Seorang sahabatku berkisah tentang pengalaman imannya bersama Ibunda Maria dari Nasaret. “ Bagiku, Maria lebih dari seorang ibu. Bersamanya aku mengalami segalanya. Hanya dengan berdoa Salam Maria saja, aku merasa Bunda sangat dekat denganku.Memandang  gambar Bunda saja, rasa hatiku seperti begitu memilikinya. Apalagi jika aku serius berdoa dan memohon segala yang kuperlu dalam hidupku. Tidak pernah terlambat  Bunda mengabulkan permohonanku. Aku sungguh merasa aman, nyaman sekaligus bahagia bersama Bunda.”

Begitulah pengakuan sahabatku seorang pria bujang berusia 41 tahun yang sudah tidak punya ayah dan ibu  karena sudah kembalai ke surge. Tidak punya saudara dan saudari karena semua telah pergi dengan pilihan hidupnya sendiri.Menunggu rumah dan hidup bebas bersama teman-teman.Tidak punya pekerjaan tetap tetapi selalu hadir dan siap sedia menolong siapa saja, tanpa menghitung waktu dan memperhitungkan kesehatan dirinya.

Hidup sendirian di usia hampir setengah baya, tidak begitu gampang katanya. Tetapi heran, aku tidak pernah  melarat dan selalu memiliki banyak teman dan sahabat. Hal yang paling dikuatirkan dalam hidupnya adalah kalau sakit, siapakah yang sudi merawat? Ternyata kekuatiran itu tidak beralasan, setelah dialaminya dengan sungguh, bahwa ketika sakit  teman dan sahabat merawat dan memperlakukannya seperti seorang saudara. Menurutnya, semua itu bukan karena kebaikannya tetapi karena pertolongan Bunda.

Dia tidak seperti pemuda lainya yang mungkin jarang berdoa Rosario.Atau jangankan Rosario mengucapkan doa Salam Maria satu kali saja dalam sehari mungkin lupa.Yang mengalungkan Rosario di leher sebagai pertunjuk kekatolikannya atau sebagai “jimat”. Sahabatku ini, tekun berdoa, bahkan merasa ada sesuatu yang kurang dalam diriku kalau sampai terlambat  berdoa pada waktu yang sudah menjadi komitmennya bersama Bunda. Warisan iman dari orangtuanya sejak masa kecil, yang berdoa sesudah bangun tidur, sebelum melakukan pekerjaan, sebelum dan sesudah makan, sebelum bepergian dan selama dalam perjalanan bahkan sedang mengendarai kendaraan, sebelum istirahat malam, ketika melewati bangunan Gereja, atau melintasi daerah rumah sakit, dia selalu berdoa Salam Maria. Sebab kata mamanya sewaktu kecil, kapan dan di mana pun kamu bisa berdoa.Bila tidak bisa berdoa spontan berdoa Salam Maria saja.Warisan iman itu, tetap dihidupinya sampai kini dan selama itu pula ia selalu mendapatkan pertolongan dari Bunda Maria.

“Sebenarnya, aku tidak terlalu pandai berdoa sambil merenung misteri suci seperti para rohaniwan dan biarawan-biarawati atau para legioner dan pencinta Maria lainnya. Aku hanya percaya, bahwa Bunda sangat mencintaiku, membimbingku, memenuhi kebutuhan hidupku, menyelamatkanku dan melakukan segalanya untukku. “Bahkan hanya karena mempertahankan kedekatan dan imannya kepada  Bunda Maria dan Yesus Puteranya, ia berani memutuskan relasi kasih dengan seorang wanita  yang pernah dicintainya pada masa mudanya, karena dianggapnya wanita itu kurang beriman, terlalu manusiawi. “ Wach,,, akan sangat repot kalau berani memperistri perempuan yang tidak dekat dengan Bunda Maria. Kalau Bunda yang luar biasa lembut dan penuh kasih tidak bisa memikat hatinya  bagaimana bisa dia bisa hidup sebagai orang beriman dan mencintai aku yang rapuh ini”.

Bagiku, pengalaman iman sahabatku ini  dalam kedekatan dengan Bunda, sangat luar biasa. Aku mengagumi iman dan komitmennya serta turut  berbahagia  dan bersyukur atas kasih Tuhan baginya. Aku bersyukur, di tengah dunia sekuler yang diwarnai konsumerisme dan hedonisme yang tinggi masih ada pemuda alim nan beriman penuh akan  pertolongan Bunda Surgawi. Kalau dia seorang imam, seorang frater, atau seorang seminaris yang memang  sudah terdidik, tersedia banyak waktu untuk berdoa dan belajar banyak tentang teori dan berbagai dogma tentang Bunda Maria, mungkin aku tidak terlalu kagum.Atau kalau dia seperti ayahku yang sudah uzur usia, yang tidak ada pekerjaan lain selain berdoa , makan dan tidur aku rasa biasa saja.Tapi, dia seorang pemuda biasa, yang masih mempunyai hati untuk Tuhan dan menempatkan Bunda pada tempat  yang sentral di hatinya.

Sungguh, kuasa Allah bekerja penuh dalam diri setiap orang yang percaya. An tangan BUnda selalu terulur untuk semua orang yang berkenan mencintainya dan Puteranya. Kisahnya membuat aku agak malu hati karena aku punya banyak waktu untuk berdoa dan seharusnya mencintai penuh, tetapi masih sering ditangguhkan, ditunda bahkan tanpa dosa menelantarkan pertolongan Bunda. Per Mariam Ad  Jesum. ***hm