Sejak masa kecilku, aku sudah menyaksikan proses menenun dari mama, nenek dan orang-orang sekampungku. Dari selembar  benang, menjadi selembar kain, yang membutuhkan waktu yang cukup untuk semua itu. Bagiku, menenun itu cukup rumit, sehingga sebagai anak perempuan yang semestinya diwarisi  tradisi menenun itu, tidak tertarik sama sekali untuk bertenun. Lama baru aku sadari bahwa menenun sebenarnya sebuah seni, yang membutuhkan ketelitian, kesabaran, ketekunan, kepandaian untuk membuat perhitungan, kemampuan untuk bertahan duduk berjam-jam bahkan berhari-hari untuk menenun.Proses menenun membutuhkan gerakan otak, tangan, kaki, singkatnya seluruh diri agar menghasilkan selembar kain  dengan motif yang indah, yang dapat  dipergunakan.

Mengenang proses  menenun itu, saya terinspirasi untuk menuangkan permenungan ini, sebuah pandangan pribadi  bagaimana menenun iman yang berawal dari sehelai benang keyakinan kecil yang berkembang  menjadi  selembar  kain  iman besar, yang lebar, yang bisa mengubah dunia  sekitar  dengan cinta.

Benang-benang cinta  terajut  dalam diri kita, tanpa kita sadari dari hari ke hari. Entah bagaimana proses dan  cara kerjanya, tahu-tahu  kita  telah memiliki suatu keyakinan dalam diri bahwa di luar  diri kita  ada kekuatan besar Maha dahsyat yang melampaui akal manusiawi kita. Suatu kekuatan yang menggerakkan alam semesta  yang teratur, menggerakkan diri kita, tidak kelihatan namun bisa dirasakan. Gerakannya seolah bergerilya namun nyata hasilnya. Dari pengalaman kita menyadari, bahwa benang-benang cinta itu memang sudah tersedia dalam diri kita  sejak kita diciptakan dan terlahir ke dunia. Bagaimana benang iman itu menjadi sebuah keyakinan yang teguh. Kita menyadari juga sering kali  ketika  kita  tidak mampu melakukan sesuatu dan nyaris menyerah, sudah tersedia  di hadapan kita apa yang kita perlukan. Setidaknya inilah pengalaman yang sering saya alami.

Tidak mudah melihat  semua gerakan cinta dari tangan Allah yang senantiasa menenun hidup kita  dalam keilahian kasih.Namun iman  yang mampu  melihat  dan memandang  semua itu.

Tangan Yang  tak terlihat

Kalau kupandang segala yang ada di hadapanku dalam keheningan, misalnya memandang  bintang di langit  di waktu malam yang begitu  indah meski hanya dari kejauhan. Atau memandang  bunga  di taman yang beraneka warna yang sedang bermekaran, hatiku selalu tersentuh, dan aku merasa seolah dibawa ke dalam suatu permenungan yang lebih dalam tentang misteri Ilahi yang  berada di balik semua. Aku juga kadang tidak menyadari kalau usiaku sudah semakin tinggi, fisikku yang tidak selincah dulu lagi, ingatanku yang kadang mulai memudar, langkahku yang tidak terlalu cepat lagi, serta berbagai pertimbangan yang dulu tidak  kuperhitungkan, sekarang  bermunculan, yang kadang menghalangi banyak keputusan dalam hidupku.

Terlebih lagi, ketika  aku merenungan perjalanan hidup KKS selama ini, dari kisah yang kutahu dari sejarahnya, dari pengalaman hidupku  bersama saudari seperjuangan selama ini,  menjadi jelas sekali bagiku, bahwa sungguh  ada sebuah tangan yang telah menggerakkan semua itu. Menggerakkan alam dan seisinya, menggerakkan  lingkungan di sekitarku, menggerakkan  diriku, menggerakkan Kongregasiku dan aku percaya, bahwa tangan itu tidak hanya dulu , tahun lalu, kemarin, tadi dan sekarang, tetapi nanti, besok dan bahkan selamanya akan tetap menggerakkan semuanya dengan sangat teratur.

Permenunganku mengantar aku untuk semakin mempercayai bahwa misteri Ilahi sungguh tersembunyi, sekaligus nampak dengan jelas. Tersembunyi atau tersingkap, tidak begitu mudah disadari dan dialami, selain hanya dengan  iman. Dan saya merasakan dengan sungguh serta mengakuinya, bahwa tangan Allahku yang telah menenun, menggerakkan, mengatur semua itu, seperti tangan seorang wanita atau tangan seorang ibu ketika sedang menenun. Perlahan-lahan, penuh kesabaran, dalam ketenangan dan keheningan, dalam waktu yang lama dan panjang, dengan proses  yang layak dan tidak begitu banyak yang menyadari dan mengagumi proses  menenun itu. Aku menyadari  persis seperti itu, tangan Tuhanku telah menenun hidupku selama ini, menenun hidup komunitas dan Kongregasi KKS seperti itu. Dan tangan yang tidak kelihatan itu tetap menenun, selalu menenun, tiada henti menenun, tanpa mengharapkan adakah yang memperhatikan, mengagumi  semua itu?

Aku sadar, hidupku dalam genggaman tangan-Nya yang senantiasa menenun, membuat hidupku jadi semakin indah hari demi hari. Syukur dan pujianku bagi Allahku yang mencipta dan mencintai hidupku. Dia hanya berharap aku belajar dari-Nya yang lembut dan rendah hati, menenun hidupku hari demi hari, saat demi saat, setiap hari  dengan penuh iman dan cinta. Menenun hidup dengan cinta, menenun hidup dengan iman.*hm