalam komunitas di mana kita berada. Menjaga kelestarian mata rantai kehidupan dalam lingkungan kita sebagai habitat tempat makluk hidup saling bergantung. Bagaimana kita berharap sehat walafiat, sementara konsumsi oksigen yang sangat ditubuhkan tubuh kurang seimbang karena tiadanya pohon-pohon hijau di sekitar kita. Ketika kita kurang menaruh kasih yang sungguh dalam hati sebagai sumber kedamaian, konflik akan terjadi dan penderitaan pasti akan kita alami.
Ada banyak hal dalam hidup ini, yang tidak dapat kita kuasai sendiri dan lakukan sendiri tanpa orang lain. Tetapi dalam iman, kita percaya, dalam situasi apapun, ketika kita berharap pada Tuhan, kita akan menerimanya. Mungkin tidak untuk seluruh dunia, tidak untuk orang-orang, setidaknya hati kita sendiri dapat merasakan, ketentraman, ketenangan dan kedamaian. Kita tetap mampu hidup dan melakukan aktivitas, tetap mampu bersyukur dan berharap, dan tidak putus asa di tengah dunia yang semakin tidak nyaman.
Menjadi Pribadi Pembawa Damai
Sangat indah doa damai yang sangat terkenal, yang dihapal oleh banyak orang dan telah menginspirasi hidup banyak orang untuk bertahan dalam situasi sulit dengan harapan iman yang kokoh . “Tuhan, jadikanlah aku pembawa damai, bila terjadi kebencian, jadilah aku pembawa cinta kasih. Bila terjadi penghinaan, jadikan aku pembawa pengampunan.Bila terjadi perselisihan, jadikan aku pembawa kerukunan.Bila terjadi kebimbangan, jadikan aku pembawa kepastian.Bila terjadi kesesatan, jadikan aku pembawa kebenaran.Bila terjadi kecemasan, jadikan aku pembawa harapan. Bila terjadi kesedihan, jadikan aku sumber kegembiraan.Bila terjadi kegelapan, jadikan aku pembawa terang. Tuhan, semoga aku lebih ingin menghibur, daripada dihibur, memahami daripada dipahami, mencintai daripada dicintai.Sebab dengan memberi aku menerima, dengan mengampuni aku diampuni, dengan mati suci aku bangkit lagi untuk hidup selama-lamanya. ( Puji Syukur No. 221)
Meski kelihatannya tidak mudah untuk dilakukan, tetapi tidak begitu rugi bila coba didoakan, tentu dalam suasana tenang dan hening dan coba diniatkan dalam batin dan dipancarkan melalui perilaku hidup. Sungguh, kedamaian itu bisa terwujud. Memang, soal damai tidak seorangpun yang dapat membuat dunia ini berubah nyaman dalam waktu singkat, tidak seorangpun yang punya cukup kekuatan dapat meyakinkan sesamanya untuk selalu hidup dalam damai.. Tidak semua orang berkenan menjadikan dunia ini damai. Bahkan Tuhan saja tidak menjanjikan hidup kita akan aman-aman dan damai saja. Tapi Tuhan menjanjikan penyertaan-Nya sepanjang masa. Dunia ini milik kita bersama, yang dengan penghayatan kehendak bebasnya setiap kita berusaha menghidupinya.
Janji Tuhan yang kita percayai selalu pasti, bahwa kita didampingi, ditopang, ditolong, disertai sampai akhir jaman. Entah keadaan baik, entah keadaan buru, entah dunia kacau atau damai, Tuhan tetap selalu bersama kita. Kita mungkin tidak perlu menjadi duta damai di tempat yang sedang terjadi konflik. Atau menjadi pasukan perdamaian di luar negeri. Tetapi menjadi duta damai di tengah keluarga, di tempat kerja, di jalan, di rumah, di sekolah, di pasar, di mana saja kita berada.Kalau setiap kita dalam rumah tangga dan komunitas sudah menjadi duta damai akan lebih membahagiakan kita seperti sebuah pasukan perdamaian di mana saja kita berada. Maka seruan, Tuhan berilah kami damai, yang selalu kita mohonkan, sungguh akan menggema di hadapan Kristus Sang Anak Domba, yang akan mampu menggoncangkan tahta surga dan rahmat perdamaian dari Allah, akan tercurah ke atas kita bagaikan hujan rahmat yang menggenangi bumi.***hm
Recent Comments