MINGGU BIASA IV :Ul. 18:15-20; Mzm. 95:1-2,6-7,8-9; 1Kor. 7:32-35; Mrk. 1:21-28.

Sebagai bangsa pilihan Allah, Israel dituntut untuk selalu membangun hubungan yang mesra dan intim dengan Tuhan, Allah-nya yang telah membebaskan dan menuntun mereka keluar dari perbudakan di Mesir. Oleh karena itu, Israel diingatkan secara tegas dan keras untuk tidak belajar berlaku sesuai dengan kekejian yang dilakukan oleh bangsa-bangsa di sekitar mereka. Sebab, bangsa-bangsa Timur Tengah Kuno pada umumnya mengenal bermacam-macam cara untuk membangun hubungan mereka dengan dewa-dewi mereka, misalnya: korban bakaran anak laki-laki atau perempuan, petenung, peramal, penyihir, pemantera, jelangkung, dll. Semua itu adalah tindakan kekejian bagi Tuhan, Allah Israel. Sebab, rencana dan kehendak Allah tidak bisa diatur dan dimanipulasi oleh semua tindakan itu. Maka, Israel harus hidup dengan tidak bercela di hadapan Tuhan, Allah-nya.

Bagi Israel, Allah akan membangkitkan dari tengah-tengah mereka seorang nabi, sama seperti Musa. Nabi itulah yang harus didengarkan. Sebab, Allah akan menaruh Sabda-Nya dalam mulut nabi-Nya. Jika ada orang yang tidak mau mendengarkan Sabda Allah yang diucapkan oleh nabi itu demi nama Allah, dari orang itu akan dituntut pertenggungjawaban. Tetapi jika seorang nabi tidak menyampaikan apa yang disabdakan oleh Allah, maka nabi itu harus mati!

Penginjil Markus secara amat cermat dan tajam menampilkan siapakah Yesus itu. Yesus adalah pemenuhan apa yang telah dinubuatkan oleh Musa. Ia mengajar dan mengusir roh jahat dengan penuh kuasa. Hal ini membuat orang banyak heran dan kagum, bahkan roh jahat pun ketakutan dan tidak berdaya. Melalui peristiwa itu Markus mengajak setiap orang beriman untuk percaya teguh kepada Tuhan Yesus sebagai Guru dan Penyembuh yang ulung. Namun lebih dari itu, Markus juga menuntut setiap orang beriman untuk menyatakan sikap kepercayaan yang lebih tegas dan jelas lagi. Setiap orang beriman tidak cukup hanya berhenti pada sikap heran dan kagum atas kekuasaan Yesus. Mereka harus memiliki sikap iman yang lebih radikal lagi, sebab mereka juga harus waspada bila Yesus menyatakan diri dengan cara yang tidak menakjubkan. Apakah setiap orang beriman tetap heran dan kagum ketika Yesus harus menderita bahkan mati di kayu salib? Bagaimana kalau setiap orang beriman harus berhadapan dengan penderitaan?

Paulus mengajak jemaat di Korintus untuk membangun hidup tanpa kekuatiran dan memberikan perhatian yang penuh kepada perkara-perkara Tuhan. Ia mengajak mereka untuk melakukan apa yang benar dan baik, yaitu senantiasa melayani Tuhan tanpa gangguan. Oleh karena itu, menikah atau tidak menikah merupakan panggilan hidup yang harus dipilih secara bebas oleh setiap orang beriman. Apa pun pilihan panggilan hidupnya, setiap orang beriman harus memusatkan perhatiannya pada pelayanan kepada Tuhan.

Sejauh mana aku telah membangun hubungan yang mesra dan intim dengan Allah dalam Yesus yang aku imani? Bagaimana aku telah membangun iman yang radikal terhadap Yesus? Bagimana imanku terhadap Allah ketika harus berhadapan dengan berbagai penderitaan yang ada?
Mari membangun kepercayaan yang teguh kepada Yesus sebagai Guru dan Penyembuh yang sejati. Mari membangun hubungan yang mesra dan intim dengan Allah dalam Yesus yang kita imani.
Tuhan memberkati. (RD AMT)