Renungan harian

MINGGU BIASA PEKAN XXX
Kel. 22:21-27; Mzm. 18:2-3a,3bc-4,47,51ab; 1Tes. 1:5c-10; Mat. 22:34-40.
Untuk menata kehidupan sebagai bangsa terpilih, Israel memiliki Hukum Perjanjian sebagai norma yang mengatur tata kehidupan. Kej. 22:21-27 merupakan bagain dari peraturan yang terdapat dalam 22:17 – 23:19. Peraturan-peraturan itu bersifat apodiktik (kesimpulan deduktif yang pasti) dari Hukum Perjanjian. Yang sangat menyolok dari peraturan-peraturan tersebut adalah kepekaan etis terhadap tuntutan untuk memperhatikan sesama sebagai umat Allah. Peraturan tersebut sangat menekankan kewajiban cinta terhadap sesama, terutama terhadap orang-orang yang tidak mempunyai jaminan perlindungan, seperti: orang asing (yang bukan orang Israel, yang hidup di tengah-tengah bangsa Israel), janda dan anak yatim. Menurut pandangan orang Israel, suatu masyarakat dikatakan kokoh jika masyarakat itu sudah memperhatikan anggotanya yang paling lemah. Untuk menanggulangi hal itu, pada peraturan-peraturan tersebut ditekankan keterlibatan yang Ilahi. Yahwe sendiri pasti akan segera mendengarkan seruan mereka yang lemah dan akan menghukum yang bersalah.

Seorang ahli Taurat bertanya untuk mencobai Yesus tentang hukum terbesar dalam hukum Taurat. Dengan cara tersebut, Ahli Taurat itu mau mengetahui apakah Yesus memiliki kemampuan untuk menimbang-nimbang bobot peraturan Taurat yang berjumlah 613 peraturan, sehingga tidak sekadar asal mengutip saja. Pertanyaan tersebut dijawab oleh Yesus dengan mengutarakan dua perintah yang disebutkan-Nya sebagai sumber dan dasar semua hukum Taurat dan kitab para Nabi. Perintah mengasihi Tuhan Allah dengan sepenuh-penuhnya: segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi, dikutip oleh Yesus dari Ulangan 6:5. Teks ini termasuk ayat-ayat suci yang wajib didoakan dua kali sehari (pagi dan petang) oleh orang Yahudi yang saleh. Sedangkan perintah mengenai mengasihi sesama yang dikutip dari kitab Imamat 19:8 disertakan oleh Yesus sebagai perintah utama yang kedua. Jawab tegas Yesus tersebut menunjukkan siapakah diri-Nya sesungguhnya! Ia memiliki kemampuan yang tak kalah piawainya dengan ahli Taurat dalam menafsirkan Perjanjian Lama. Bahkan melalui jawaban-Nya itu, Yesus justru mau menunjukkan makna lebih dalam lagi dari segala kumpulan peraturan Taurat dan kitab para Nabi yang ada. Mengasihi Allah hendaknya dijalankan dengan kesadaran penuh (= segenap “hati/akal budi”) yang keluar dari keyakinan (= segenap “jiwa”) dan tekad utuh (= segenap “kekuatan”). Jadi bukan hanya setengah-setengah, mendua, atau ikut-ikutan, tapi dengan pengertian. Lalu mengasihi sesama itu harus diwujudkan. Yesus sendiri memenuhi kedua perintah utama tadi. Seluruh hidup-Nya diserahkan untuk mengasihi Yang Mahakuasa dengan kesadaran penuh dan dengan keyakinan dan tekad yang matang. Semuanya ini terungkap dalam kesediaan Yesus untuk ikut merasakan yang dialami orang lain dalam hidup, karya, penderitaan dan wafat-Nya di salib. Mengapa Yesus mau melakukan itu semua? Sebab, Ia percaya bahwa orang lain itu juga seperti Diri-Nya sendiri: dikasihi Allah dan oleh karenanya dapat mengasihi Allah. Melalui diri dan hidup-Nya, Yesus menegaskan bahwa dasar dan jiwa dari segala hukum adalah kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama. Oleh karena itu, bila orang telah mewujudkan kasih itu ia sudah memenuhi bahkan melampaui segala hukum apa pun itu!

Dalam suratnya kepada jemaat di Tesalonika, Paulus menyatakan syukurnya yang amat besar atas kerasulannya di tengah jemaat itu. Sebab, umat Tesalonika menjadi “peniru Paulus dan kawan-kawannya dan menjadi peniru Tuhan” yang teladan-Nya diikuti oleh Paulus. Berkat daya Roh Kudus orang Tesalonika hidup dalam tiga rangkaian keutamaan Kristen, yaitu iman, harapan, dan kasih. Dengan itu jemaat Tesalonika menjadi teladan bagi jemaat lainnya.

Apa dasar, arah, dan daya serta jiwa hidupku sebagai orang beriman akan Allah dalam diri Yesus? Apakah diri dan hidupku telah menjadi perwujudan dan tanda nyata cinta kepada Allah dan cinta kepada sesama? Apa wujud nyatanya?
Mari menjadikan cinta kepada Allah dan cinta kepada sesama sebagai dasar, arah, dan daya serta jiwa hidup kita sebagai insan beriman kepada Allah dalam diri Yesus.
Tuhan memberkati. ( RD AMT)